tag:blogger.com,1999:blog-72859336796579580612024-02-07T17:12:44.163-08:00Human Capital-Strategic PartnerHuman Capital - Strategic Partnerhttp://www.blogger.com/profile/04208779425234191268noreply@blogger.comBlogger40125tag:blogger.com,1999:blog-7285933679657958061.post-35503251501483107382011-10-29T20:44:00.000-07:002011-10-29T20:54:55.680-07:00Manajemen Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi - Part II<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj714PVs0i30el3LjjvQhcsEFZPRQwPZ3XBoZYHzLEvVFl-4R6amx1zcrUPeoyLyGxXQibRddFKB-XPngSQyNXPAv1vZB4T_PBoNk_o6bwP4MLeJWiX3AiVa4vjAvgFZYd60VWN6eeUzOI/s1600/jac-reqruitment.jpg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:1em"><img border="0" height="197" width="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj714PVs0i30el3LjjvQhcsEFZPRQwPZ3XBoZYHzLEvVFl-4R6amx1zcrUPeoyLyGxXQibRddFKB-XPngSQyNXPAv1vZB4T_PBoNk_o6bwP4MLeJWiX3AiVa4vjAvgFZYd60VWN6eeUzOI/s200/jac-reqruitment.jpg" /></a></div><br />
Pendahuluan<br />
Pada bagian pertama, kita telah membahas proses pengelolaan sumber daya manusia berbasis kompetensi dari segi konseptual dan praktis melalui pembagian kompetensi jabatan dan proses penyusunan elemen Core dan Technical Competency. Namun demikian, masih terdapat beberapa hal penting yang perlu kita ketahui agar proses pengelolaan sumber daya manusia berbasis kompetensi tersebut dapat mencapai tujuannya sehingga organisasi maupun orang-orang yang di dalamnya dapat merasakan manfaatnya. Pada bagian II ini, kita akan membahas mengenai bagaimana caranya melakukan pengukuran kompetensi jabatan dan proses penyusunan program pengembangan kompetensi karyawan berdasarkan hasil pengukuran tersebut, baik melalui program training, coaching, dan atau counseling karyawan hingga proses penyusunan program karir karyawan.<br />
Proses Pengkuran Kompetensi Jabatan<br />
<br />
<br />
Pembentukan Tim Kerja<br />
Salah satu tujuan disusunnya kebijakan tentang pengelolaan sumber daya manusia berbasis kompetensi adalah sebagai dasar bagi HRD untuk menyusun program pengembangan kompetensi dan karir karyawan (Individual Development Plan (IDP) dan Individual Career Path/Plan (ICP)) berdasarkan hasil pengukuran kompetensi yang dibandingkan dengan persyaratan pada kompetensi jabatan yang dipegangnya. Untuk itu sebelum menyusun program pengembangan karyawan, maka yang terlebih dahulu harus dilakukan adalah pengukuran level kompetensi untuk dapat menggambarkan peta kompetensi (competency mapping) seluruh karyawan sehingga HRD dapat menentukan arah pengembangan karir karyawan berdasarkan kompetensinya tersebut agar dapat sesuai dengan kompetensi jabatan atau melalui program transfer/mutasi ke jabatan yang sesuai dengan kompetensi yang dimiliki karyawan. Proses pengembangan karir dengan dua arah seperti ini akan sangan menguntungkan baik bagi karyawan itu sendiri maupun bagi perusahaan untuk dapat meningkatkan produktivitas dalam pekerjaan.<br />
<br />
Contoh ukuran kompetensi (Core dan Technical) yang digunakan dalam bahasan kali ini adalah dengan menggunakan empat (4) level (tingkatan), yaitu:<br />
<br />
<span id="fullpost"> </span><br />
<br />
1. Level 1: Belum mampu melaksanakan pekerjaan tersebut.<br />
2. Level 2: Mampu membantu pelaksanaan pekerjaan tersebut.<br />
3. Level 3: Mampu melaksanakan pekerjaan dengan masih harus diberi petunjuk terlebih dahulu (diawasi dan dibimbing).<br />
4. Level 4: Mampu melaksanakan pekerjaan tersebut tanpa pengawasan.<br />
<br />
Kriteria-kriteria kebutuhan untuk ukuran Core Competency dan Technical Competency didefinisikan disusun ke dalam satu Form Penilaian Kompetensi yang dapat disusun sesuai dengan kebutuhan organisasi. Isian dalam form-form tersebut dijadikan pedoman bagi setiap pemegang jabatan untuk dapat menentukan prioritas kompetensi apa yang ingin ditunjukkannya selama memegang jabatan tersebut sehingga pada saat dilakukan pegukuran kompetensi, maka pemegang jabatan yang bersangkutan akan dinilai dengan nilai minimal sama dengan level kompetensi yang ditetapkan. Namun demikian, pemegang jabatan dapat memperoleh nilai di atas level kompetensi tersebut sesuai dengan hasil penilaian dari tim terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh pemegang jabatan (karyawan) yang bersangkutan.<br />
<br />
Adapun pada saat pengukuran perlu diingat bahwa perlunya dibentuk tim penilai yang terdiri dari HRD, atasan langsung, dan atasan berikutnya, serta Supporting Department yang satu level dengan tim penilai tersebut. Hal ini diperlukan untuk menjamin objektivitas pengukuran kompetensi karyawan yang akan dibandingkan dengan kompetensi jabatannya. Namun demikian, apabila diperlukan anggota tim dapat berasal dari pihak luar seperti konsultan pengembangan SDM sebagai pihak yang akan memberikan second opinion dalam menilai kompetensi karyawan.<br />
<br />
Pembagian Wewenang dan Tanggung Jawab dalam Tim Kerja<br />
Tim yang dibentuk terdiri dari beberapa pihak yang tentu memiliki peran-peran yang berbeda namun tetap saling berhubungan satu sama lain. Oleh karena itu, wewenang dan tanggung jawab masing-masing pihak yang terlibat harus memahami dengan jelas faktor-faktor berikut ini.<br />
<br />
1. Tingkatan (Level) Pengukuran<br />
Pada bagian ini dijelaskan pembagian level jabatan yang diukur dengan jabatan yang melakukan pengukuran serta atasan dari pemegang jabatan yang melakukan pengukuran tersebut sebagai pihak yang berwenang untuk mengesahkan hasil pengukuran. Dalam kondisi tertentu, telah dijelaskan bahwa atasan dapat mengambil kebijakan pengukuran kompetensi dilakukan oleh pihak luar (konsultan atau biro psikologi) yang memenuhi kualifikasi yang baik dan terpercaya. Dengan adanya pihak luar tersebut, maka posisi pejabat pengukur digantikan oleh pihak konsultan dengan catatan menggunakan kriteria ukuran-ukuran yang telah ditetapkan sebelumnya. Pihak konsultan diberdayakan dalam proses penilaian dan pengukuran kompetensi agar dihasilkan nilai (ukuran) yang lebih objektif. Namun demikian, keterlibatan dari para atasan langsung pemegang jabatan tetap dan atasan pejabat pengukur tetap diperlukan, misalnya memberikan informasi-informasi yang dinilai perlu sebagai bahan pertimbangan bagi pihak konsultan.<br />
<br />
2. Wewenang dan tanggung jawab Tim Kerja<br />
