Human Insani

Human Insani

UU & Regulasi

UU & REGULASI ( SERIKAT PEKERJA )

PHI

UPAH

K3 & Jamsostek

Sukses Mengelola SDM Perusahaan

kinerja perusahaan yang baik
dapat berawal dari pengelolaan
SDM karyawannya. Gunakan free
software untuk kebutuhan ini.

Krisis ekonomi yang tengah melanda banyak sektor di seluruh dunia, berimbas pada banyaknya kejadian PHK massal di berbagai industri atau perusahaan besar di berbagai penjuru dunia termasuk di Indonesia. Lemahnya daya beli masyarakat, mahalnya harga kebutuhan pokok, masih tingginya suku bunga kredit yang ditawarkan perbankan, dapat menjadi beberapa contoh kasus yang dapat kita rasakan di Indonesia untuk saat ini. Namun dengan rasa optimis serta tetap bekerja keras, kita dapat berharap agar krisis ini dapat segera berlalu sehingga kesejahteraan untuk semua lapisan masyarakat dapat benar-benar terwujud di negara yang kita cintai ini. Sambil menunggu waktu yang tepat untuk meningkatkan kapasitas produksi di saat kondisi ekonomi kembali membaik, ada baiknya para Human Resource Manager perusahaan mulai membuat perencanaan yang baik untuk menambah kembali sejumlah pegawai yang akan direkrut. Tentu saja akan lebih baik jika proses rekruitmen pegawai baru serta pengembangan sumber daya manusia yang telah ada di perusahaan, dilakukan dalam sistem informasi yang mudah dibaca. Dari sistem informasi ini, level atas seperti direktur, manajer, atau kepala cabang, dapat dengan mudah mengambil keputusan yang dibutuhkan untuk perusahannya.

Pertanyaannya, adakah sistem informasi Human Resource Management (HRM) yang murah dan mudah digunakan untuk hal ini? Karena tidak semua perusahaan, terutama perusahaan kecil dan menengah, mampu memiliki memperoleh software HRM karena lisensi aplikasi ini biasanya mahal. Jawabannya adalah ada. Aplikasi ini bahkan tersedia secara free dan memiliki kelengkapan modul yang cukup lengkap serta dapat menandingi sistem HRM komersial sejenis yang berharga ratusan hingga ribuan dollar. Nama aplikasi tersebut adalah OrangeHRM. OrangeHRM adalah sebuah solusi HRM berbasis open source yang ditujukan bagi kalangan usaha kecil dan menengah (UKM) dengan menyediakan sistem HRM yang luwes, mudah digunakan, murah biaya, dan berbasis web.


SEKILAS ORANGEHRM
Proyek pembuatan OrangeHRM dimulai pada musim gugur tahun 2005, dan rilis versi beta pertama dilakukan pada Januari 2006. Hari ini para pengguna OrangeHRM di seluruh dunia dapat menikmati solusi HRM secara bebas, stabil, dan sangat bermanfaat. Saat ini OrangeHRM telah memasuki rilis versi 2.6.1 dan masih akan ditambah dengan modul-modul pelengkap lainnya seperti Performance Appraisal dan Training Module. Sistem OrangeHRM telah didukung oleh layanan yang profesional sejalan dengan pesatnya pertumbuhan dan popularitasnya yang dikenal luas oleh komunitas open source sedunia. Melalui pengembangan dan peran serta dari komunitas pengguna, para developer dan mitra, manfaat dan fungsi OrangeHRM masih terus disempurnakan. Dari waktu ke waktu, OrangeHRM terus mengalami penyempurnaan dan pengayaan fitur.

FITUR ORANGEHRM

OrangeHRM memberikan solusi lengkap yang sangat membantu Human Resource Manager dalam menjalankan kegiatan Human Resource Management di kantor. Berikut sejumlah fitur yang dimiliki oleh OrangeHRM
  1. Informasi Perusahaan. Dalam fitur ini, OrangeHRM memberikan kemudahan untuk mengisi data perusahaan (namaperusahaan, alamat, lokasi kantor cabang).
  2. Struktur Organisasi, Jabatan, Uraian Jabatan, dan Skala Gaji. OrangeHRM memiliki fasilitas untuk membuat struktur organisasi di mana masing-masing karyawan melekat pada satu pekerjaan atau jabatan tertentu, termasuk di dalamnya skala gaji untuk masing-masing jabatan.
  3. Administrasi Data Karyawan. OrangeHRM dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan informasi data karyawan meliputi data pribadi (nama, alamat, telepon, kontak, tanggungan dan lain-lain), foto karyawan, riwayat karir karyawan, keterampilan, riwayat pelatihan serta sertifikasi yang dimiliki karyawan, pendidikan, serta berbagai informasi tambahan yang dapat dilampirkan pada masing-masing file karyawan.
  4. Absensi Karyawan. Di dalamnya, OrangeHRM mempunyai fasilitas absensi karyawan termasuk pembuatan jadwal kerja karyawan yang dapat dimonitor oleh atasannya.
  5. Pengelolaan Cuti. OrangeHRM juga mempunyai fasilitas untuk mengelola cuti karyawan, termasuk di dalamnya
    rencana pengajuan cuti, pengambilan cuti, sisa cuti ataupun pembatalan cuti dan penghitungan sisa cuti.
  6. Jaminan Sosial. OrangeHRM dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan manfaat bagi karyawan seperti skema Jamsostek atau bentuk-bentuk benefit bagi karyawan lainnya yang dapat dikonfigurasi sendiri sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
  7. Rekruitmen. Fitur  ini adalah fasilitas untuk membuka iklan lowongan kerja di internet. Kelebihan yang dimiliki dibanding sistem lainnya, bila terdapat pelamar yang mengajukan lamaran, maka manajer yang membuka lowongan akan langsung menerima pemberitahuan e-mail dari sistem dan dapat segera menentukan jadwal wawancara atau tahapan seleksi berikutnya. Informasi tersebut juga akan disampaikan langsung oleh sistem kepada pelamar. Segala proses seleksi tersebut akan tercatat oleh sistem.
  8. Pembuatan laporan dan pencarian data. Di dalam OrangeHRM disediakan fitur untuk membuat laporan karyawan sesuai dengan field data yang dikehendaki (customized) sesuai keperluan. Selain itu, disediakan fitur untuk mencari data karyawan dengan cepat melalui berbagai kriteria yang tersedia, misalnya berdasarkan ID kar- yawan, nama karyawan, jabatan dan lain sebagainya.
  9. Entri data oleh semua orang dengan otorisasi terkendali. OrangeHRM memungkinan 3 jenis rang yang dapat mengisikan data dan melihat data di OrangeHRM sesuai dengan batas-batas wewenang yang diberikan kepadanya, yang diantaranya:
    • Administrator System (HR Admin User): Otoritas tertinggi yang dapat mengubah semua data dari sistem.
    • Admin User Group: Misalnya Supervisor Personalia yang dapat mengubah modul-modul terbatas dari OrangeHRM atau pun manajer yang mempunyai akses untuk mengontrol absen, cuti dan kegiatan anak buahnya.
    • Employee Self Service: Fasilitas ini memungkinkan karyawan mengisi sendiri data-data kepersonaliaan sebatas wewenang yang diberikan, juga dapat mengisi pengajuan cuti, pembuatan jadwal kerja mingguan, dan lain sebagainya.

MODUL-MODUL ORANGEHRM
OrangeHRM dibuat berdasarkan arsitektur modular yang terdiri dari modul-modul berikut:
  1. Modul Admin.
  2. Modul PIM.
  3. Modul ESS (Employee Self Service).
  4. Modul Cuti (Leave Module).
  5. Modul Waktu Kerja (Time Module).
  6. Modul Laporan (Report Module).
  7. Modul Pelacak BUG (Bug Tracking Module).
  8. Modul Rekrutmen (Recruitment Module).
Gmb.1. Proses Instalasi di Xampp
1297049467868200589
Download OrangeHRM

Read More...

Mungkinkah HR Menjadi

Di era knowledge economy, manusia merupakan modal utama setiap organisasi sehingga melahirkan istilah human capital (seperti nama majalah kita ini, red). Pada saat kita berbicara tentang manusia, maka seyogyanya peran bagian HR (human resource) akan tampak menonjol dan signifikan dalam setiap organisasi. Seharusnya inilah era bagi Direktur, Manajer atau Kepala Bagian HR untuk tampil ke depan berdiri sejajar – kalau tidak mendominasi – dengan direktur bidang lainnya.

Kenyataannya tidaklah begitu. Sebagian besar orang-orang HR tertinggal di belakang, dan dalam beberapa kasus mengalami pengkerdilan dalam arti yang sebenamya. Penyebabnya sangat beragam, mulai dari CEO yang kurang memahami atau menganggap penting aspek human capital bagi kesuksesan organisasi hingga kesalahan orang-orang HR sendiri yang tidak pernah berusaha menjadi mitra bisnis sejajar.
Dalam kasus pertama, CEO atau direksi lain beranggapan bagian HR cukup mengurusi aspek administrasi personel saja, seperti gaji, lembur, absensi, melakukan PHK, dan sejenisnya. Sebagian besar aktivitas itu kini bisa dilakukan dengan menggunakan sistem teknologi informasi (TI) sumber daya manusia yang disediakan oleh berbagai pengembang piranti lunak berskala kecil hingga berskala besar macam Oracle, People Soft, SAP, dan sebagainya. Maka, begitu otomatisasi administrasi HR itu dinilai lebih efisien dan akurat, fungsi pengadministrasian itu diambil-alih oleh TI (dalam hal ini biasanya dikelola oleh bagian TI).
Pengambilalihan ini semakin membuat orang HR kehilanganp peran dan eksistensinya. Konsekuensinya, jumlah bagian HR berkurang drastis. Tak jarang, akhirnya, orang-orang HR kemudian digabungkan ke dalam bagian TI dengan kepemimpinan berada di tangan orang TI – bukan di tangan orang HR. Mereka pun dipaksa untuk belajar teknologi ketimbang menjalankan peran HR yang lebih dibutuhkan.
Keputusan manajemen perusahaan “mengkerdilkan” bagian HR -seperti di atas jelas sebuah kekeliruan besar. Nyawa manajemen HR tidak akan bisa dijalankan oleh mesin atau oleh orang TI. Teknologi dibuat oleh orang-orang TI dengan memahami proses bisnis bagian HR, bukan sebaliknya. Oleh sebab itu, seperti ditegaskan Regional Sales Leader Mercer Consulting Greg Lipper, teknologi hanya buseess enabler dalam bidang HR – alat bantu dalam menjalankan pekerjaan. “TI tidak bisa menggantikan peran HR secara menyeluruh,” tegasnya kepada Human Capital. Lagipula, fungsi bagian HR delam era knowledge economy tidak lagi sebatas proses pengadministrasian tetapi jauh lebih strategis dari hal itu.
Sejatinya, orang-orang TI pun mengakui bahwa dalam manajemen HR, jauh lebih baik menyerahkannya kepada orang HR yang mengerti teknologi ketimbang orang TI yang mengerti mengenai HR. "Manajemen HR jauh lebih rumit daripada manajemen teknologi. Pengetahuan dasarnya justru berada di tangan orang HR,” tukas Gunawan Lukito, Direktur Pemasaran Oracle.
Ancaman lain yang berdampak pengkerdilan terhadap bagian HR adalah derasnya praktik outsourcing HR. Sekitar 2002, misalnya, perusahaan migas Maxus Indonesia membabat habis orang HR dengan hanya menyisakan 2 orang saja (VP HR dan satu sekretaris merangkap stafnya). Pembabatan ini dimungkinkan karena sebagian besar proses manajemen HR dialihdayakan kepada perusahaan lain. Begitu mudahnya bagian HR dipreteli.