Tim kerja merupakan kumpulan dari beberapa pihak yang secara sengaja dibentuk oleh unit organisasi agar proses identifikasi, diskusi, penetapan level Core Competency, penyusunan dan penetapan level kebutuhan elemen Tecnical Competency, penilaian, pengukuran gap, identifikasi penyebab gap, dan penyusunan rekomendasi pemenuhan gap dapat terkoordinasi dengan baik dan berjalan dengan lancar.<br />
Keberadaan tim ini sangat dibutuhkan agar selama pelaksanaan program pengelolaaan SDM berbasis kompetensi ini sesuai dengan arah tujuan perusahaan dalam mengembangkan SDM untuk meningkatkan produktivitas organisasi. Masing-masing jabatan yang tergabung dalam tim kerja sangat perlu untuk mengetahui apa yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya agar pada saat melaksanakan penilaian semua pihak dapat saling bekerja sama dengan harmonis dan bersinergi.<br />
<br />
Pengkuran Kompetensi Jabatan<br />
Adapun form yang digunakan sebagai pedoman (standar) ukuran kompetensi jabatan bagi tim penilai adalah deskripsi kebutuhan level Core Competency dan Technical Competency yang dapat disusun secara sederhana namun mencakup semua kriteria-kriteria penilaian. Tim penilai yang dibentuk melakukan penilaian kompetensi karyawan dengan menggunakan form-form yang telah disepakati bersama. Dengan menggunakan form tersebut, diharapkan dapat diukur perbandingan level yang dibutuhkan dengan kondisi aktual (kompetensi karyawan). Ukuran perbandingan ini lah yang akan menjadi ukuran ‘gap’ atau kesenjangan kompetensi.<br />
<br />
Dalam melakukan pengukuran kompetensi jabatan perlu diingat bahwa tim harus melakukan koordinasi dan diskusi untuk membangun komunikasi yang baik di antara anggota tim. Dengan adanya komunikasi yang baik, maka arah dan tujuan dari program penilaian dan pengukuran gap kompetensi jabatan dapat tercapai dengan baik. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam melakukan pengukuran kompetensi karyawan, yaitu:<br />
<br />
1. Tim membandingkan dengan cermat dan objektif antara kompetensi karyawan dengan kompetensi jabatan yang telah ditetapkan dalam Job Profile.<br />
2. Tim melakukan analisis secara bersama terhadap perbedaan antara kompetensi karyawan dengan kompetensi jabatan sehingga diketahui dengan jelas besar gap (kesenjangannya).<br />
3. Tim memberikan tanda (penunjuk atau lainnya) pada level kompetensi sesuai dari hasil analisis tersebut sehingga dapat terlihat jelas perbedaan kompetensi karyawan aktual dengan kompetensi jabatan yang seharusnya dipenuhi.<br />
4. Tim melakukan identifikasi penyebab terjadinya gap (kesenjangan) kompetensi karyawan dengan kompetensi jabatan sehingga diperoleh informasi penyebab timbulnya kesenjangan dan selanjutnya tim menyusun alternatif-alternatif kepada HRD untuk meningkatkan gap kompetensi karyawan tersebut melalui program training, coaching, atau counselling dan atau menyusun program mutasi atau promosi apabila gap yang muncul ternyata menunjukkan kompetensi karyawan yang berada di atas kompetensi jabatannya atau karyawan yang bersangkutan cocok untuk ditempatkan pada jabatan lain yang sesuai dengan kompetensinya.<br />
5. HRD meneruskan hasil pengukuran kompetensi tersebut kepada para pimpinan untuk disahkan sebagai acuan dalam penyusunan program pembinaan dan pengembangan karir karyawan (IDP dan ICP).<br />
<br />
<br />
Peningkatan Kompetensi Karyawan<br />
Menemukan gap (kesenjangan) kompetensi merupakan faktor yang menjadi perhatian utama dalam proses pengelolaan SDM berbasis kompetensi. Dengan diketahuinya gap kompetensi tersebut, maka akan diperoleh informasi SDM yang mampu untuk bekerja sesuai dengan tuntutan kompetensi jabatan dalam organisasi. Selain itu, faktor penting yang menjadi salah satu tujuan pengelolaan SDM berbasi kompetensi adalah sebagai dasar bagi HRD untuk menyusun program pengembangan kompetensi dan karir karyawan IDP dan ICP berdasarkan hasil pengukuran kompetensi yang dibandingkan dengan persyaratan pada kompetensi jabatan yang dipegangnya. Program-program peningkatan kompetensi yang dapat direncanakan untuk meningkatkan kompetensi karyawan tersebut adalah dengan menyusun rencana prorgam training, coaching, dan atau counseling sehingga melalui program-program tersebut kompetensi karyawan dapat ditingkatkan sesuai dengan tuntutan kompetensi jabatannya.<br />
<br />
Jika seorang karyawan telah dapat memenuhi kompetensi jabatannya, maka karyawan memiliki kesempatan untuk dapat dimasukkan ke dalam program pengembangan karir, misalnya melalui program promosi, mutasi, atau rotasi. Namun, jika ditemukan bahwa karyawan tersebut belum dapat memenuhi tuntutan kompetensi jabatannya sesuai meskipun telah mengikuti program-program peningkatan kompetensi sesuai dengan IDP-nya, maka dapat diambil kebijakan untuk melakukan program demosi kepada karyawan dengan tujuan untuk melatih kembali karyawan tersebut untuk memiliki kompetensi yang sesuai dengan jabatannya. Beberapa kebijakan mengenai penyusunan program IDP karyawan melalui penyusunan program training, coaching, dan counseling akan diuraikan dengan rinci pada subbagian-subbagian berikut ini.<br />
<br />
Program IDP – Training<br />
Metodologi Training<br />
Program training merupakan salah satu program yang dimasukkan ke dalam program IDP karyawan dalam rangka pemenuhan gap kompetensi yang disebabkan kurangnya pengetahuan baik teknis (Technical Competency) maupun strategis (Core Competency) karyawan dalam bekerja. Untuk itu, dalam rencana program IDP-nya karyawan tersebut diberikan program training di kelas dan atau On The Job Training. Beberapa jenis metodologi dalam pelaksanaan training sesuai dengan kebijakan dari perusahaan, yaitu:<br />
<br />
1. Class Training<br />
Class Training merupakan serangkaian kegiatan training yang diikuti oleh karyawan melalui kegiatan belajar-mengajar di dalam kelas. Kelas training diutamakan untuk diselenggarakan di lingkungan internal perusahaan dengan sumber daya internal sesuai dengan pertimbangan dari HRD terhadap sarana, fasilitas, ketersediaan trainer dari perusahaan. Jika tidak memungkinkan, maka program Class Training dapat dilakukan di lingkungan eksternal perusahaan atau dapat juga dengan mendatangkan trainer dari luar (perguruan tinggi, konsultan, atau perusahaan lain) untuk memberikan training di kelas yang dimiliki perusahaan.<br />
<br />