Kasus Maxus di atas merupakan kasus ekstrim, namun gelombang outsourcing (alih daya) bidang HR dalam skala lebih kecil berlangsung cepat di dunia dalam beberapa tahun terakhir. Sebuah survei global terhadap perusahaan besar oleh Hewitt Associates tahun ini mendapatkan fakta 94% telah mengalihdayakan setidaknya 1 (satu) aktivitas di bidang HR. Sebelum 2008, menurut survei yang sama, perusahaan tersebut telah menyusun rencana untuk memperluas praktik outsourcing ke berbagai aktivitas HR, termasuk fungsi pembelajaran dan pengembangan, penggajian, rekrutmen, kesehatan dan kesejahteraan, dan mobilitas global.
Berbagai tren pengkerdilan di atas benar-benar akan mengkerdilkan bagian HR sehingga menjadi pukulan mematikan bagi orang-orang yang ingin berkarir di bagian HR bila mereka membiarkannya terjadi. Transformasi fungsi dan cara berpikir orang HR menjadi jawaban kuncinya.
“Mereka harus menjalankan peran yang lebih strategik dalam konteks keberhasilan organisasi,” ujar Dr. AS Ruki, konsultan SDM senior di Indonesia.
Transformasi tersebut enak untuk diucapkan, tetapi tidak mudah dalam pelaksanaannya. Kebutuhan untuk melakukan transformasi sejalan dengan semakin berkembangnya bisnis. Menurut pandangan guru manajemen HR terkemuka dari University of Michigan Dave Ulrich dalam bukunya Human Resources Champion, ada 4 tahapan peran yang dijalankan bagian HR di dalam setiap perusahaan.

Tahap pertama adalah HR tradisional atau tahap administrasi, di mana bagian HR hanya menjalankan fungsi administrasi saja, seperti membayar gaji, menghitung absensi, lembur, dan seterusnya. Perkembangan berikutnya melahirkan tahap kedua, yaitu bagian HR harus menyesuaikan peraturan perusahaan dengan peraturan pemerintah (government accountability), misalnya hubungan industrial – di luar pekerjaan administratif tadi. Kita mengenal pula istilah hubungan karyawan (employee relationship).
Tahap ketiga, bagian HR berperan dalam aspek yang lebih strategik, yaitu pengembangan SDM (HR Development) – di luar peran pengadministrasian dan mengelola HR sesuai aturan pemerintah. Tahap keempat, bagian HR sudah berperan sebagai mitra bisnis (business partner) perusahaan. HR bukan hanya memainkan peran dasarnya sebagai bagian dari manajemen, tetapi berperan penting dalam menentukan kesuksesan bisnis perusahaan. Peran HR pada tahapan terakhir ini merupakan tuntutan dari era human capital.

Pada tahapan mana bagian HR perusahaan berperan, menurut Dosen & Assistant Director CBM & EDP Prasetya Mulya Matakhir Derita, sangat ditentukan sejauh mana perkembangan perusahaan. “Jika masih baru, tentu masih dalam tahap administrasi. Perusahaan yang sudah matang atau mapan tentu mengharuskan bagian HR sebagai mitra strategik perusahaan,” ungkapnya.
Dave Ulrich juga menjelaskan 4 fungsi yang bisa dijalankan bagian HR sebagai mitra bisnis strategik. Pertama, sebagai mitra strategik bagi eksekutif puncak dalam melakukan formulasi dan implementasi strategi bisnis. Bagian HR bukan hanya berperan dalam menyusun dan melaksanakan strategi bisnis perusahaan, tetapi seperti dikatakan Direktur bii Sukatmo Padmosukarso juga mewarnai strategi dan implementasinya. Kedua, sebagai agen perubahan. Mereka mampu mendesain, mempelopori, dan mengubah sikap dan perilaku SDM perusahaan sesuai dengan budaya yang dibutuhkan.
Ketiga, berperan dalam meningkatkan kinerja dan kontribusi karyawan terhadap keberhasilan perusahaan sehingga bisa menjadi champion bagi perusahaan. Fungsi terakhir, keempat, bagian HR harus ahli dalam menjalankan administrasi bidang SDM: rekrutmen, training dan pengembangan, peningkatan kinerja, sistem remunemerasi, dan seterusnya.

“Fungsi keempat ini harus beres dulu, karena itu merupakan fungsi dasar dari bagian HR. Kalau belum beres, bagaimana bisa bagian HR bicara strategi?” tambah Matakhir dengan nada bertanya.
Menggunakan pemikiran Dave Ulrich, kebanyakan bagian HR perusahaan di Indonesia masih berada pada tahap pertama dan tahap kedua. Sebagian kecil sudah masuk ke tahap ketiga, dan nyaris sedikit sekali organisasi di mana bagian HR-nya bisa disebut sebagai mitra bisnis strategik perusahaan. Lukman Kristanto, Direktur HR Mulia Group, setuju dengan kesimpulan tersebut. “Mereka masih sibuk dan tenggelam dengan masalah administrasi. Cuma dia lupa tidak mengaitkannya dengan aspek bisnis perusahaan.”
Lucky Suardi, Konsultan dari Mercer HR Consulting, sering mendapatkan keluhan dari manajemen puncak perusahaan tentang kurangnya pemahaman bagian HR terhadap visi, misi, dan strategi bisnis perusahaan. “Itu konsisten kami temui di sejumlah perusahaan khususnya perusahaan yang sedang bertransformasi, ” akunya. Sementara di perusahaan yang sudah mapan, lanjutnya, secara umum mereka telah menempatkan HR di posisi yang tepat.

Lukman tidak setuju jika HR sebagai mitra strategik hanya untuk perusahaan yang sudah mapan ataupun sedang melakukan transformasi fungsi. Seharusnya di setiap perusahaan, paparnya, bagian HR menjadi mitra strategik, dan hal ini sangat tergantung kepada orang yang memimpin bagian HR itu sendiri. “Kalau dia old fashion, susah juga,” katanya.

Unilever Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang memiliki bagian HR dengan fungsi mitra bisnis strategik. Implementasi sistem Balanced Scorecard di perusahaan produk konsumen terkemuka ini semakin mengukuhkan peran vital bagian HR terhadap pencapaian bisnis perusahaan, karena mereka bertanggung jawab dalam perspektif learning & growth dengan ukuran-ukuran kinerja (Key Performance Indicator/KPI) yang jelas. Bukan hanya pasif menunggu kebijakan bisnis perusahaan, tetapi juga proaktif memberikan masukan dalam formulasi dan implementasi strategi bisnis.
Strategi manajemen sangat menentukan lahimya bagian HR yang paham tentang bisnis dan bagaimana berkontribusi dalam pencapaian target bisnis perusahaan. Menurut Josef Bataona, Direktur HR Unilever Indonesia, setiap hari seluruh karyawan Unilever dibiasakan melihat pencapaian bisnis Unilever (realisasi vs target bisnis hingga hari itu secara kuantitatif) di layar TV yang ada di pojok setiap lantai Graha Unilever. Jika kinerja setiap kategori bisnis belum memuaskan, karyawan dari setiap bagian akan berpikir apa yang bisa mereka lakukan untuk meningkatkan kinerja tersebut. “Semuanya kami coba kuantitatifkan dalam bentuk bottom line. Toh, ujung-ujungnya kita berbicara pencapaian finansial,” tuturnya mantap.
Dengan cara ini, seluruh bagian perusahaan – termasuk bagian HR- akan terbiasa dan selalu berpikir dalam konteks bisnis. Bahasa komunikasinya pun jadi sama: bahasa bisnis. Orang HR otomatis tahu apa makna dari tidak tercapainya sebuah target bisnis dalam perspektif manajemen HR: pengembangan kompetensi, manajemen talenta, perbaikan sistem promosi dan insentif, dan seterusnya.

Bagaimana caranya?
Pada dasamya menjadi mitra bisnis strategik mengharuskan orang-orang HR paham tentang visi, misi, dan strategi bisnis perusahaan. Pemahaman tersebut menjadi dasar bagi bagian HR menjalankan transformasi bagian HR melalui dua jalur : menyelaraskan strategi manajemen HR dengan strategi perusahaan, dan memberikan layanan HR secara efektif dan efisien.

Pertanyaannya, seberapa banyak orang HR yang mengerti visi, misi, dan strategi bisnis perusahaannya bekerja? Ada banyak cara bagi bagian HR untuk memahami visi, misi, dan strategi bisnis perusahaannya, antara lain, menghadiri setiap rapat eksekutif, mendengarkan ceramah/pengarahan eksekutif lainnya, membaca buku laporan tahunan, bertanya kepada CEO, membaca selebaran informasi internal perusahaan, berita pers, dan analisis industri.
Sejatinya, strategi bisnis setiap perusahaan sangat beragam: mempertahankan posisi pemimpin pasar, meningkatkan pangsa pasar, menjadi perusahaan terbesar, menjadi perusahaan paling menguntungkan, meningkatkan kepuasan pelanggan, paling cepat meluncurkan produk/layanan baru, fokus pada segmen bisnis yang paling menguntungkan, dan seterusnya. Setiap strategi bisnis tersebut membutuhkan manajemen HR yang berbeda-beda: mulai dari profil kompetensi orang yang dibutuhkan hingga program training dan remunerasinya.
Namun, di sinilah seringkali orang HR kedodoran. Studi di negara Anerika menunjukkan, manajer HR kurang memiliki minat di bidang hisnis atau diperlengkapi dengan pengetahuan tentang bisnis. Sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap karyawan potensial (talent) yang akan menentukan masa depan perusahaan, kenyataan ini sangat memprihatinkan.
Studi lain oleh Society for Human Resource Management (SHRM), sangat sedikit orang HR yang memiliki gelar di luar S-1 (bachelor degree). Kondisi ini lebih buruk dari kondisi tahun 1990. Studi yang sama memberikan data menarik: ditanya tentang berbagai kursus akademik yang paling bernilai untuk kesuksesan karir di bidang HR, mereka menjawab keahlian berkomunikasi interpersonal dinilai paling penting (83%). Pengetahuan tentang UU Ketenagakerjaan dan Etika berada di urutan berikutnya, masing-masing 71% dan 66%. Kemampuan manajemen perubahan hanya 35%, dan manajemen strategik hanya 32%. Lalu, pengetahuan tentang keuangan? Hanya 2%.

Masalah lain, kalaupun manajer atau eksekutif HR cukup memahami aspek bisnis, Dave Ulrich menyampaikan kritiknya bahwa mereka lebih mementingkan aktivitas di bidang HR daripada hasilnya. Dia memberi contoh pemberian training berdasarkan ukuran jam training setahun tanpa diketahui sampai sejauh mana efektivitas training tersebut. Idealnya setiap aktivitas training juga mengukur ROI (Return on Investment). “Anda akan dinilai efektif bila memberikan nilai tambah,” sambil menegaskan, “Anda dinilai bukan pada apa yang dikerjakan, tetapi pada apa yang dihasilkan.”
Menurut Dave Ulrich dalam buku The HR Value Proposition, HR harus menciptakan nilai bagi perusahaan. Caranya banyak: mendorong pengembangan kompetensi dan komitmen bagi seluruh karyawan, mengembangkan kemampuan bagi manajer untuk menerapkan strategi, membantu membangun hubungan dengan pe-langgan, dan menciptakan kepercayaan terhadap investor terhadap nilai masa depan dari perusahaan.
Bagi profesional HR, berbagai matriks manajemen HR sudah menjadi makanan sehari-hari. Sayangnya, sangat sedikit yang menghubungkannya dengan kinerja bisnis. Sebagai institusi pencipta kekayaan (wealth creation), pada akhirnya seluruh aktivitas yang dilakukan perusahaan – termasuk manajemen HR – berujung pada imbal-hasil finansial (financial return). Itu sebabnya, gagasan agar pucuk pimpinan tertinggi HR menjadi CPO (Chief Performance Officer) kini bergaung keras.
Kalau kritik terhadap peran strategik HR di Amerika masih sebegitu besamya, bisa dibayangkan betapa kondisi empirisnya di Indonesia jauh lebih buruk dari hal tersebut. Dewasa ini, menurut Mercer, sekitar 50% bagian HR perusahaan Amerika sedang mentransformasikan perannya menuju mitra strategik, sementara di Asia angkanya mencapai 75% ke atas.