2. On The Job Training (OJT)<br />
On The Job Training (OJT) merupakan program training yang diikuti oleh karyawan yang dilaksanakan langsung di tempat kerja dengan instruktur/pembimbing dari unit kerja tempat dilaksanakannya OJT. Tujuan dari pelaksanaan program OJT adalah lebih spesifik dibandingkan dengan program Class Training dan umumnya berkaitan dengan sifat teknisnya suatu pekerjaan sehingga diharapkan trainer yang akan memberikan materi training juga didatangkan dari lingkungan internal perusahaan. Namun demikian, apabila kondisi tidak memungkinkan dapat diambil kebijakan untuk mendatangkan trainer dari lingkungan eksternal perusahaaan.<br />
<br />
Peserta, Trainer/Instruktur, dan Waktu dan Tempat Pelaksanaan Training<br />
Beberapa komponen utama yang perlu dipersiapkan adalah para peserta, trainer/instruktur, dan waktu dan tempat pelaksanaan training sehingga program training yang direncanakan dapat berjalan dengan baik dan memenuhi target kompetensi jabatan yang harus dipenuhi oleh calon peserta yang bersangkutan. Sedangkan untuk komponen-komponen pendukung lainnya dapat diatur secara tersendiri sesuai dengan kebutuhan yang ada.<br />
<br />
1. Peserta<br />
Peserta training adalah berasal dari seluruh karyawan yang diukur kompetensinya dan perlu untuk ditingkatkan lagi sesuai dengan IDP-nya. Seluruh peserta training akan mendapat prioritas dalam mengikuti program training sesuai dengan kebijakan perusahaan.<br />
<br />
2. Trainer/Instruktur<br />
Trainer/Instruktur merupakan bagian penting dan harus dipertimbangkan oleh perusahaan dan diutamakan untuk didatangkan dari internal perusahaan. Trainer/Instruktur diharapkan adalah orang yang telah memahami materi training dan mampu untuk memberikan training untuk memenuhi kebutuhan peningkatan Core Competency maupun Technical Competency karyawan. Jika trainer dari internal perusahaan tidak ada atau belum tersedia, maka dapat dilakukan kerja sama dengan pihak ketiga baik dari perguruan tinggi maupun konsultan sesuai dengan kesepakatan yang ada.<br />
<br />
3. Waktu dan tempat pelaksanaan training<br />
Waktu training harus diatur dan disusun secara sistematis dan terjadwal untuk setiap jenis training dan disampaikan ke semua pihak yang terkait untuk dijadikan pedoman bagi para pimpinan untuk mempersiapkan peserta training yang telah ditetapkan oleh HRD. Tempat pelaksanaan training diutamakan dilaksanakan di Training Center perusahaan dan apabila tidak memungkinkan, maka dapat menggunakan fasilitas di luar Training Center dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.<br />
<br />
Program IDP – Coaching<br />
Metodologi Coaching<br />
Program Coaching sebagai salah satu cara yang ditempuh untuk meningkatkan kompetensi karyawan diutamakan untuk kompetensi-kompetensi teknis melalui pendekatan-pendekatan belajar dan bekerja dengan dibimbing oleh atasan langsung karyawan yang bersangkutan. Peserta Coaching terdiri dari satu orang karyawan atau lebih sesuai dengan hasil identifikasi gap (kesenjangan) kompetensi yang membutuhkan peningkatan keterampilan dan hasilnya langsung bisa dirasakan, maka karyawan tersebut dimasukkan ke dalam program coaching. Adapun uraian program coaching setiap karyawan harus direkam/dicatat dengan baik dalam program IDP-nya masing-masing.<br />
<br />
Dalam menyusun program coaching, materi yang diberikan harus bersifat operasional, spesifik, dan berorientasi pada peningkatan keterampilan yang terukur dengan perbandingan teori dengan praktek berkisar 20:80. Selain itu, metodologi coaching dilakukan dengan metode pendampingan langsung Pembimbing/Pelatih/Cocah terhadap karyawan yang akan ditingkatkan keterampilannya.<br />
<br />
Pembimbing/Pelatih/Coach, Waktu dan Tempat Pelaksanaan Coaching, dan Evaluasi Hasil Coaching<br />
Pembimbing/Pelatih/Coach adalah atasan langsung karyawan, namun jika dengan pertimbangan yang logis atasan langsung karyawan belum dapat memberikan program coaching (karena alasan waktu, ketersediaan materi, dll) maka coach dapat diambil dari unit kerja atau institusi atau lembaga yang dipandang lebih profesional untuk melatih karyawan yang bersangkutan. Program coaching yang diikuti karyawan dapat dilaksanakan selama 1 minggu sampai dengan 3 bulan disesuaikan dengan kebutuhan yang realistis dengan mempertimbangkan tingkat risiko dan kesulitan yang ada.<br />
<br />
Adapun tempat pelaksanaan coaching sebaiknya dilakukan di tempat kerja sehingga karyawan yang sedang mengikuti program coaching terbiasa dengan situasi dan kondisi yang ada dan lebih mudah dalam menyerap materi coaching dengan efektif.<br />
<br />
Evaluasi hasil coaching dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:<br />
<br />
1. Pre test (Evaluasi awal) untuk mengetahui tingkat kesenjangan sebagai bahan masukan bagi pembimbing/pelatih.<br />
2. Mid test (Evaluation in Process) untuk mengetahui progress (perkembangan) pencapaian penyerapan materi dan keterampilan yang diberikan.<br />
3. Post test (Evaluasi Pasca Coaching) untuk mengetahui tingkat keberhasilan program coaching dapat diterapkan dan diimplementasikan di lapangan/tempat kerja dengan mengukur kembali keterampilan karyawan.<br />
<br />
<br />
Program IDP – Counseling<br />
Metodologi Counseling<br />
Program Counseling merupakan salah satu program yang dimasukkan ke dalam program IDP karyawan yang diutamakan untuk membina sikap dan perilaku karyawan, baik yang disiapkan untuk promosi/mutasi jabatan maupun perilaku karyawan yang bertentangan dengan kaedah noramtif dan sosial. Pelaksanaan program counseling dikoordinasikan oleh HRD yang dalam hal ini akan mengumpulkan data karyawan yang diprogramkan mengikuti program counseling tersebut dan menghubungi atasan langsung karyawan yang bersangkutan terkait dengan keikutsertaan bawahannya dalam program tersebut.<br />
<br />
Selanjutnya, HRD mengidentifikasi apakah counselor berasal dari internal perusahaan atau tidak. Adapun materi, sarana, prasarana, counselor, jadwal pelaksanaan counseling, dan budget-nya disusun oleh HRD sesuai dengan ketentuan yang ada. Peserta Counseling dihubungi oleh HRD mengenai tempat dan jadwal pelaksanaan program counseling. Counselor yang dalam hal ini adalah psikolog eksternal dan akan memberikan bimbingan bagi karyawan dapat didatangkan langsung ke lokasi atau pun dengan pertimbangan yang logis, maka karyawan yang menjadi peserta program counselling akan dikirimkan ke lokasi tertentu sesuai kesepakatan dengan pihak counselor. Namun demikian, jika perusahaan memiliki sumber daya manusia seperti psikolog yang mampu untuk menjadi counselor, maka dapat dipertimbangkan untuk menggunakan sumber daya internal perusahaan dengan tetap menjaga etika profesinya sebagai counselor.<br />
<br />
Laporan Akhir Pelaksanaan Program Peningkatan Kompetensi Karyawan<br />
Program peningkatan kompetensi yang dilakukan melalui tiga program, yaitu Training, Coaching, dan Counseling yang telah dilaksanakan harus dievaluasi sesuai dengan pembagian wewenang dan tanggung jawab yang telah dijelaskan sebelumnya. Dengan adanya pembagian wewenang dan tanggung jawab tersebut, maka karyawan yang dalam hal ini adalah pihak yang diukur kompetensinya dan mengikuti program peningkatan kompetensi diharapkan dapat dipantau perkembangannya oleh atasan langsung dan HRD sehingga dapat memberikan kejelasan terhadap kesinambungan pelaksanaan program.<br />
<br />
Oleh karena itu, setiap karyawan diwajibkan untuk membuat laporan pelaksanaan program peningkatan kompetensi yang diikutinya dan memberikan presentasi kepada atasan langsungnya dan atau HRD sehingga dapat diukur indikator keberhasilan terlaksananya program-program yang telah dirancang untuk kesinambungan operasional perusahaan. Laporan yang dibuat dapat berisi pengalaman karyawan selama menjadi peserta, yaitu:<br />
<br />
1. Pelajaran-pelajaran apa yang diperolehnya atau testimonial setelah mengikuti program peningkatan kompetensi.<br />
2. Strategi dan rencana yang akan diterapkan di tempat kerjanya untuk mengimplementasikan kompetensi-kompetensi baru yang diperolehnya setelah mengikuti program tersebut.<br />
3. Saran-saran yang ditujukan untuk mengembangkan program peningkatan kompetensi sehingga program-program yang disusun di waktu yang akan datang memenuhi kebutuhan yang lebih spesifik bagi perusahaan.<br />
<br />
<br />
Proses penyusunan laporan akhir dan presentasi tersebut sangat dibutuhkan sehingga tujuan utama dari pengelolaan sumber daya manusia berbasis kompetensi ini, yaitu agar semua jabatan di dalam organisasi berfungsi sebagaimana mestinya dapat tercapai dan memberikan manfaat-manfaat yang strategis bagi perusahaan.<br />
<br />
Pada bagian terakhir ini, perlu saya tekankan bahwa proses pengelolaan sumber daya manusia berbasis kompetensi harus dilandaskan pada konsep yang matang dan disusun dengan program yang berkesinambungan agar tujuan dan manfaat yang diperoleh dapat berdampak untuk kebutuhan jangka panjang organisasi. Oleh karena itu, pemahaman terhadap fungsi-fungsi kerja di dalam perusahaan dan kerja sama tim sangat dibutuhkan supaya kendala-kendala yang ditemui tidak banyak menghalangi jalannya program pengelolaan sumber daya manusia berbasis kompetensi tersebut. Semoga bermanfaat.<br />
<br />
Referensi<br />
Boxall, Peter, et al. (Eds). 2007. The Oxford Handbook of Human Resource Management. New York: Oxford University Press Inc.<br />
<br />
Dubois, David D, et al. 2004. Competency-Based Human Resource Management. United States of America: Davies-Black Publishing, a division of CPP, Inc.<br />
<br />
http://www.oxforddictionaries.com/view/entry/m_en_gb0168000#m_en_gb0168000 (diakses 3 Januari 2011).<br />
<br />
http://en.wikipedia.org/wiki/Competency-based_management (diakses 3 Januari 2010).<br />
<br />
http://en.wikipedia.org/wiki/Competence_(human_resources) (diakses 3 Januari 2010).<br />
<br />
<br />
Thanks for reading.<br />
<br />
<br />
Salam Excellent,Human Capital - Strategic Partnerhttp://www.blogger.com/profile/04208779425234191268noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7285933679657958061.post-72693936966397884252011-10-07T18:37:00.000-07:002011-10-07T18:37:59.551-07:00HR MANAGEMENT DI JEPANGNihon ni okeru Jinji Kanri<br />
Konsep HR Management di Jepang, boleh dikatakan agak unik dan berbeda bila dibandingkan dengan konsep HR Management yang umum berlaku di negara negara lain.<br />
<br />
Contohnya, sebagaimana diuraikan dalam buku “Manajemen Jepang” (1958) yang ditulis oleh James Abegglen, dia menyatakan bahwa ada 3 hal yang menjadi harta suci dalam kebijakan manajemen SDM Jepang, yaitu: shushin koyo (kerja seumur hidup); nenko joretsu (senioritas); dan kigyou betsu kumiai (serikat pekerja lokal yang berdiri sendiri pada masing masing perusahaan<br />
<br />
Pandangan tersebut adalah berdasarkan gambaran budaya manajemen Jepang yang heterogen pada masa J Abegglen mengungkapkan hal tersebut, dan hal itulah yang oleh orang luar (non Jepang) dianggap sebagai landasan pendorong produktivitas yang tinggi di Jepang sejak akhir 1970,<br />
<br />
<span id="fullpost"> <br />
Kemudian, bila disimak dalam sejarah, dunia pendidikan di Jepang tidak memberikan pendidikan kejuruan, sehingga pada waktu itu, pendidikan dan pelatihan kejuruan bagi karyawan, dianggap sebagai tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh masing masing perusahaan, dan diberikan sejak karyawan diterima dan masuk bekerja pada perusahaan, misalnya pendidikan dan pelatihan melalui OJT, serta hasil dari akumulasi pengetahuan dan keterampilan melalui pengalaman kerja. Sehingga, yang dianggap paling penting dalam konsep HR Management di Jepang, adalah pendidikan dan pelatihan karyawan di dalam perusahaan.<br />
<br />
Perubahan paradigma HR Management setelah Perang Dunia II.<br />
<br />
Sampai pada masa masa menjelang pertumbuhan ekonomi tinggi di Jepang, main stream dalam HR Management di Jepang adalah sistim senioritas.<br />
<br />
Namun, seiring dengan pertumbuhan ekonomi tinggi yang mulai terjadi di Jepang, diperkenalkan konsep baru yang lebih fokus pada penilaian prestasi kerja individu, menggantikan konsep hasil kerja (kinerja) tim dengan budaya senioritas.<br />
<br />
NIKKEIREN (Federasi Ekonomi Jepang, semacam APINDO di Indonesia) mempublikasikan hal ini pada tahun 1969, sebagai Manajemen Merit System. Metodenya adalah dengan memperkenalkan konsep Competency Based HR Management.<br />
<br />
Namun pada kenyataannya, dalam praktek sehari hari, kebijakan dan perlakuan (treatment) terhadap karyawan yang dibedakan berdasarkan senioritas, masih tetap berlangsung dan terus dipergunakan.<br />
<br />