Repotnya, strategi bisnis perusahaan bisa berubah setiap tahun. Ini ikut menyulitkan orang HR untuk memahami strategi bisnis perusahaan dan menyelaraskan manajemen HR dengan strategi tersebut. Cepatnya dinamika perubahan bisnis diakui Corporate Services Director Indosat S. Wimbo S. Hardjito seringkali membuat bingung bagian HR. Setiap perubahan menuntut orang dengan kompetensi berbeda. Ia memberi contoh, dulu Rumah Sakit (RS) membutuhkan dokter yang bagus, tetapi sekarang selain bagus juga harus ramah dalam melayani. Selain itu, dulu manajemen RS menganggap orang yang datang ke RS, namun sekarang RS harus dipromosikan kepada konsumen. “Makanya, RS pun butuh orang pemasaran,” tuturnya.
Contoh lain adalah IBM. Dulu perusahaan raksasa ini menganggap dirinya sebagai perusahaan komputer sehingga membutuhkan orang yang pintar. Belakangan IBM mengklaim dirinya sebagai perusahaan jasa. Yang dibutuhkan jelas orang yang ramah dalam melayani. Sering terjadi, bagian HR terlambat melakukan antisipasi maupun penyesuaian terhadap kompetensi orang yang dibutuhkan.
Dalam persepsi Sukatmo Padmosukarso, Direktur bii, orang-orang HR tidak perlu memahami bisnis terlalu detil karena itu aka menyedot waktu dan konsentrasi sehingga mengganggu pekerjaannya sebagai orang HR.
“Memahami proses bisnis secara umum pun sudah cukup, namun harus memiliki kompetensi sebagai orang HR mumi," tegasnya. Untuk menjadikannya sebagai mitra strategis, bagian HR bii diikutkan dalam proses formulasi strategi bisnis dan berbagai forum bisnis lainnya. “Selain berpartisipasi, mereka juga mewamai strategi bisnis tersebut,” katanya. Dalam setahun terakhir, bahkan, bagian HRdi serahkan untuk mendidik line manager – tidak seperti yang terjadi di banyak perusahaan di mana peran line manager sedemikian sentralnya sehingga mengkerdilkan peran HR.

Bagi Julianto Sidarto, Country Manager Accenture, tidak semua bagian HR harus menjadi mitra bisnis strategik, tergantung pada bagaimana manajemen perusahaan menempatkan posisi HR, strategis apa tidak. Selama bukan bagian dari manajemen, maka bagian HR hanya menjalankan fungsi administrasi saja. “Hal seperti ini banyak terjadi di Indonesia,” ujamya. Hal tersebut jelas tidak terjadi di� Accenture. “Karena aset utama kami adalah manusia.” Di sini. HR merupakan bagian dari manajemen sehingga mendapat perhatiari sama dengan bagian pemasaran dan keuangan. Kalau bagian HR tidak jalan, lanjutnya, sebagai perusahaan penjual jasa manusia, maka tidak ada yang bisa dijual oleh Accenture.
Sulitnya Mencari Orang HR Berkualitas
Persoalannya, pasokan tenaga profesional di bidang HR di Indonesia sangat terbatas. Sumber pasokan utama profesional HR biasanya adalah lulusan psikologi dan hukum. Di bangku kuliah, mereka memang tidak diajarkan tentang berbagai aspek bisnis perusahaan yang sebetulnya terkait dengan tugas mereka sebagai orang HR Akibatnya, pemahaman orang HR terhadap bisnis perusahaan sangat rendah. Sulit sekali mendapatkan orang HR yang benar-benar profesional, seperti diakui Richard McHowat, CEO HSBC Indonesia.
“Saya kira sistem pendidikan HR di Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan kalangan bisnis,” tukasnya. Baginya maupun bagi HSBC, bagian HR memiliki fungsi strategik untuk pencapaian target bisnis perusahaan. “CEO dan eksekutif HR harus jalan bersama-sama. Tidak bisa jalan sendiri-sendiri,” katanya mengilustrasikan pentingnya bagian HR. Secara singkat Richard mengatakan, bila manusia menjadi faktor pembeda bisnis perusahaan dengan pesaing maka berbagai aspek manajemen HR mulai dari rekrutmen hingga sistem reward harus dibuat secara terpadu.

Konsekuensi dari terbatasnya jumlah profesional HR di Indonesia – yang memiliki pemahaman tentang bisnis – menyebabkan banyak perusahaan terpaksa mengambil orang bisnis untuk memimpin bagian HR. Faktanya, sebagian besar eksekutif HR perusahaan di Irdonesia berasal dari kalangan bisnis, bukan orang-orang HR tulen. Endiy PR Abdurrahman, Direktur HR HSBC Indonesia, misalnya, berasal dari kalangan bisnis. S. Wimbo S. Hardjito, sebelum menjadi Direktur HR, adalah orang bisnis (CEO Satelindo). Juga Sukatmo Padmosukarso (bii), Nimrod Sitorus (Bank Mandiri), Muliadi Raharja (Bank Danamon), Kemal Ranadireksa (Bank BNI), dan banyak lagi.
Tetapi, pilihan terhadap orang bisnis ini tidak selalu manjur. Sukatmo menceritakan pengalamannya saat diminta memimpin bagian HR bii ketika bergabung dengan bank itu 2002. Sebagai eksekutif yang berasal dari bisnis jelas pengetahuannya tentang HR tidaklah lengkap. Ketika ia mengajak Kepala Divisi HR dan jajarannya mendiskusikan sistem manajemen HR bii dan berbagai teori HR, semuanya malah tidak mengerti. Rupanya sebagian besar orang HR berasal dari bisnis, yang besar di era kepemimpinan keluarga Eka Tjipta Widjaja dan tidak dibekali kemampuan mengelola orang yang baik. Wajar saja jika kemudian seringkali terjadi demonstrasi karyawan yang merasa tidak puas terhadap manajemen bii pada periode 1999-2001.
Richard McHowat sebetulnya lebih senang bila yang memimpin HR benar-benar praktisi HR sehingga perusahaan tidak perlu sering mengirimkannya ke berbagai program training, konferensi, dan seminar HR. “Sebab, untuk bisa bekerja profesional, orang bisnis harus dibekali dulu ilmu dan teori HR yang memadai,” lanjutnya.
Kelangkaan tenaga profesional HR ini menyebabkan pasar profesional HR mengalami booming. “Sulit sekali mencari profesional HR berkualitas,” aku beberapa eksekutif perusahaan executive search / head hunter kepada Human Capital.
Bagaimana seorang CEO menempatkan fungsi HR memang sangat menentukan strategik atau tidaknya bagian HR. Seperti Richard, CEO Telkomsel Kiskenda Suriamihardja, juga menempatkan bagian HR pada posisi yang sangat strategis. Itu sebabnya, ia memegang langsung manajemen HR bersama-sama dengan Direktur HR, VP HR, dan Kepala Divisi HR. "Soal manajemen HR saya tidak mau main-main. Maju atau tidaknya organisasi sangat ditentukan keberhasilan dalam mengelola HR,” tegasnya serius.
Sebagai orang Telkom, sikap dan keyakinan Kiskenda itu telah menjadi ciri khas orang Telkom, warisan nyata dari mantan CEO Telkom Cacuk Sudarijanto (alm.). Lain lagi dengan Robby Djohan. Di setiap perusahaan yang dia pimpin tidak ada jabatan Direktur HR karena menurutnya manajemen HR harus langsung dipegangnya sebagai CEO. “Bagian lain tidak perlu saya urus, tetapi manajemen HR itu harus ditangani langsung oleh CEO,” begitu ia menjelaskan prinsipnya.

Beruntunglah orang HK bila memiliki CEO dengan pemikiran di atas. Bagi yang tidak beruntung, untuk menjadi dan dianggap mitra bisnis strategik memang butuh upaya ekstra. Ia tidak datang dengan sendirinya. Henurut para penulis buku The Essentials of Negotiation, hasil kerjasama Harvard Business School dengan SHRM, praktisi HR harus meningkatkan kemampuan dirinya dalam bernegosiasi untuk mendapatkan dukungan dari bos, kolega, dan para bawahan (baca: “Strategi Menjadi Mitra Bisnis Strategik”).

Sekarang terpulang kepada para praktisi HR: ingin menjadi mitra strategik atau tidak? Read More...

Transformasi SDM : Suatu Pendekatan Kajian Awal

Dalam banyak paparan baik yang tertulis maupun dalam seminar-seminar, upaya untuk meningkatkan peran SDM di berbagai organisasi perusahaan semakin sering kita dengar. Dimulai dari hal-hal yang bersifat mendasar, penyebutan nama unit organisasi SDM misalnya, dan penggunaan nama personalia menjadi Sumber Daya Manusia. Akhir-akhir ini bahkan mulai banyak kita dengar penggunaan nama Human Capital.
Sesuai dengan namanya, peran manajemen SDM pun telah banyak melalui proses transformasi. Dari peran dan fokus pada kegiatan administrasi personalia semata-mata, menjadi mitra bisnis dari jajaran manajemen ini. Manifestasi peran strategis ini salah satunya dapat terlihat dari keterlibatan langsung para pimpinan puncak perusahaan dalam pengambilan keputusan-keputusan strategis SDM; keberadaan anggota direksi yang khusus mengelola aspek perencanaan dan pengembangan SDM.
Sebagaimana dikatakan oleh David Ulrich, seorang pakar dan penulis di bidang SDM : HR should not be defined by what it does but by what it delivers to the organization's customers, investors and employees. Peran dan fokus tidak lagi pada aspek standard staffing dan� penyelesaian isu-isu kompensasi misalnya, tetapi lebih pada aspek-aspek yang berorientasi pada outcomes.
Dan berbagai survey dan pengamatan, isu-isu strategis SDM belakangan ini semakin sering kita dengar; semakin banyak menjadi topik bahasan menarik dalam forum-forum eksekutif. Pengembangan kepemimpinan, transformasi organisasi dan budaya perusahaan, identifikasi dan pengelolaan talenta, peningkatan produktivitas dan pembelajaran, perencanaan dan penyelenggaraan program-program pelatihan telah menjadi fokus perhatian para jajaran pimpinan perusahaan. Fenomena ini merupakan gambaran yang amat menggembirakan bagi kita para profesional SDM. Isu SDM tidak lagi semata-mata menjadi isu SDM, tetapi telah menjadi isu strategis para eksekutif pengelola bisnis dan organisasi.
Sekalipun banyak perusahaan yang telah melalui proses transformasi SDM sebagaimana disebutkan di atas, masih banyak perusahaan yang masih mencoba mengidentifikasi di mana sesungguhnya letak permasalahan yang dihadapi, khususnya yang terkait dengan aspek manajemen SDM. Keluhan-keluhan para jajaran eksekutif yang banyak kita dengar antara lain, bahwa manajemen SDM perusahaan tidak dapat merespon cepat kebutuhan-kebutuhan bisnis perusahaan seperti misalnya menurunnya kepuasan pelanggan, pertumbuhan revenue, dll.
Di sisi lain, data dan informasi SDM yang tersedia seringkali sulit dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan-keputusan strategis SDM perusahaan. Kebijakan dan prosedur pengelolaan SDM tidak jelas, tidak konsisten penerapannya. Mengapa kita tidak dapat menarik, mempertahankan tenaga profesional yang handal.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, assessment / kajian terhadap kondisi current state dari manajemen SDM akan sangat membantu. Sebagian perusahaan menggunakan istilah HR Audit; ada yang menggunakan istilah HR Diagnostic Review atau HR Organizational Assessment. Pada intinya semua adalah sama, yaitu mengukur efektivitas pengelolaan SDM perusahaan dalam memenuhi kebutuhan bisnis dan organisasi.
Sebagai suatu perangkat diagnostik awal, berikut kami sajikan suatu kerangka pendekatan yang dapat digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang merasa perlu melaksanakan assessment sebagaimana dijabarkan di atas. Pertama-tama, analisa dan tetapkan fokus / alasan utama mengapa assessment perlu dilakukan. Kelompokkan kemudian informasi / pertanyaan ke dalam sejumlah topik :
•��� �HR mission and vision, objectives and strategy

Adakah keterkaitan antara strategi bisnis dan strategi SDM (misal, di saat fokus bisnis perusahaan adalah pada aspek-aspek pertumbuhan revenue, kepuasan pelanggan, perbaikan kualitas, sejauh mana strategi SDM turut mempertimbangkan program-program seperti pengembangan kepemimpinan, transformasi budaya perusahaan, organisasi dll). Apa yang penting menjadi sasaran utama keberadaan organisasi SDM? Peran SDM?
•��� �HR organizational structure

Berdasarkan sasaran dan strategi yang telah ditetapkan, sejauh mana pengelompokan fungsi-fungsi organisasi SDM menunjang pencapaian sasaran dan strategi? Apakah pengelolaan SDM akan menjadi lebih efisien bila sebagian kegiatan dilakukan di-shared service center / outsource? Berapa jumlah staf yang ada? Profil kompetensi? Sejauh mana profil kompetensi yang ada menunjang pencapaian sasaran dan strategi SDM? Apa yang diharapkan menjadi ukuran kinerja SDM?
•��� �HR policies and practices

Sejauh mana kebijakan-kebijakan SDM yang ada menunjang sasaran dan strategi SDM? Sejauh mana keterkaitan terapan kebijakan dan praktek-praktek SDM dengan hasil (HR outcomes)? Apakah kinerja karyawan meningkat? Absentism menurun? Orientasi karyawan pada pelanggan meningkat? Pendelegasian wewenang pengambilan keputusan berjalan efektif?
•��� �HR Information Technology.

Sejauh mana teknologi mendukung efektivitas dan efisiensi pengelolaan SDM?
•��� �HR client / customer focus

Siapa yang menjadi client / customer (pelanggan) dari SDM? Sejauh mana kepuasan pelanggan SDM diukur? Sejauh mana ukuran kinerja SDM terutama yang terkait dengan aspek kepuasan pelanggan dirumuskan secara jelas? Sejauh mana isu-isu kepuasan pelanggan dikelola? Sejauh mana teknologi menunjang kelangsungan proses SDM dengan HR client ?
Mudah-mudahan pertanyaan-pertanyaan diatas dapat bermanfaat dalam menganalisa sejauh mana langkah-langkah untuk meningkatkan lebih jauh efektivitas manajemen SDM perusahaan diperlukan. Sebagaimana disampaikan oleh Ulrich, HR can deliver excellence in four ways: becoming a Partner in Strategy Execution; becoming an Administrative Expert; becoming an Employee Champion; and, becoming a Change Agent.
Kesadaran, kesediaan para eksekutif perusahaan untuk melakukan investasi di SDM sebagaimana halnya investasi di bidang bisnis, ditunjang dengan apresiasi lebih terhadap nilai dan kapabilitas profesional SDM, memungkinkan suatu organisasi merealisasikan potensi dari karyawan yang dimiliki secara lebih optimal. Read More...

Menyelaraskan SDM dengan Strategi Bisnis

Apa yang sebenarnya diperlukan dalam upaya penyelarasan sumber daya manusia dengan strategi bisnis?

Idealnya: transformasi sumber daya angkatan kerja. Istilah kerennya, HR Workforce Transformation: mentransformasi SDM menjadi profesional berkeahlian tinggi sehingga selaras dengan kebutuhan manajemen. Sebab, dengan hal tersebut, perusahaan dapat melakukan hal-hal berikut: pertama, meningkatkan dampak strategis SDM dalam mengembangkan kemampuan organisasi sekaligus mengurangi biaya yang berhubungan dengan tenaga kerja. Kedua, mengurangi biaya SDM melalui proses transaksi yang lebih efisien, memanfaatkan teknologi yang bersifat swalayan, dan memiliki pendukung yang bersifat sentral.

Ini bukan isapan jempol. Sejumlah bukti menunjukkan bahwa transformasi SDM dapat memberi manfaat, antara lain: menurunkan biaya pengelolaan SDM sebesar 29%, menurunkan biaya rata-rata per transaksi SDM sebesar 60%, dan menurunkan biaya administrasi sebesar 20-25% melalui jasa swalayan pegawai dan manajer. Namun, yang perlu diperhatikan dalam transformasi SDM adalah memahami bahwa setiap karyawan memberi kontribusi berbeda untuk kinerja organisasi Di sini, proses kerja, perangkat teknologi dan program kerja yang sesuai akan membantu memaksimalisasi kontribusi mereka terhadap terciptanya kinerja tinggi.
Bagan di bawah ini menggambarkan proses dalam mentransformasi SDM. Pertama, Manajemen K, mencakup kompensasi dan penghargaan, nilai dan pengukuran kinerja, evaluasi kerja dan bimbingan. Kedua, Pengembangan Kinerja, yang berkaitan dengan keahlian serta kerangka kompetensi, manajemen pembelajaran dan manajemen pengetahuan. Berikutnya, Manajemen Alur Kerja untuk merekrut dan menyeleksi angkatan kerja, pengembangan karier dan perencanaan peremajaan (suksesi), dan perencanaan penempatan. Semua itu akan dapat berjalan bila organisasi menerapkan strategi SDM yang menganut prinsip: (1) menarik minat SDM berbakat; (2) mengembangkan keahlian utama; (3) secara berkelanjutan meningkatkan kinerja; dan (4) mempertahankan sumber daya berkinerja tinggi.

Lantas, bagaimana implementasi seluruh unsur di atas?
Berikut adalah contoh implementasi transformasi SDM di sebuah industri pertambangan di Indonesia dalam upaya menyeraskan karyawannya dengan strategi bisnis perusahaan.
Tantangan Bisnis yang Dihadapi
Dalam era yang selalu diwarnai peningkatan harga sumber daya mineral, banyak perusahaan pertambangan yang ingin meningkatkan produktivitas operasional dan menurunkan biaya operasional. Sebuah perusahaan pertambangan skala global yang beroperasi di Indonesia menginginkan bantuan Accenture untuk menganalisis bagaimana menurunkan biaya operasional, terutama yang berkaitan dengan SDM. Tepatnya, melihat kesempatan menempatkan posisi angkatan kerja ke tingkat optimal dan menyelaraskan hubungan antara hal yang imperatif (alur kerja bisnis) dan permintaan SDM.
Salah satu elemen kunci dari usaha ini adalah melakukan studi optimalisasi sumber daya untuk mengidentifikasi sekaligus menyelaraskan kebutuhan sumber daya dengan strategi bisnis. Optimalisasi tersebut akan mengembangkan model SDM yang memperhitungkan jumlah pekerja yang tepat diperlukan dan melakukan benchmark dengan perusahaan tambang lainnya.

Program Apa yang Dilakukan?
Sebuah model SDM untuk implementasi dalam jangka lima tahun diadopsi perusahaan tambang tersebut. Model ini melihat pada operasional (di permukaan, bawah tanah dan proses produksi), jasa teknis (konstruksi, teknik, manajemen tailing), dan pendukung usaha (pengelolaan SDM, TI, rantai persediaan, keuangan dan akuntansi, hubungan eksternal, keselamatan, lingkungan dan kesehatan, serta keamanan), dan sekaligus menyiapkan peta perjalanan untuk mencapai tingkat angkatan kerja yang dibutuhkan.
Adapun penilaian yang dilakukan adalah untuk: (1) menentukan dampak strategi bisnis dan operasional perusahaan terhadap penempatan tenaga kerja, (2) bekerja sama dengan para eksekutif senior untuk menyetujui peta perjalanan tingkat tinggi untuk mendapatkan angkatan kerja yang optimal, (3) menciptakan gambaran pekerja di lapangan, dan (4) mengevaluasi dampak finansial dalam pendekatan gambaran angkatan kerja


Note : Dikutip dari Majalah SWA, edisi Kamis 28 Juni 2007, sebagai sumber inspirasi bisnis saya.

Read More...

Peran HR Semakin Dihargai

Talent management telah menjadi isu di tingkat CEO, dan bukan sekedar "kerjaan orang HR". Semakin banyak CEO dan anggota dewan perusahaan lainnya yang memperhatikan masalah-masalah rekrutmen, retensi dan mengikat talent sebagai tantangan terbesar bisnis yang mereka hadapi saat ini. HR pun makin dihargai.

Demikian benang merah hasil studi Vurv Technology, perusahaan global penyedia teknologi HR, bekerja sama dengan lembaga think tank, pendidikan dan asosiasi profesional Human Capital Institute di AS. Studi bertajuk "The Role of HR in the Age of Talent" yang melibatkan hampir 800 profesional HR dan non-HR tersebut menemukan, HR semakin dilihat oleh dewan perusahaan sebagai bagian penting dan strategis dari keseluruhan kinerja bisnis.

Lebih jauh, studi tersebut menguji, ketika talent management telah menjadi isu perusahaan, apakah HR mampu menaikkan reputasinya dan mendapatkan respek serta tanggung jawab yang sama dengan fungsi-fungsi bisnis yang penting lainnya. Dan, menurut responden, HR telah memberikan hasil. Sebanyak 66% mengatakan bahwa HR telah dihargai atau sangat dihargai, dan secara berkala atau sering dimintai pendapatnya mengenai strategi perusahaan.

Survei juga menyoroti soal penggunaan teknologi-teknologi dalam talent management. Recruitment, Performance Management dan Learning Systems merupakan tiga teknologi HR utama yang paling diprioritaskan. Sementara, Succession Planning dan Performance Management adalah dua aplikasi yang disebut-sebut akan diimplementasikan berikutnya. Responden juga mengakui, sedikit-banyak mengambil manfaat dari teknologi web 2.0 seperti situs-situs jaringan sosial, blog dan wiki.

"Kami gembira melihat organisasi semakin memanfaatkan teknologi-teknologi talent management, dan berencana untuk mengimplementasikan lebih banyak lagi pada tahun-tahun mendatang untuk menjawab tantangan-tantangan yang mereka hadapi," ujar VP HR pada Vurv Sam Hanson.

“Profesi HR perlu meredifinisi peran HR sebagai upaya untuk memberikan langkah-langkah yang dibutuhkan organisasi guna menghadapi kompleksitas dalam membangun dan menjaga lingkungan kerja yang mampu menjawab tantangan," tambah dia.

Menurut laporan penelitian tersebut, lambat tapi pasti profesi HR sedang bertransformasi. Para pemimpin mulai dan semakin menyadari bahwa HR tidak akan bisa mengembangkan talent management jika masih dibebani dengan pekerjaan administratif sehari-hari. Dikatakan, di zaman talent sekarang ini, HR harus dikelola dengan keahlian yang benar.



"Laporan hasil penelitian ’The Role of HR in the Age of Talent’ memperlihatkan bahwa organisasi yang sukses adalah yang menempatkan talent management sebagai prioritas bagi setiap pemimpin, manajer dan supervisor," ujar Direktur Eksekutif Human Capital Institute Allen Schweyer.

"Di era ketika talent langka serta retensi dan mengikat karyawan merupakan tantangan besar, senang melihat kaum eksekutif perusahaan semakin menghargai (peran) HR dan teknologi talent management untuk mendukung inisiatif-inisiatif penting dalam bisnis." Read More...

Perusahaan Sulit Mendapatkan Future Leader

Untuk mengetahui kebutuhan human capital (HC) dalam 3-5 tahun ke depan, sejatinya perusahaan melakukan analisis yang dikaitkan dengan tuntutan sosial, politik, perubahan struktur organisasi, revisi proses bisnis, dan rencana jangka panjang/tahunan. Jika analisis seperti ini dilakukan secara rutin, perusahaan akan tahu kebutuhan orang untuk menjalankan bisnis ke depan. “Sayangnya, banyak perusahaan di Indonesia mengabaikan hal ini. Ketika bisnis makin berkembang, perusahaan kekurangan orang yang kompeten,” demikian disampaikan Octa Melia Jalal di sela-sela acara The 3rd Human Capital National Conference 2010 di PPM Manajemen, Jakarta, 14-15 Desember.

Dari pengalaman mengajar di PPM dan memberikan konsultansi di berbagai perusahaan, Mia – panggilan akrab Octa Melia Jalal – menilai, banyak perusahaan di Indonesia yang tidak memiliki perencanaan matang dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Akibatnya, perusahaan sulit mencari pemimpin yang dapat memenuhi kebutuhan organisasi di masa depan. “SDM yang ada tidak cukup qualified untuk mengerjakan pekerjaan saat ini. Atau, SDM yang ada sudah bagus tapi industrinya berubah. Jadi, tuntutannya semakin tinggi,” ungkapnya.

Mia menyampaikan, kurangnya perhatian perusahaan terhadap kebutuhan SDM terungkap dari hasil survei yang dilakukan PPM tahun ini (2010). Responden yang terlibat dalam survei ini berjumlah 59 perusahaan, berasal dari industri alat berat, consumer goods, telekomunikasi, ritel, rumah sakit, dan lembaga swadaya masyarakat. Menurutnya, tujuan dari survei ini untuk mengetahui praktik akusisi HC di perusahaan.

Dalam pandangan PPM Manajemen, akuisisi HC dimulai dari proses rekrutmen, seleksi, hingga penempatan orang. Dalam penerapannya, akuisisi juga berhubungan dengan hal lain seperti pengembangan SDM, engagement, dan retention. “Dengan mengetahui hal ini, perusahaan dapat merencanakan rekrutmen untuk memenuhi kebutuhan SDM di masa datang,” ujarnya.