Setelah konsep Manajemen SDM Berdasarkan Kinerja (Kompetensi Based HR Management) dipergunakan dalam kurun waktu yang lama, lalu terjadi keruntuhan ekonomi yang disusul oleh resesi ekonomi Jepang, NIKEIREN (Federasi Ekonomi Jepang) pada waktu itu memperkenalkan “Era baru Manajemen Jepang”, Pada laporan tersebut, yang menjadi tuntutan utama adalah menjalankan Teori Portofolio Ketenagakerjaan.<br />
<br />
Hal ini adalah konsep berpikir HR Management yang dimaksudkan untuk menjawab tuntutan membangun kepribadian dan kemampuan kreatif karyawan. Bersamaan dengan itu, menyediakan berbagai pilihan yang sesuai dengan kebutuhan (keinginan) karyawan<br />
<br />
Intinya adalah, karyawan (atau hubungan kerja) dibagi dalam 3 kelompok, yaitu sebagai investasi yang dialokasikan untuk manfaat jangka panjang, kemudian, pengembangan lanjutan profesionalisme, serta fleksibilitas pekerjaan (menggantikan spesialisasi).<br />
<br />
Bersamaan dengan investasi serta pelaksanaan pendidikan dan pelatihan yang disesuaikan dengan hal tersebut (3 hal) diatas, hal ini adalah untuk memudahkan penyesuaian penggunaan tenaga kerja, dengan maksud untuk meningkatkan efektifitas manajemen melalui pengelolaan tenaga kerja (karyawan).<br />
<br />
Akan tetapi, konsep Portofolio Ketenagakerjaan yang diaplikasikan pada tahun 2000, telah menimbulkan masalah sosial, yaitu dengan bertambahnya rasio tenaga kerja non permanent (irregular employment) dibandingkan dengan tenaga permanen, yang dikritik sebagai penyebab kesulitan yang timbul akibat kesenjangan perlakukan tenaga kerja.<br />
<br />
Kemudian, pada tahun 2000 NIKKEIREN mempublikasikan reformasi HR System metode Jepang, untuk merespon globalisasi manajemen yang sedang terjadi..<br />
<br />
Lalu, ada usulan untuk mengadopsi Value Based System, dan pada saat itu, beberapa perusahaan mengadopsi sistim tersebut untuk menggantikan sistem yang lama.<br />
<br />
Kebanyakan perusahaan, melakukan perbaikan / penyesuaian pada Sistem Penilaian Kinerja Karyawan (Performance Appraisal) dengan memasukkan aspek kompetensi, yang bertujuan untuk melakukan rekonstruksi (perbaikan ulang) pada sistim penilaian yang adil berdasarkan prestasi karyawan.<br />
<br />
Namun pada sebagian perusahaan (yang melakukan standar penilaian hanya berdasarkan kompetensi individu) diakui ada yang mengalami masalah penurunan produktivitas setelah mulai menjalankan sistim penilaian kinerja karyawan berdasarkan prestasi, namun, perusahaan yang mengaplikasikan sistim value based sederhana ini hanya sedikit.<br />
</span>Human Capital - Strategic Partnerhttp://www.blogger.com/profile/04208779425234191268noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7285933679657958061.post-44941399744309796202011-10-07T18:32:00.000-07:002011-10-07T18:32:48.322-07:00BUMN Jadi Contoh Penerapan Aturan Tenaga KerjaDikutip dari: http://apindo.or.id/index.php/berita-a-artikel/news/607?task=view<br />
<br />
Written by Administrator Wednesday, 03 August 2011 16:17<br />
<br />
Batam (ANTARA News) - Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berjumlah 141 lembaga dengan 353.372 pekerja, diharapkan menjadi contoh yang baik di bidang penerapan peraturan ketenagakerjaan.<br />
<br />
Perusahaan BUMN senantiasa menjunjung tinggi hak-hak dasar pekerja, namun pada saat yang bersamaan perusahaan BUMN mampu mempertahankan, bahkan meningkatkan daya saing usaha perusahaan, kata Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Myrna M. Hanartani.<br />
<br />
Meski demikian, menurut Dirjen PHI dan Jamsos saat membuka sarasehan Forum Hubungan Industrial BUMN di Batam Rabu, di beberapa BUMN masih terdapat kasus-kasus hubungan industrial. <br />
<br />
<span id="fullpost"><br />
<br />
"Tetapi saya yakin, tidak ada unsur kesengajaan dari pihak manajemen untuk mengabaikan ketentuan-ketentuan ketenagakerjaan yang diberlakukan di masing-masing BUMN itu," kata Myrna. <br />
<br />
Ia mengatakan, penyebab terjadinya kasus-kasus hubungan industrial di BUMN lebih disebabkan adanya kekurangan informasi dan kekurangpahaman terhadap berbagai ketentuan. <br />
<br />
Kondisi itu menimbulkan perbedaan persepsi sehingga terjadi disharmoni antara manajemen dan para pekerja. "Hal seperti itu akan sangat mengganggu kinerja perusahaan BUMN," kata Myrna.<br />
<br />
Permasalahan hubungan industrial di BMUN, menurut Myrna dalam saraseham bertajuk "Menjalin Hubungan Industrial yang Harmonis, dan Berkeadilan" antara lain perundingan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang berlarut-larut, PKB yang tidak dilaksanakan, perselisihan kepengurusan Serikat Pekerja, dan tuntutan perubahan status karyawan kontrak.<br />
<br />
Dalam forum yang dihadiri para pengurus serikat pekerja di perusahaan BUMN, Direksi BUMN dan pejabat Kementrans serta para kepala dinas tenaga kerja berbagai propinsi/kota/kabupaten itu, Dirjen PHI dan Jamsos mengajak peserta sarasehan untuk memberi masukan bagi Pemerintah dalam kaitan rencana perubahan Undang Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.<br />
<br />
"Kita berharap forum ini dapat memberi masukan tentang pengaturan perusahaan BUMN yang akan disumbangkan pada perubahan UU No.13," kata Myrna<br />
<br />
</span>Human Capital - Strategic Partnerhttp://www.blogger.com/profile/04208779425234191268noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7285933679657958061.post-67972344552136882232011-10-07T18:26:00.000-07:002011-10-07T18:26:47.738-07:00STRUKTUR HR MANAGEMENT DI JEPANGSebagaimana penulis pernah ungkapkan pada berbagai tulisan sebelumnya, struktur dan gaya HR Management pada perusahaan, pada umumnya bisa berbeda, mengikuti kebutuhan dari kondisi dan situasi yang dihadapi oleh masing masing perusahaan.<br />
<br />
Sebagai bahan tambahan untuk memperluas wawasan HR Management, berikut, penulis menggambarkan struktur HR Management yang pada umumnya berlaku dan dipergunakan di Jepang, dengan mengambil bahan uraian dari buku “KINDAI NO JINJIROMU KANRI” (MODERN PERSONNEL MANAGEMENT) yang ditulis oleh Mr. Kuroda dan Mr. Sekiguchi.<br />
<br />
Secara umum, konsep HR Management di Jepang, pada prinsipnya bertujuan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan tenaga kerja, terutama dengan semakin berkurangnya “supply” tenaga kerja, dibandingkan dengan kebutuhan atau tersedianya lapangan kerja yang dalam periode 1970 -1990 tumbuh dengan pesat di Jepang. <br />