Survei yang memotret perkiraan kebutuhan HC ini memperlihatkan bahwa 27,1% perusahaan sudah memiliki dan menjalankan rencana jangka panjang (RJP) dan rencana tahunan dengan baik; 47,5% perusahaan telah memiliki rencana jangka panjang (RJP) namun masih perlu disempurnakan; dan sisanya (25,4%) belum melakukan sama sekali. “Ini menunjukkan, mereka (karyawan) tidak tahu dalam jangka panjang perusahaan mau kemana?” kata Mia bertanya.

Di samping itu, dari survei diketahui pertimbangan yang mendasari perkiraan kesediaan HC di perusahaan. Di antara tiga parameter yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan HC – yaitu perencanaan suksesi, staffing table, dan audit HC – hanya staffing table yang menunjukkan angka cukup tinggi (44,1%). Menurut Mia, responden yang perencanaan suksesinya sudah berjalan baik hanya 16,9%; 47,5% masih perlu disempurnakan; dan 35,6% belum melakukan. Sementara itu, responden yang sudah menjalankan audit HC dengan baik angkanya lebih minim lagi, yaitu hanya 5,1%. Sebagian besar responden (64,4%) sudah melakukan namun tidak yakin benar; dan 30,5% belum melakukan.

“Sejauh ini yang mereka lakukan belum benar karena penghitungan suplai dan demannya tidak sesuai. Tak heran jika banyak perusahaan yang mengeluh belum bisa memenuhi kebutuhan SDM saat ini dan mendatang,” tutur Mia menandaskan. Jadi, apa yang harus dilakukan perusahaan? ”Pertama, perusahaan harus tahu, leaders seperti apa yang dibutuhkan organisasi dalam 3-5 tahun ke depan. Kemudian dihitung, berapa leaders yang ada dan berapa kekurangannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Yang tak kalah penting adalah, manajemen harus melibatkan praktisi human capital dalam membuat program jangka panjang dan rencana tahunan perusahaan,” katanya menyarankan. ■ Firdanianty Read More...

Perusahaan Sulit Mendapatkan Future Leader

Untuk mengetahui kebutuhan human capital (HC) dalam 3-5 tahun ke depan, sejatinya perusahaan melakukan analisis yang dikaitkan dengan tuntutan sosial, politik, perubahan struktur organisasi, revisi proses bisnis, dan rencana jangka panjang/tahunan. Jika analisis seperti ini dilakukan secara rutin, perusahaan akan tahu kebutuhan orang untuk menjalankan bisnis ke depan. “Sayangnya, banyak perusahaan di Indonesia mengabaikan hal ini. Ketika bisnis makin berkembang, perusahaan kekurangan orang yang kompeten,” demikian disampaikan Octa Melia Jalal di sela-sela acara The 3rd Human Capital National Conference 2010 di PPM Manajemen, Jakarta, 14-15 Desember.

Dari pengalaman mengajar di PPM dan memberikan konsultansi di berbagai perusahaan, Mia – panggilan akrab Octa Melia Jalal – menilai, banyak perusahaan di Indonesia yang tidak memiliki perencanaan matang dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Akibatnya, perusahaan sulit mencari pemimpin yang dapat memenuhi kebutuhan organisasi di masa depan. “SDM yang ada tidak cukup qualified untuk mengerjakan pekerjaan saat ini. Atau, SDM yang ada sudah bagus tapi industrinya berubah. Jadi, tuntutannya semakin tinggi,” ungkapnya.

Mia menyampaikan, kurangnya perhatian perusahaan terhadap kebutuhan SDM terungkap dari hasil survei yang dilakukan PPM tahun ini (2010). Responden yang terlibat dalam survei ini berjumlah 59 perusahaan, berasal dari industri alat berat, consumer goods, telekomunikasi, ritel, rumah sakit, dan lembaga swadaya masyarakat. Menurutnya, tujuan dari survei ini untuk mengetahui praktik akusisi HC di perusahaan.

Dalam pandangan PPM Manajemen, akuisisi HC dimulai dari proses rekrutmen, seleksi, hingga penempatan orang. Dalam penerapannya, akuisisi juga berhubungan dengan hal lain seperti pengembangan SDM, engagement, dan retention. “Dengan mengetahui hal ini, perusahaan dapat merencanakan rekrutmen untuk memenuhi kebutuhan SDM di masa datang,” ujarnya.

Survei yang memotret perkiraan kebutuhan HC ini memperlihatkan bahwa 27,1% perusahaan sudah memiliki dan menjalankan rencana jangka panjang (RJP) dan rencana tahunan dengan baik; 47,5% perusahaan telah memiliki rencana jangka panjang (RJP) namun masih perlu disempurnakan; dan sisanya (25,4%) belum melakukan sama sekali. “Ini menunjukkan, mereka (karyawan) tidak tahu dalam jangka panjang perusahaan mau kemana?” kata Mia bertanya.

Di samping itu, dari survei diketahui pertimbangan yang mendasari perkiraan kesediaan HC di perusahaan. Di antara tiga parameter yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan HC – yaitu perencanaan suksesi, staffing table, dan audit HC – hanya staffing table yang menunjukkan angka cukup tinggi (44,1%). Menurut Mia, responden yang perencanaan suksesinya sudah berjalan baik hanya 16,9%; 47,5% masih perlu disempurnakan; dan 35,6% belum melakukan. Sementara itu, responden yang sudah menjalankan audit HC dengan baik angkanya lebih minim lagi, yaitu hanya 5,1%. Sebagian besar responden (64,4%) sudah melakukan namun tidak yakin benar; dan 30,5% belum melakukan.

“Sejauh ini yang mereka lakukan belum benar karena penghitungan suplai dan demannya tidak sesuai. Tak heran jika banyak perusahaan yang mengeluh belum bisa memenuhi kebutuhan SDM saat ini dan mendatang,” tutur Mia menandaskan. Jadi, apa yang harus dilakukan perusahaan? ”Pertama, perusahaan harus tahu, leaders seperti apa yang dibutuhkan organisasi dalam 3-5 tahun ke depan. Kemudian dihitung, berapa leaders yang ada dan berapa kekurangannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Yang tak kalah penting adalah, manajemen harus melibatkan praktisi human capital dalam membuat program jangka panjang dan rencana tahunan perusahaan,” katanya menyarankan. ■ Firdanianty Read More...

Keuangan Karyawan Menentukan Produktivitas Kerja

Karyawan yang mampu mengelola keuangannya dengan baik memiliki tingkat motivasi dan produktivitas kerja yang tinggi. Hal ini dikemukakan oleh praktisi investasi Eko P. Pratomo dalam workshop Cerdas Finansial yang diselenggarakan di Universitas Paramadina, Jakarta beberapa waktu lalu.

Eko menjelaskan, masalah keuangan menduduki porsi besar dalam keluarga. Implikasinya, ketika seseorang tidak bisa menuntaskan masalah keuangannya di rumah, otomatis akan terbawa ke pekerjaannya. Hal ini selanjutnya akan memengaruhi produktivitas kerjanya di kantor.

“Apalagi jika masalah keuangannya berat, seperti tidak bisa membayar utang kartu kredit atau adanya kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi,” ujar dia.

Dalam pandangan Eko, masalah keuangan tidak melulu berkaitan dengan minimnya gaji seseorang. ”Sekalipun gajinya sudah dinaikkan, tapi jika orang yang bersangkutan memiliki banyak keinginan, maka gaji berapa pun tidak akan pernah cukup,” kata dia.

Di sisi lain Eko melihat, banyak orang yang tidak memahami cara mengelola keuangan yang benar. “Di sekolah kita belajar ilmu pengetahuan yang di kemudian hari bermanfaat untuk menghasilkan uang. Tapi, kita tidak diajarkan cara mengelolanya agar uang tersebut bermanfaat,” tutur dia.

Perusahaan Berkepentingan

Eko menilai, perusahaan berkepentingan untuk mengalokasikan sebagian dana untuk mengadakan pelatihan mengenai pengelolaan keuangan keluarga.

“Saya berharap para praktisi HR juga memandang penting masalah keuangan karyawan. Selama ini pelatihan untuk karyawan biasanya melulu dikaitkan dengan peningkatan kompetensi atau skill karyawan yang berhubungan dengan pekerjaan, dan manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh perusahaan,” ujar dia.

Eko memperkirakan, karyawan yang keuangan pribadinya bermasalah, setidaknya akan membuang 50% energinya untuk memikirkan masalah tersebut. Jika masalah yang menyita kapasitas karyawan ini dapat dihilangkan, Eko optimistis, karyawan dapat bekerja lebih fokus dan amanah dalam menjalankan tugas-tugasnya.

Karena itu, Eko menghimbau kepada praktisi HR di perusahaan agar tidak menganggap remeh masalah ini. “Dengan mengikuti pelatihan cara mengelola keuangan yang cerdas, saya berharap setiap orang dapat terbebas dari masalah keuangan, sehingga dapat bekerja lebih produktif,” tutur dia. ■ Firdanianty Read More...

Menangani Stres dalam Pekerjaan

“Stres dalam pekerjaan bila tidak dapat diatasi akan menimbulkan gangguan, bahkan menyebabkan penyakit kronis,” demikian disampaikan Wilman Dahlan, pengajar dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, pada HR Expo yang berlangsung di Jakarta Convention Center (2/12).

Menurutnya, stres merupakan hal yang wajar dialami oleh manusia. Perbedaan pada derajat stres terjadi karena setiap orang punya cara yang berbeda dalam bereaksi terhadap situasi yang menimbulkan stres. Misalnya, ketika menghadapi pekerjaan yang menumpuk, reaksi yang ditampilkan setiap individu berbeda-beda. Ada yang meluapkannya dalam bentuk kemarahan, menampakkan wajah tegang, atau menyikapinya dengan santai.

“Padahal situasi yang dihadapi sama,” katanya.

Wilman mengungkapkan, sumber stres di lingkungan kerja dapat bersifat konkret seperti atasan, rekan kerja, kompensasi yang diterima, atau terlalu sering tugas ke luar kota. Di samping itu, ada pula sumber stres yang bersifat abstrak, misalnya, beban kerja yang tinggi, pekerjaan belum selesai sedangkan batas waktu semakin dekat, menyiapkan presentasi, perusahaan mengalami kemunduran, kemungkinan terkena PHK, dan perkembangan karier yang tidak jelas.

Dilihat dari definisinya, Wilman menyebutkan, stres merupakan keadaan yang tidak seimbang antara tuntutan dan sumber daya yang dimiliki seseorang. “Stres terjadi saat individu menghadapi tuntutan yang melampaui kemampuan dirinya, sebagai akibat tekanan yang berasal dari sumber stres atau disebut stresor,” paparnya.

Stres pada pekerjaan dapat menimbulkan berbagai penyakit berbahaya. Di kalangan pekerja Indonesia, penyakit akibat stres yang paling banyak muncul antara lain: jantung koroner, hipertensi, tukak lambung, keletihan, mudah pilek, gangguan tidur, sakit kepala, migren, nyeri kuduk dan pundak, gangguan menstruasi, gangguan pencernaan, mual-mual, dan alergi. Di samping itu, stres juga menimbulkan ketidakhadiran dan kecelakaan kerja yang cukup tinggi.

Wilman menilai, sejauh ini usaha yang dilakukan manajemen untuk meningkatkan produktivitas karyawan hanya yang berhubungan dengan keterampilan kerja, tanpa disertai keterampilan mengatasi stres. “Ini tidak akan memberikan hasil yang optimal, karena stres yang dialami seseorang akan menurunkan konsentrasi dalam bekerja,” ujarnya. Karena itu, agar produktivitas kerja mencapai hasil yang optimal, ia menyarankan, karyawan sebaiknya juga diberikan pelatihan manajemen stres.

Ia menjelaskan, manajemen stres adalah kegiatan untuk meningkatkan kemampuan individu dalam mengatasi stresor atau emosi negatif yang ditimbulkan oleh stresor. “Manajemen stres bertujuan untuk meningkatkan kemampuan individu dalam menangani stres yang dialami seseorang,” tuturnya. Kegiatan dalam manajemen stres, ungkap Wilman, berorientasi pada perubahan perilaku, bukan perubahan pada aspek kepribadian. Dengan begitu, individu diharapkan dapat melakukan monitoring terhadap perilaku yang ditampilkannya, lalu mengevaluasinya sendiri.

Akan tetapi, jika gangguan stres sudah demikian serius baik bagi kepribadian maupun kesehatan seseorang, Wilman menganjurkan untuk segera berkonsultasi pada tenaga profesional. Upaya lain yang dinilainya dapat mengurangi stres adalah melakukan kegiatan yang berhubungan erat dengan keagamaan disertai penyerahan diri kepada Tuhan, seperti sholat, zikir, tafakur, meditasi, atau membaca kitab suci. ■ Firdanianty Read More...

10 Alasan HRD Harus Berpartisipasi di Media Sosial

Pertumbuhan situs-situs jejaring sosial yang sangat pesat di Indonesia membuat para profesional HR (Human Resource) tidak mungkin lagi mengabaikannya.

Hari ini jumlah pengguna Facebook di Indonesia diperkirakan telah mencapai 25 juta dan menjadi negara nomor dua setelah Amerika Serikat. Sementara pengguna Twitter di Indonesia 5 juta orang dan menjadi yang terbesar di Asia. Dengan statistik seperti ini, rasanya kita akan tertinggal apabila tidak ikut berpartisipasi dalam situs-situs jejaring sosial tersebut.

Berpartisipasi di situs jejaring sosial adalah salah satu cara penting bagi siapa saja untuk memperluas wawasan dan jejaringnya. Dengan semakin marak pertumbuhannya, maka situs-situs ini pun diperkirakan akan memainkan peran yang semakin besar dalam peningkatan karir dan keberhasilan profesional seseorang.

Bila Anda masih belum yakin dan merasa buang-buang waktu saja bermain di media sosial, situs About.com memberikan 10 alasan mengapa rekan-rekan HR sebaiknya berpartisipasi di media sosial.

Tetap terhubung/mengikuti perkembangan teman-teman dan rekan sekerja. Dengan jumlah pengguna situs jejaring sosial yang demikian besar, maka besar kemungkinan Anda dapat menemukan teman Anda, atau mantan rekan sekerja yang telah kehilangan kontak.

Membantu teman/rekan sekerja mencari Anda. Sebaliknya, Anda pun dapat ditemukan oleh teman-teman/rekan sekerja lama yang siapa tahu selama ini mencari-cari Anda.

Mencari kandidat untuk pekerjaan. Anda bisa menyebarkan informasi lowongan melalui jejaring online Anda dan meminta referensi kandidat. Banyak perusahaan sudah mendapatkan kandidat-kandidat terbaik mereka melalui situs seperti LinkedIn dan Facebook.

Mencari pekerjaan baru. Sebaliknya Anda juga bisa memanfaatkan situs-situs ini untuk menemukan pekerjaan di bidang HR bila Anda berkeinginan untuk pindah dari pekerjaan sekarang.

Membangun brand personal Anda di ranah online. Informasi yang Anda sebarkan di situs-situs jejaring sosial akan membentuk citra/persepsi tentang Anda. Disadari atau tidak, Anda sedang membangun brand personal Anda di ranah online. Jangan sampai ketika calon bos mencari tentang Anda di Google atau mesin pencari yang lain, dia tidak menemukan apa-apa, atau menemukan informasi-informasi yang negatif tentang Anda. Jagalah brand personal Anda tersebut dengan baik.

Bergabung dengan kelompok-kelompok yang memiliki minat dan profesi yang sama. Kita bisa bergabung dengan grup-grup sesuai dengan minat dan profesi, misalnya saja di Facebook banyak orang membuat grup sesuai dengan minat/profesi/komunitas tertentu. Mengikuti grup-grup seperti ini membantu kita tetap terhubung dan terus mendapatkan informasi terbaru sesuai dengan bidang kita.

Membangun koneksi sosial dari waktu ke waktu. Keberadaan di situs jejaring sosial meliputi berbagai usia, dan seringkali setelah memasuki situs-situs ini Anda seperti membangun sebuah keberadaan yang harus dijaga sepanjang waktu. Dari waktu ke waktu Anda akan menemukan koneksi sosial Anda terus bertumbuh dan dari berbagai usia.

Memberikan wadah kepada user untuk berinteraksi dengan Anda. Siapakah user Anda? Apakah para manager dan karyawan? Semua konsumen ingin didengarkan kebutuhan dan keinginan mereka. Mereka ingin memberi masukan bagaimana Anda bisa melayani mereka dengan lebih baik. Situs-situs jejaring sosial adalah alat yang sangat baik untuk hal ini.

Membangun komunitas untuk mendukung produk atau layanan perusahaan. Apakah karyawan yang menjadi “wajah” perusahaan sudah cukup tampil, terlihat menyenangkan, berwawasan, dan mudah didekati di media sosial? Anda perlu menumbuhkan karyawan-karyawan seperti ini. Lebih dari iklan yang berbayar, dunia online mencari para duta produk atau perusahaan yang dapat membangun komunitas yang setia. Karyawan dapat menjadi duta brand/perusahaan yang sangat baik.

Perusahaan tempat Anda bekerja pun perlu membangun keberadaan di media sosial. Cepat atau lambat, pasti perusahaan atau brand Anda akan tampil/eksis di media sosial. Pengetahuan dan kepiawaian Anda berkomunikasi di media ini akan sangat berguna untuk karier Anda. Read More...

Upah Minimun Propinsi 2011 :

                                
Upah Minimum 33 Propinsi di Indonesia tahun 2011 dibandingkan dengan 2010 :

Propinsi                    UMP 2010                        UMP 2011
Aceh                         1.300.000                         1.350.000
Sumatera Utara          965.000                           1.035.500
Sumatera Barat           940.000                           1.055.000
Riau                         1.016.000                           1.120.000
Kepulauan Riau          925.000                               975.000
Jambi                         900.000                            1.028.000
Sumatera Selatan       927.825                            1.048.440
Bangka Belitung         910.000                            1.024.000
Bengkulu                   780.000                               815.000
Lampung                   767.500                               855.000
Jawa Barat                671.500                               732.000
DKI Jakarta           1.118.009                            1.290.000
Banten                      955.300                             1.000.000
Jawa Tengah             660.000                                675.000
Yogyakarta               745.694                                808.000
Jawa Timur               630.000                                705.000
Bali                           829.316                                890.000
NTB                         890.775                                950.000
NNT                        800.000                                850.000
KalBar                      741.000                               802.500
Kalsel                     1.024.000                            1.126.000
KalTeng                     986.590                            1.134.580
KalTim                   1.002.000                             1.084.000
Maluku                      840.000                                900.000
Maluku Utara             847.000                             belum diputuskan
Gorontalo                   710.000                               762.500
Sulawesi Utara         1.000.000                            1.080.000
Sulawesi Tenggara       860.000                               930.000
Sulawesi Tengah          777.500                               827.500
Sulawesi Selatan       1.000.000                            1.100.000
Sulawesi Barat             944.200                            1.006.000
Papua                       1.316.500                            1.403.000
Papua Barat              1.210.000                            1.410.000 Read More...

Coaching Skills - Membina Karyawan yang Bermasalah

Tahapan dalam melakukan sesi coaching and counseling diawali dengan fase pendahuluan. Kalau Anda yang meminta pertemuan ini, sampaikan maksud pertemuan dengan jelas. Sampaikan juga tujuan pertemuan yang ingin dicapai.

Tahapan berikutnya adalah menjelaskan masalah. Pada tahap ini, jelaskan mengenai masalah kinerja yang akhir-akhir ini terjadi. Jelaskan dengan spesifik disertai dengan contoh-contoh atau bukti perilaku yang konkrit; dan kemudian juga uraiakan dampak masalah terhadap kinerja rekan-rekannya dan juga kinerja unit secara keseluruhan.

Dalam fase beriktunya, yakni fase untuk menggali masalah, berikan kesempatan kepada karyawan untuk memberikan komentarnya atas penjelasan yang telah Anda berikan. Kemudian, diskusikan penyebab masalah kinerja dengannya. Ajukan sejumlah pertanyaan untuk menggali akar penyebab masalah kinerja.
Selanjutnya kita perlu melakukan fase keempat yakni mengenai tindakan koreksi. Dalam fase ini, sampaikan :
• Standar kinerja yang Anda harapkan, dan selama ini ternyata belum dapat tercapai dengan memuaskan
• Menggali gagasan atau melakukan tukar pikiran guna mencari solusi. Tentukan solusi yang SMART (Spesific, Measurable, Agreeable, Realistic, and Time-bound)

• Dapatkan ide solusi dari karyawan Anda
Setelah fase diatas, maka dilanjutkan dengan menyusun rencana tindakan perbaikan untuk mengatasi masalah yang ada. Dalam konteks ini, penting sekali untuk memberikan komitmen dan dukungan kita dalam implementasi rencana tindakan perbaikan. Kemudian sesi ditutup dengan meringkaskan inti dari pembicaraan, khususnya rencana tindakan yang disetujui. Lalu tutuplah pertemuan dengan nada positif.
Tunjukkan kepercayaan Anda bahwa karyawan Anda akan bisa melakukan peningkatan kinerja. Yang paling penting adalah kita kemudian mesti juga menindaklanjuti pertemuan dengan memantau pelaksanaan rencana tindakan perbaikan. Read More...

Communication Skills - Ketrampilan Komunikasi secara Efektif

Terdapat pola komunikasi yang negatif dan pola komunikasi yang positif. Pola komunikasi yang negatif berujud pada sikap deflecting, dimana kita cenderung mengedepankan pengalaman kita sendiri (dan kemudian menerocos panjang lebar tentang berbagai hal yang pernah dialaminya), serta meminta orang lain untuk menjadi pendengar.
Pola komunikasi ini bukan hal yang aneh, dan kita mungkin sering menjumpainya dalam kehidupan sehari-hari. Setiap orang cenderung lebih suka menceritakan dan berbicara tentang beragam hal yang pernah dilihat atau dialaminya; daripada mendengar dengan penuh perhatian.
Dalam sebuah penelitian mengenai kata apa yang paling sering disebut dalam sebuah percakapan telpon, maka terungkap bahwa kata yang paling sering muncul adalah kata “saya…..”. Fakta ini menunjukkan bahwa setiap orang cenderung ingin lebih mengedepankan pengalaman dirinya dibanding mendengarkan secara serius.

Dengan pola deflecting semacam ini, maka orang yang tadinya ingin menyampaikan sesuatu, kini malah berbalik menjadi pendengar dari ceramah panjang lebar yang kita berikan. Dalam proses semacam ini, maka komunikasi dua arah yang produktif tidak akan terjadi.
Pola komunikasi negatif lainnya yang ada adalah pola advising, atau pola dimana kita cenderung untuk menggurui, atau memaksakan pendapat; tanpa membuka kesempatan untuk terjadinya sebuah dialog yang sehat.

Sementara itu, pola komunikasi yang positif adalah pola probing, dimana kita mengekspresikan rasa perhatian kita atas apa yang kita dengar melalui pertanyaan lebih lanjut. Proses semacam ini mendorong orang lain akan merasa dihargai dan membuka peluang bagi upaya komunikasi yang positif. Pola lainnya adalah pola refecting, dimana kita mengekspresikan empati kita dengan cara memahami situasi pembicara.
Agar kita mampu memerankan diri sebagai karyawan yang efektif, maka mestinya kita lebih banyak menggunakan pola komunikasi probing atau reflecting; dan bukan pola komunikasi deflecting atau directing. Sebab dengan demikian, kita akan bisa membangun proses komunikasi yang lebih produktif dengan sesama rekan kerja kita.

Ada tujuh prinsip komunikasi yang suportif. Tujuh prinsip ini adalah sebagai berikut:
• Berorientasi pada masalah, bukan pada pribadi.
• Ada kesesuaian antara apa yang dikatakan dengan yang dirasakan.
• Bersifat deskriptif, bukan evaluatif.
• Menghargai orang yang diajak bicara.
• Bersifat spesifik, bukannya global.
• Bersifat dua arah, tidak menyela, tidak mendominasi.
• Bertanggung jawab atas apa yang dikatakan. Read More...

Presentasi dan Gaya Belajar Orang Dewasa

Dalam hal ini, terdapat tiga metode pembelajaran, yakni : a) Metode Visual dimana peserta menggunakan penglihatannya untuk belajar. Dalam hal ini peserta bisa diberikan bahan bacaan atau gambar untuk dilihat, dibaca dan dipelajari.
Bahan bacaan atau gambar memuat sejumlah instruksi atau pengetahuan yang akan memberikan informasi mengenai bagaimana melakukan sesuatu. Dari sini seseorang bisa belajar tentang cara bertindak dan berperilaku.