<br />
Dalam bukunya “KINDAI NO JINJI ROMU KANRI” Mr. Kuroda dan Mr. Sekiguchi menyebutkan bahwa struktur HR Management di Jepang, pada prinsipnya dikelompokkan ke dalam 2 fungsi tugas, yaitu:<br />
<br />
1. Personnel Management.<br />
2. Industrial Relation.<br />
<br />
Namun demikian, fungsi fungsi tersebut tidaklah berjalan sendiri sendiri, tetapi, saling mengisi dan bersinergi menuju sasaran yang sama, yaitu efisiensi atau peningkatan produktivitas tenaga kerja.<br />
<br />
<span id="fullpost"><br />
<br />
Struktur organisasi HR Management yang umum berlaku di Jepang, adalah sebagai berikut:<br />
<br />
1. PERSONNEL MANAGEMENT<br />
<br />
a. Employment Management.<br />
<br />
Kelompok kerja ini bertujuan untuk melakukan tugas tugas rekrutment/hiring, melakukan job analysis, penilaian kinerja karyawan, membangun & memelihara kualitas kompetensi kerja yang baik, dan menempatkan karyawan pada posisi yang tepat.<br />
<br />
b. Job’s Process Management.<br />
<br />
Kelompok kerja ini melakukan tugas tugas “time study”, “motion study”, reengineering SOP dan lain lain.<br />
<br />
c. Working Hours Management.<br />
<br />
Kelompok kerja ini melakukan tugas tugas Pengaturan Skema Jam Kerja (pengendalian jam kerja yang tidak tetap /irregular working hours dan lain lain), pengaturan sistim hari libur, sistim jam istirahat, dan lain lain.<br />
<br />
d. Wage & Salary Management.<br />
<br />
Kelompok kerja ini melakukan kontrol tentang hal hal yang berkaitan dengan pengupahan, seperti Upah berdasarkan kompetensi / golongan, upah berdasarkan prestasi / hasil kerja, Annual Salary System, Uang pesangon / Uang Pensiun, rupa rupa tunjangan dan lain lain,<br />
<br />
e. Health & Safety Management.<br />
<br />
Kelompok kerja ini melakukan tugas tugas untuk mencegah penurunan motivasi kerja yang diakibatkan kecelakaan kerja, yaitu melakukan perbaikan lingkungan tempat kerja, pemeliharaan kesehatan karyawan. Undang undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Jepang menegaskan bahwa setiap perusahaan dibebani kewajiban dan tanggung jawab atas pemeliharaan kesehatan karyawannya.<br />
<br />
f. Pendidikan dan Pelatihan (People Development)<br />
<br />
Melaksanakan segala hal yang bertujuan mendorong (memotivasi) karyawan untuk meningkatkan kualifikasi / kompetensi, seperti Training, On the Job Training (OJT), Job Rotation, Self effort for grade promotion<br />
<br />
2. INDUSTRIAL RELATION<br />
<br />
a. Koordinasi dengan Serikat Pekerja<br />
<br />
Bertujuan untuk membangun hubungan kerjasama yang harmonis dengan karyawan, melakukan perundingan / dengar pendapat berkala dengan Serikat Pekerja, menyusun Perjanjian Kerja Bersama (PKB), Sistim Kerjasama dengan Serikat Pekerja, dan lain lain<br />
<br />
b. Kebijakan Kepegawaian<br />
<br />
Proses / upaya menghilangkan keluh kesah karyawan, seperti masalah kesejahteraan, menampung pengaduan karyawan,<br />
<br />
Dengan gambaran yang diberikan oleh Mr. Kuroda dan Mr. Sekiguchi tersebut, ada beberapa perbedaan dengan yang umum berlaku atau yang diimplementasikan di Indonesia, yaitu:<br />
<br />
1. Wage & Salary Management.<br />
<br />
Bilamana di Indonesia, atau di negara negara lain (Non Jepang) kelompok kerja Wage & Salary Management pada umumnya merupakan kelompok kerja yang berdiri sendiri, dan setara dengan sub unit lainnya, sebagaimana gambaran umum pembagian kelompok kerja HR Management yang terdiri dari 1. HRD; 2. Industrial Relation; 3. Wage & Salary Management; tetapi di Jepang, kelompok kerja Wage & Salary Management tidak memerlukan kelompok kerja yang besar, karena sistim pengupahan dan tingkat upah pada setiap perushaaan pada dasarnya tinggal mengikuti sistim dan tingkat upah yang berlaku secara umum dan standar. Komponen upah dan besaran nilanya pada dasarnya berlaku sama, baik untuk perusahaan besar maupun perusahaan keci, sehingga Slip Gaji ada dijual dan dapat di beli di toko ATK, sebagaimana laiknya membeli blanko Kwitansi di Indonesia.<br />
<br />
Perbedaan format upah pada perusahaan besar dengan perusahaan kecil pada umumnya adalah pada apa yang disebut sebagai Annual Salary, yaitu bonus. BIasanya, bonus dibagikan 2 kali setahun, yaitu “bonus musim panas” dan “bonus musim dingin”. Dan biasanya, nilai bonus musim dingin selalu lebih besar dari bonus musim panas. Biasanya, nilai bonus pada perusahaan besar selalu lebih besar nilainya dibandingkan dengan bonus pada perusahaan ekcil.<br />
<br />
Suasana penerimaan bonus, biasanya akan terlihat dari maraknya iklan / promosi penjualan properti (rumah), mobil dan lain lain yang berharga mahal.<br />
<br />
2. Job’s Process Management.<br />
<br />
Fungsi atau unit kerja ini merupakan perbedaan yang menonjol antara Struktur HR Management di Jepang dengan Struktur HR Management di Indonesia.<br />
<br />
Sepanjang pengalaman atau pengetahuan penulis, boleh dikatakan, tidak ada unit kerja HR Management di Indonesia yang memasukkan fungsi ini sebagai tugas dari HR Management, akan tetapi logika umum (mind set) di Jepang menekankan bahwa hal ini merupakan salah satu tugas utama dari HR Management. Logika (mind set) ini terbentuk sesuai dengan jenis perusahaan di Jepang, yang didomionasi oleh perusahaan manufaktur.<br />
<br />
Walau pun dalam dekade terakhir, dalam struktur organisasi perusahaan di Jepang unit kerja Production Engineering sudah mulai muncul dan semakin merupakan gambaran umum, akan tetapi, HR Management harus tetap ikut terlibat dalam proses pekerjaan Analisa Human Factor Engineering. Hal inilah yang membuat kinerja manufaktur di Jepang semakin efisien, sehingga mampu mengalahkan kinerja manufaktur di negara negara lain,<br />
<br />
Apa yang dilakukan oleh unit kerja ini adalah melakukan perbaikan SOP, terutama SOP pada proses produksi. Sebagai bagian dari tugas ini, mereka melakukan perhitungan “standar time”, “cycle time” dan “tact time” untuk menetapkan standar waktu yang layak dalam kategori efisien dalam melakukan satu penggalan proses pekerjaan.<br />
<br />
Selain melakukan analisa dan penghitungan “standard time”, “cycle time” dan “tact time”, mereka juga melakukan analisa gerakan kerja (motion study). Tujuan dari proses ini adalah untuk melihat, apakah di dalam proses gerakan kerja ada gerakan gerakan yang menimbulkan “iddle time” atau “waste time”<br />
<br />
Proses seperti ini tentu tidak ada dan memang tidak dibutuhkan pada perusahaan lain, seperti perusahaan oil & gas. Oleh karena itu, praktisi HR pada perusahaan oil & gas tidak mengenal fungsi atau unit kerja ini. Sementara kalau dicermati, yang menjadi fasilitator pada berbagai program pendidikan atau training HR Management di Indonesia, lebih banyak dari latar belakang yang non manufaktur, sehingga konsep HR Management di Indonesia seakan akan tidak mengenal fungsi / unit kerja ini.<br />
<br />
3. Job Rotation<br />
<br />
Pada penglaman penulis, proses Job Rotation di Jepang dilakukan dengan intens. Seorang HR Manager dirotasi menjadi Production Manager dan sebaliknya Production Manager menjadi HR Manager, kemudian Manager Maintenance dirotasi menjadi Manager Logistik, dan seterusnya, adalah merupakan hal yang biasa pada perusahaan perusahaan di Jepang.<br />
<br />
Management dan karyawan di Jepang meyakini bahwa proses Job Rotation adalah merupakan salah satu bagian penting untuk pengkaderan calon pimpinan di kemudian hari.<br />
<br />
Bagaimana di Indonesia, justru banyak karyawan yang menganggap bahwa Job Rotation (Mutasi) seakan akan merupakan suatu hukuman bagi karyawan, sehingga banyak karyawan yang menolak di mutasi.<br />
<br />
Demikian secara ringkas gambaran Struktur HR Management di Jepang. Semoga menambah wawasan dan wacana.<br />
</span>Human Capital - Strategic Partnerhttp://www.blogger.com/profile/04208779425234191268noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7285933679657958061.post-56130870799228352032011-07-15T00:32:00.000-07:002011-07-15T00:32:48.510-07:00Konsep buruh upah murah, justru bumerang bagi dunia usaha<a href="http://www.yosibara.com/HR-for-Executive/konsep-buruh-uoahmurah/Cetak.html" rel="nofollow" title="Cetak"></a> <div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"><img align="left" border="0" src="http://www.yosibara.com/images/stories/enterpreneur.jpg" />Membaca judul diatas, mungkin saja banyak yang kaget. Pekerja kalau bisa diupah murah, kok menjadi bumerang bagi dunia usaha?. Sudah sejak lama, yang menjadi paradigma umum di Indonesia adalah, bahwa agar perusahaan mampu bersaing, harus menekan biaya tenaga kerja (labor cost), dan untuk itu kalau bisa, upah pekerja harus ditekan semurah mungkin. Paradigma ini bisa diterima dan menjadi keyakinan umum, adalah karena pada umumnya dunia usaha kita masih terbiasa berpikir untuk kepentingan sendiri-sendiri, jarang yang berpikiran luas pada saat berhadapan dengan perbedaan kepentingan. Terlebih lagi, sejak masa awal digalakkannya promosi penenaman investasi di Indonesia, yang menjadi slogan yang ditawarkan adalah buruh upah murah di Indonesia, Tetapi saya mau mengajak kita semua untuk berpikir, apakah memang benar demikian?</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Mari kita merenung sejenak. Menurut data Kemnaker trans RI, jumlah tenaga kerja di Indonesia sekarang ini ada sekitar 45 juta jiwa, dan bila setiap tenaga kerja secara rata rata harus menghidupi 2 orang anggota keluarga, yaitu istri dan 1 orang anak, maka jumlah penduduk yang hidupnya tergantung pada upah adalah sekitar 135 juta jiwa. Seandainya seluruh pekerja di Indonesia mau bekerja tanpa diberi upah, hanya diberi makan saja, apa yang bakal terjadi?. Daya beli pasar domestik menjadi rendah!. Dalam keadaan demikian, siapa yang akan mengalami kesulitan? Siapa yang akan membeli barang-barang hasil industri? Inilah yang harus kita cermati!.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Agar menjadi lebih jelas, mari kita telusuri, apa saja yang akan terjadi, apabila kita tetap mempertahankan konsep pekerja upah murah.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"><span>1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Daya beli pasar domestik menjadi rendah </span><span lang="IN" style="color: white; font-family: Wingdings; font-size: 10pt;"><span>à</span></span><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> tingkat penjualan (sales omzet) produsen (industri dan bahkan petani) menjadi rendah.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"><span>2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Ditinjau dari teori Abraham Maslow, level kehidupan pekerja hanya pada level mampu bertahan hidup dan tidak mencapai level aktualisasi diri </span><span lang="IN" style="color: white; font-family: Wingdings; font-size: 10pt;"><span>à</span></span><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> produktivitas dan kreatifitas akan menjadi hal yang jauh dari pikiran pekerja </span><span lang="IN" style="color: white; font-family: Wingdings; font-size: 10pt;"><span>à</span></span><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> produktivitas rendah.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"><span>3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Moral masyarakat pekerja menjadi rendah </span><span lang="IN" style="color: white; font-family: Wingdings; font-size: 10pt;"><span>à</span></span><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> disiplin kerja rendah </span><span lang="IN" style="color: white; font-family: Wingdings; font-size: 10pt;"><span>à</span></span><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> kriminalitas akan meningkat.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"><span>4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Kemampuan pekerja dan petani untuk menyekolahkan anak menjadi rendah </span><span lang="IN" style="color: white; font-family: Wingdings; font-size: 10pt;"><span>à</span></span><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> tingkat intelektualitas angkatan kerja menjadi rendah </span><span lang="IN" style="color: white; font-family: Wingdings; font-size: 10pt;"><span>à</span></span><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> dunia usaha akan kesulitan memperoleh calon tenaga kerja terdidik.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"><span>5.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Pekerja dan petani tidak akan berempati kepada dunia usaha </span><span lang="IN" style="color: white; font-family: Wingdings; font-size: 10pt;"><span>à</span></span><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> potensi konflik sosial cenderung akan meningkat.