Metode Auditorial dimana peserta menggunakan alat pendengarannya untuk belajar. Dalam hal ini bisa diberikan suara dari tape recorder atau ceramah, sehingga peserta bisa mendengar dan belajar darinya
Metode Kinestetik dimana peserta menggunakan tangan dan kaki secara fisik untuk belajar. Dalam cara ini peserta belajar melalui praktek langsung.
Cara menggunakan alat bantu visual. Didalamnya diuraikan tips menggunakan alat bantu visual, juga diterangkan mengenai perlunya melakukan percobaan (review) mengenai alat bantu visual yang akan kita gunakan sehingga kita benar-benar familiar dengannya. Serta juga dipaparkan mengenai letak alat bantu visual yang paling tepat bagi audiens.

Pedoman dalam menyusun bahan slide presentasi; diantara bagaiman membuat grafik dan tabel yang menarik. Serta juga dijelaskan untuk menghindari cara pemaparan angka yang terlalu rumit dalam sebuah slide.
Panduan dalam menggunakan warna pada slide. Disini beberapa hal yang perlu diingat adalah sbb :

• Gunakan Template Yang Konsisten Selama Presentasi
• Umumnya, Gunakan Dasar Polos untuk OHP, & Warna yang tidak terlalu mencolok untuk LCD Projector
• Kontraskan Warna Tulisan & Dasar
• Warna Harus Harmoni
• Jangan Semrawut dengan lebih dari 3-4 Warna

Cara kita berinteraksi dengan para peserta. Termasuk didalamnya adalah dengan melibatkan partisipasi peserta serta teknik menjawab pertanyaan yang muncul dari para peserta.
Read More...

Jenis Presentasi dan Gaya Belajar Orang Dewasa

Dalam hal ini, terdapat tiga metode pembelajaran, yakni : a) Metode Visual dimana peserta menggunakan penglihatannya untuk belajar. Dalam hal ini peserta bisa diberikan bahan bacaan atau gambar untuk dilihat, dibaca dan dipelajari.
Bahan bacaan atau gambar memuat sejumlah instruksi atau pengetahuan yang akan memberikan informasi mengenai bagaimana melakukan sesuatu. Dari sini seseorang bisa belajar tentang cara bertindak dan berperilaku.
Metode Auditorial dimana peserta menggunakan alat pendengarannya untuk belajar. Dalam hal ini bisa diberikan suara dari tape recorder atau ceramah, sehingga peserta bisa mendengar dan belajar darinya
Metode Kinestetik dimana peserta menggunakan tangan dan kaki secara fisik untuk belajar. Dalam cara ini peserta belajar melalui praktek langsung.
Cara menggunakan alat bantu visual. Didalamnya diuraikan tips menggunakan alat bantu visual, juga diterangkan mengenai perlunya melakukan percobaan (review) mengenai alat bantu visual yang akan kita gunakan sehingga kita benar-benar familiar dengannya. Serta juga dipaparkan mengenai letak alat bantu visual yang paling tepat bagi audiens.
Pedoman dalam menyusun bahan slide presentasi; diantara bagaiman membuat grafik dan tabel yang menarik. Serta juga dijelaskan untuk menghindari cara pemaparan angka yang terlalu rumit dalam sebuah slide.
Panduan dalam menggunakan warna pada slide. Disini beberapa hal yang perlu diingat adalah sbb :

• Gunakan Template Yang Konsisten Selama Presentasi
• Umumnya, Gunakan Dasar Polos untuk OHP, & Warna yang tidak terlalu mencolok untuk LCD Projector
• Kontraskan Warna Tulisan & Dasar
• Warna Harus Harmoni
• Jangan Semrawut dengan lebih dari 3-4 Warna

Cara kita berinteraksi dengan para peserta. Termasuk didalamnya adalah dengan melibatkan partisipasi peserta serta teknik menjawab pertanyaan yang muncul dari para peserta.
Read More...

Bantuan CSR untuk UKM - Usaha Kecil Menengah

Untuk memberikan bantuan kepada usaha kecil dan menengah secara lebih efektif, maka perlu juga dipahami mengenai tiga aspek kunci dalam usaha, yakni: Produksi, Pemasaran dan Keuangan.
Dalam aspek produksi, kita melihat aspek berikut :
• Apakah produk yang dihasilkan memiliki fitur tertentu yang membedakan dengan produk pesaing?
• Bagaimana dengan kontrol konsistensi mutunya?
• Berapa kapasitas produksinya? Bagaimana dengan jaminan pasokanbahan baku?
Dalam aspek pemasaran, dimana kelayakan sebuah usaha mesti dinilai dari hal berikut :
• Bagaimana tren penjualannya selama ini?
• Apakah prospek pasarnya baik atau tidak? Bagaimana menghadapi persaingan?
• Bagaimana strategi harga jualnya? Dan kegiatan pemasaran apa yang sudah dijalankan?
• Kemana rencana ekspansi pasar?
Dalam aspek keuangan, dimana kelayakan sebuah usaha mesti dinilai dari hal berikut :
• Bagaimana kondisi keuangannya selama beberapa tahun belakangan?
• Berapa modal yang dibutuhkan untuk produksi?
• Apa saja komponen biaya produksinya?
• Berapa lama modal akan dapat kembali?
Empat tahapan dalam proses penyusunan program comdev, yang dimulai dari analisa kebutuhan, penyusunan desain program, implementasi dan kemudian evaluasi.
Proses analisa kebutuhan comdev. Analisa ini dilakukan untuk mengetahui kebutuhan program comdev yang relevan dengan strategi perusahaan. Dalam konteks ini, perusahaan mesti sebelumnya merancang agenda dan skala prioritas mengenai pada area apa comdev akan diarahkan. Apakah dalam pendidikan, ekonomi, atau kegiatan budaya?
Proses menggali data untuk kebutuhan analisa. Dalam hal ini informasi dapat digali melalui:
• Observasi dan interview ke lapangan/terjung langsung
• Informasi dari media massa, pemda atau ormas
Analisa difokuskan pada potensi yang dapat dikembangkan dari komunitas lokal. Apa potensi yang mereka miliki? Dan bagaimana prospek pengembangannya? Read More...

Manajemen Waktu dan Efektivitas Perencanaan Kerja

Manfaat pengelolaan dan perencanaan yang efektif, yakni :
• Pengembangan diri – dengan melakukan perencanaan yang efektif, maka seseorang akan mampu menyisakan waktu luang yang berharga untuk menyusun pengembangan diri guna peningkatan kinerjanya.
• Pekerjaan tuntas dan selesai tepat waktu sehingga pekerjaan tidak menumpuk; dan tidak mesti melakukan lembur guna menuntaskan pekerjaan.
• Pekerjaan dapat ditata dengan rapi, dan akan memudahkan proses mengorganisasikan dan mengendalikan pekerjaan lainnya.
Ada empat zona waktu yang berbeda-beda. Zona satu: Saya lebih suka kehidupan yang tenang, bebas dari banyak tekanan. Saya suka bekerja dengan cara saya sendiri dan tetap santai menghadapi deadline.Menurut saya, jika ada hal yang tidak terselesaikan tepat pada waktunya, apakah itu betul-betul bermasalah? Saya jarang datang tepat waktu.
Zona dua: Kesenangan saya yang terbesar adalah bersosialisasi, makan malam bersama teman kantor di luar atau menghadiri pesta. Saya sering bertindak menurut kata hati dan tidak cukup memikirkan konsekuensinya. Saya jauh lebih cepat bertindak secara spontan daripada menurut rencana. Saya lebih menyukai pekerjaan yang memberikan banyak variasi, dan cepat memberikan hasil.
Zona tiga: Saya mengorganisir hidup saya dengan hati-hati dan lebih menyukai rutinitas. Saya sangat hati-hati dengan diet, berolah raga dengan teratur dan membeli asuransi kesehatan dan jiwa. Saya mempertimbangkan setiap tindakan yang akan saya lakukan.
Zona empat: Saya menyukai pekerjaan dengan deadline ketat dan bangga dengan ketepatan waktu saya. Saya secara umum sangat teratur dan bekerja dengan baik di bawah tekanan. Saya mengakui kesulitan relax dan enjoy menghadapi berbagai tantangan. Saya cenderung menghadiri rapat tepat pada waktunya.
Artinya jika orang itu memilih zona waktu pertama, berarti orang itu cenderung memiliki tipe “present fatalistic”, atau mereka yang senantiasa santai dan suka menunda-nunda keputusan selama mungkin. Hambatan mereka menuju pengelolaan waktu yang lebih baik adalah ketidakmampuan untuk memulai dan tetap.
Sementara jika zona dua yang dipilih, maka orang tersebut dianggap sebagai ‘present hedonistic’, karena mereka dimotivasi oleh kebutuhan akan penghargaan dan kesenangan yang bisa dengan cepat diperoleh. Hambatan mereka: tidak suka merencanakan dan mengorganisir. Anda akan menunda hal yang mendesak tetapi tidak anda sukai, dan melakukan hal yang berprioritas rendah tetapi lebih menyenangkan.
Zona tiga menunjukkan sifat ‘future orientated’, karena mereka merencanakan sasaran jangka panjang baik karier maupun masalah pribadi. Sebenarnya Anda sudah mengelola diri dan waktu Anda secara efektif, tetapi masih memungkinkan untuk mengembangkan kemampuan Anda untuk bisa mengelola waktu lebih efisien.
Sementara zona empat merupakan orang dengan tipe ‘time conscious’. Mereka menyukai bekerja dengan deadline dan tuntutan ketepatan waktu. Anda akan kesulitan menghadapi orang yang kurang tepat waktu atau orang yang tidak menunjukkan sense of urgency dalam memenuhi deadline. Read More...

Mengelola Waktu secara Efektif - Time Management

Terdapat tiga jenis aktivitas, yakni: The Test of Necessity atau “Apakah hal itu perlu untuk dilakukan?” . Sebagai misal ketika kita bekerja, kita sering ngobrol hal diluar pekerjaan, atau juga main internet atau game komputer, atau sekedar baca koran.
Pertanyaannya adalah : apakah semua hal ini perlu bagi keberhasilan pekerjaan saya, atau justru membuang waktu produktif saya? Jika jawabannya adalah bahwa semua aktivitas ini kurang bermanfaat, maka mestinya kita hilangkan atau kurangi. The Test of Appropriateness atau “Apakah saya yang harus melakukan hal itu?”. Hal ini artinya adalah menanyakan apakah tugas-tugas yang dibebankan kepada kita memang benar-benar kita yang harus menjalankan atau sebaiknya orang lain saja yang lebih pas.
Misal, pekerjaan memfotocopy : apakah memang kita sendiri yang harus melakukan. Atau pekerjaan lain yang mungkin orang lain – dari segi keahlian – lebih pas mengerjakan hal ini daripada kita.
Tes ini pada dasarnya menanyakan apakah kita memang yang benar-benar layak melakukan tugas itu ataukah mestinya orang lain saja; dan kita bisa menggunakan waktu kita untuk pekerjaan lain yang mungkin lebih pas dengan posisi dan tanggungjawab kita.
The Test of Efficiency atau “Bagaimana saya dapat mengerjakan hal itu lebih baik?” Hal ini bermakna bahwa kita mesti mencari tahu apakah ada cara lain yang lebih efisien untuk menyelesaikan pekerjaan kita? Supaya waktu kita untuk mengerjakannya bisa lebih cepat namun tetap akurat.

Ada tiga tahapan prioritas, yang merupakan penerapan metode ABC, atau :
• Priority A – ‘Must do’
o Penting, harus dilakukan & segera
• Priority B – ‘Should do’
o Penting & harus dilakukan
• Priority C – ‘Nice to do’
o Dapat ditangguhkan pelaksanaannya Read More...

Mengelola Waktu secara Efektif - Time Management

Terdapat tiga jenis aktivitas, yakni: The Test of Necessity atau “Apakah hal itu perlu untuk dilakukan?” . Sebagai misal ketika kita bekerja, kita sering ngobrol hal diluar pekerjaan, atau juga main internet atau game komputer, atau sekedar baca koran.
Pertanyaannya adalah : apakah semua hal ini perlu bagi keberhasilan pekerjaan saya, atau justru membuang waktu produktif saya?    Jika jawabannya adalah bahwa semua aktivitas ini kurang bermanfaat, maka mestinya kita hilangkan atau kurangi.
The Test of Appropriateness atau “Apakah saya yang harus melakukan hal itu?”. Hal ini artinya adalah menanyakan apakah tugas-tugas yang dibebankan kepada kita memang benar-benar kita yang harus menjalankan atau sebaiknya orang lain saja yang lebih pas.
Misal, pekerjaan memfotocopy : apakah memang kita sendiri yang harus melakukan. Atau pekerjaan lain yang mungkin orang lain – dari segi keahlian – lebih pas mengerjakan hal ini daripada kita.
Tes ini pada dasarnya menanyakan apakah kita memang yang benar-benar layak melakukan tugas itu ataukah mestinya orang lain saja; dan kita bisa menggunakan waktu kita untuk pekerjaan lain yang mungkin lebih pas dengan posisi dan tanggungjawab kita.
The Test of Efficiency atau “Bagaimana saya dapat mengerjakan hal itu lebih baik?” Hal ini bermakna bahwa kita mesti mencari tahu apakah ada cara lain yang lebih efisien untuk menyelesaikan pekerjaan kita? Supaya waktu kita untuk mengerjakannya bisa lebih cepat namun tetap akurat.
Ada tiga tahapan prioritas, yang merupakan penerapan metode ABC, atau :
• Priority A – ‘Must do’
o Penting, harus dilakukan & segera
• Priority B – ‘Should do’
o Penting & harus dilakukan
• Priority C – ‘Nice to do’
o Dapat ditangguhkan pelaksanaannya Read More...

Manajemen Kinerja – Tahapan dalam Mengelola Kinerja Karyawan

Secara detil, terdapat lima langkah utama dalam melakukan performance coaching, yakni :
1. Memetakan masalah kinerja secara profesional
2. Mendiskusikan penyebab masalahnya
3. Mengenali dan mencatat solusi yang mungkin
4. Mengembangkan rencana kerja secara spesifik
5. Mengelola dan menjadwalkan sesi tindak lanjut (follow up)

Langkah 1 : Memetakan Masalah Kinerja secara Professional
Saat Anda menggambarkan permasalahan, Anda harus lebih spesifik. Sebaiknya menunjuk ke level kinerja yang dapat diterima (kuantitas atau kualitas) dan tunjukkan secara langsung kepada karyawan jika hasil mereka tidak sesuai dengan level tersebut.
Dengan mengacu ke data-data yang ada dapat membantu Anda dalam menunjukkan permasalahan yang ada kepada karyawan. Penting bagi Anda untuk membuka diskusi ini dengan cara yang positif, bukan dengan cara mengancam.

Langkah 2 : Mendiskusikan Penyebab Masalah
Kita sebaiknay melakukan proses diskusi dengan tetap santai dan bersahabat. Kumpulkan seluruh informasi yang Anda dapatkan mengenai permasalahan yang ada dengan menanyakan pertanyaan terbuka (pertanyaan umumnya dimulai dengan kata-kata seperti “Bagaimana”, “Apa”, “Siapa”, dan “Kapan”) .
Pertanyaan ini akan membawa Anda semakin dekat dengan sumber permasalahan. Anda mungkin merasa inilah saatnya untuk menanyakan beberapa pertanyaan secara spesifik yang dirancang untuk memperjelas dan menunjukkan penyebabnya dengan tepat.
Ketika karyawan mengungkapkan kekhawatiran atau kefrustasian dalam menjalani faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikannya, maka itulah saat yang tepat bagi Anda untuk mendengarkan dan menanggapi dengan empati.

Sejumlah faktor penyebab terjadinya kinerja yang tidak optimal antara lain adalah sbb :
Faktor ketidakjelasan peran
• Apakah karyawan mengetahui apa yang diharapkan darinya? Apakah dia mengetahui juga apabila terjadi permasalahan?
Faktor kompetensi atau kecakapan
• Apakah karyawan memiliki keterampilan, kemampuan, dan bakat yang diperlukan untuk melakukan pekerjaannya? Apakah dia mendapatkan pelatihan untuk melakukan pekerjaannya?
Faktor sarana kerja
• Apakah karyawan memiliki alat dan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaannya? Apakah sistem mendukung pencapaian kinerja yang baik?
Faktor lingkungan kerja
• Apakah kinerja yang baik diberikan penghargaan atau hukuman? Apakah kinerja yang buruk tetap di hargai? Apakah karyawan diperlakukan dengan adil? Apakah kondisi pekerjaan mendukung pencapaian kinerja yang baik?
Faktor motivasi/masalah pribadi
• Apakah hal atau permasalahan kehidupan pribadi karyawan dapat mempengaruhi kinerjanya? Apakah sikap dan moral karyawan dapat menghalangi kesuksesan karyawan tersebut dalam menerapkan keterampilan dan kemampuannya?
Dari uraian diatas terlihat bahwa masalah kinerja bukan semata karena masalah kompetensi. Ada sejumlah faktor lain yang mungkin menjadi penyebab seperti ketiadan sarana kerja yang mendukung atau kebijakan manajemen yang kurang relevan dengan tantangan yang ada.
Identifikasi yang menyeluruh terhadap beragam faktor diatas merupakan bahan yang baik untuk dapat menyusun solusi yang tepat sasaran.

Langkah 3 : Mengidentifikasi Solusi yang Mungkin
Setelah Anda mengidentifikasi penyebab dari masalah kinerja, Anda akan merasa perlu untuk memutuskan bagaimana memperbaikinya. Karyawan merupakan orang yang terdekat dengan permasalahan – maka tanyalah ide mereka dan catat. Karyawan akan lebih sungguh-sungguh dalam menyelesaikan permasalahan jika dia dapat ikut memberikan solusinya.

Langkah 4 : Mengembangkan Rencana Tindakan Pengembangan dan Solusi
Setelah ide mengenai solusi diperoleh, maka sebaiknya semua gagasan itu dituliskan secara detil dalam tabel rencana tindakan yang terperinci. Didalamnya disebutkan mengenai jenis tindakan apa yang akan diambil, kapan akan dilaksanakan, siapa saja yang akan terlibat, sumber daya apa yang dibutuhkan, dan juga hasil yang diharapkan dari tindakan tersebut.

Langkah 5 : Mengatur Sesi Tindak Lanjut
Mengatur tanggal untuk bertemu kembali, mengirim pesan kepada karyawan yang menangani masalah kinerja adalah penting buat Anda. Selain itu juga memberitahu karyawan bahwa Anda ingin mengetahui bagaimana dia menangani tindakan yang telah disetujui yang melewati batas.
Pertemuan lanjutan memungkinkan Anda dan karyawan memperoleh waktu bersama-sama untuk mendiskusikan beberapa kemajuan atau permasalahan dan merencanakan tindakan selanjutnya. Read More...

Apa itu Talent Management - Pengertian Talent Management

Talent management merupakan proses yang muncul di tahun 1990 dan terus menerus dipergunakan, karena semakin banyak perusahaan yang menyadari bahwa keberhasilan bisnis mereka ditentukan oleh bakat dan kemampuan karyawan mereka. Perusahaan-perusahaan yang telah mempraktekan talent management telah menggunakannya untuk menangani masalah retensi karyawan.
Saat ini permasalahan yang ada pada perusahaan-perusahaan adalah bahwa organisasi-organisasi mereka berusaha dengan sekuat tenaga untuk menarik karyawan ke perusahaan mereka, namun hanya meluangkan sedikit waktu dalam menggunakan dan mengembangkan bakat mereka.
Sebuah sistem talent management harus digunakan dalam strategi bisnis dan diterapkan dalam proses sehari-hari di seluruh perusahaan secara menyeluruh. Sistem ini tidak dapat hanya digunakan oleh departemen personalia untuk menarik dan mempertahankan karyawan, namun harus dipraktekkan oleh seluruh tingkat organisasi. Strategi bisnis harus menyertakan tanggung jawab di lini manajer untuk mengembangkan kemampuan bawahan langsung mereka.
Divisi-divisi dalam perusahaan harus membagi informasi secara terbuka dengan departemen lainnya agar karyawan dapat meningkatkan pengetahuan tujuan organisasi secara keseluruhan.
Perusahaan-perusahaan fokus pada pengembangan bakat mereka dengan mengintegrasikan rencana dan proses untuk melacak dan mengelola bakat karyawan mereka, termasuk beberapa hal berikut ini:
• Mencari, menarik, merekrut, menempatkan kandidat yang memenuhi kualifikasi dengan latar belakang yang kompetitif
• Mengelola dan menentukan gaji yang kompetitif
• Pelatihan dan peluang pengembangan
• Proses manajemen prestasi
• Program retensi
• Promosi dan transisi
Talent management juga dikenal dengan nama HCM (Human Capital Management), HRIS (HR Information Systems) atau HRMS (HR Management Systems), dan HR Modues.
Perusahaan-perusahaan yang menggunakan talent management (Human Capital Management) yang strategis dan berhati-hati dalam mencari, menarik, memilih, melatih, mengembangkan, mempertahankan, mempromosikan dan memindahkan karyawan dalam organisasi.
Penelitian telah dilakukan terhadap nilai sistem tersebut yang diterapkan dalam organisasi secara konsisten mengungkap manfaatnya dalam bidang ekonomi yang penting, yaitu: pemasukan, kepuasan pelanggan, kualitas, produktivitas, biaya, waktu siklus, dan kapitalisasi pasar.
Pola pikir dari pendekatan sumber daya manusia yang lebih personal berusaha tidak hanya mencari untuk mempekerjakan karyawan yang paling berkualitas dan berharga, namun juga menekan retensi. Karena proses perekrutan di awal sangat mahal bagi perusahaan, maka sangat penting untuk menempatkan individu dalam posisi dimana kemampuan mereka benar-benar bermanfaat secara ekstensif.
Istilah “talent management” mengandung arti yang berbeda dalam organisasi yang berbeda. Pada beberapa organisasi diartikan sebagai manajemen individu bernilai tinggi atau lebih “berbakat” dibanding yang lainnya yaitu mengenai bagaimana bakat dikelola secara umum – misalnya sebagai asumsi bahwa semua orang memiliki bakat yang harus diketahui dan dimunculkan. Dari sudut pandang talent management, penilaian karyawan memperhatikan penilaian pada dua bidang utama, yaitu: kinera dan potensi.
Kinerja karyawan saat ini dalam pekerjaan tertentu selalu menjadi alat ukur penilaian standar profitabilitas karyawan. Namun talent management juga berusaha untuk fokus pada potensi karyawan, dalam arti kinerja karyawan di masa yang akan datang jika disertai dengan pengembangan kemampuan yang tepat dan peningkatan tanggung jawab.
Aspek utama dari praktek talent management dalam organisasi harus konsisten menyertakan hal-hal berikut:
• Manajemen kinerja
• Pengembangan kepemimpinan
• Perencanaan tenaga kerja/mengidentifikasi kesenjangan bakat
• Merekrut
Istilah “talent management” ini biasanya diasosiasikan dengan praktek manajemen sumber daya manusia berbasis kompetensi. Keputusan talent management seringkali dipengaruhi oleh sejumlah kompetensi inti organisasi seperti kompetensi posisi tertentu.
Satu paket kompetensi dapat terdiri dari pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan sipat pribadi ( ditunjukkan melalui prilaku tertentu). Model kompetensi yang lebih lama mungkin juga berisi atribut yang jarang memprediksi keberhasilan (misal pendidikan, kepemilikan, dan faktor keragaman yang ilegal untuk pertimbangan dalam kaitannya dengan prestasi kerja di banyak negara, dan tidak etis dalam organisasi).
Sebuah pasar bakat adalah pelatihan karyawan dan strategi pengembangan yang diatur di suatu tempat dalam organisasi. Hal ini ditemukan menjadi hal yang paling menguntungkan bagi perusahaan dimana karyawan yang paling produktif dapat mengambil dan memilih proyek dan penempatan yang paling ideal bagi karyawan tertentu.
Suatu pengaturan yang ideal adalah dimana produktivitas berpusat pada karyawan dan tugas-tugas digambarkan sebagai “pekerjaan berbasis penilaian”, sebagai contoh, dalam sebuah hukum firma. Sasaran mengaktifkan pasar bakat dalam departemen adalah untuk memanfaatkan dan menghubungkan individu-individu dengan kemampuan khusus (manajemen proyek atau pengetahuan yang luas di bidang-bidang tertentu) dengan tugas-tugas ditangan. Sebagai contoh perusahaan-perusahaan yang menerapkan strategi pasar bakat adalah American Express dan IBM. Read More...