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Kalau kia melakukan analisa lebih lanjut dari seluruh kecenderungan diatas, maka yang terjadi adalah siklus menurun dari pertumbuhan ekonomi dan dunia usaha, yaitu sebagai berikut:</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Daya beli pasar domestik menurun </span><span lang="IN" style="color: white; font-family: Wingdings; font-size: 10pt;"><span>à</span></span><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> Sales omzet menurun </span><span lang="IN" style="color: white; font-family: Wingdings; font-size: 10pt;"><span>à</span></span><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> Produksi diturunkan </span><span lang="IN" style="color: white; font-family: Wingdings; font-size: 10pt;"><span>à</span></span><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> Lapanan kerja berkurang </span><span lang="IN" style="color: white; font-family: Wingdings; font-size: 10pt;"><span>à</span></span><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> Tingkat pendapatan semakin menurun </span><span lang="IN" style="color: white; font-family: Wingdings; font-size: 10pt;"><span>à</span></span><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> Daya beli pasar domestik semakin menurun </span><span lang="IN" style="color: white; font-family: Wingdings; font-size: 10pt;"><span>à</span></span><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> Sales omzet semakin menurun </span><span lang="IN" style="color: white; font-family: Wingdings; font-size: 10pt;"><span>à</span></span><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> Dunia usaha bangkrut </span><span lang="IN" style="color: white; font-family: Wingdings; font-size: 10pt;"><span>à</span></span><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> Krminalitas meningkat </span><span lang="IN" style="color: white; font-family: Wingdings; font-size: 10pt;"><span>à</span></span><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> akhirnya akan terjadi kekacauan sosial (keos).</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Kesimpulannya, bila kita tetap mempertahankan paradigma untuk menekan level upah pekerja, maka yang terjadi adalah tekanan terhadap pertumbuhan dunia usaha dan tentu pada akhirnya akan menghancurkan ekonomi negara.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Lalu apa yang harus dilakukan?. Menaikkan level upah?</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"><img align="left" border="0" height="338" src="http://www.yosibara.com/images/stories/siklus%20gnp.jpg" width="226" />Memang level upah harus dinaikkan, tetapi menaikkan upah tidak boleh sembarangan. Sebab, level upah yang naik drastis atau terlalu besar, akan mendorong kenaikan inflasi yang tidak terkendali dan pada akhirnya yang terjadi adalah keos ekonomi.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Level upah harus dinaikan terbatas sampai pada level dimana pekerja mampu menyekolahkan anaknya dengan baik, mampu membeli peralatan rumah tangga hasil industri, dan kemampuan menabung sebagai kompensasi uang pesangon. Apabila hal itu dilakukan secara simultan, maka daya beli pasar domestik akan meningkat, dunia usaha dapat berpikir untuk meningkatkan kapasitas produksi </span><span lang="IN" style="color: white; font-family: Wingdings; font-size: 10pt;"><span>à</span></span><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> lapangan kerja bertambah </span><span lang="IN" style="color: white; font-family: Wingdings; font-size: 10pt;"><span>à</span></span><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> GNP meningkat </span><span lang="IN" style="color: white; font-family: Wingdings; font-size: 10pt;"><span>à</span></span><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> tingkat intelektualitas angkatan kerja semakin baik </span><span lang="IN" style="color: white; font-family: Wingdings; font-size: 10pt;"><span>à</span></span><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> tingkat kriminalitas menurun </span><span lang="IN" style="color: white; font-family: Wingdings; font-size: 10pt;"><span>à</span></span><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> pertumbuhan ekonomi akan lebih mampu mensejahterahkan masyarakat.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Lalu bagaimana dengan daya saing perusahaan? Bukankah menaikkan level upah akan membuat harga barang produksi meningkat?</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Pada poin inilah ada kekeliruan pradigma, menganggap bahwa level upah otomatis akan menjadi harga produksi, padahal sebenarnya tidak. Masih ada hal lain yang mempengaruhi harga produksi. Tapi mari kita lihat, apakah level upah akan otomatis menjadi harga produksi atau tidak.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify;"><strong><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Pertama.</span></strong></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Mari kita menyimak negara maju, misalnya Jepang sebagai studi banfing. Tingkat pendapatan (upah) yang menjadikan masyarakat mampu menyekolahkan anak sampai perguruan tinggi, akan menghasilkan angkatan kerja terdidik dalam jumlah besar. Dengan demikian, level upah untuk tenaga terdidik cenderung menurun. Itulah yang menyebabkan<span> </span>kesenjangan upah di Jepang, antara tenaga terdidik (sarjana) dengan tenaga kurang terdidik (paling tinggi SLTA), tidak terlalu jauh, bahkan hampir sama. Lebih lanjut, kesenjangan upah diantara level jabatan yang berbeda pun tidak terlalu jauh. Level upah antara karyawan biasa (operator) dengan Manager hanya 1 : 2 dan operator dengan General Manager hanya 1 : 3. Artinya, akan terjadi pergeseran biaya tenaga kerja, bila biaya tenaga kerja untuk level bawah dinaikkan, akan mengakibatkan biaya tenaga kerja untuk level atas menurun. Sehingga secara keseluruhan, menaikkan upah pada level bawah, tidak otomatis menaikkan total biaya tenaga kerja sebesar seperti yang dikuatirkan oleh banyak pengusaha. Dan bila kesenjangan upah tersebut dapat diturunkan, hal itu akan mampu menyurutkan kecemburuan sosial, dan secara logika, moral manusia akan menjadi lebih baik.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Dan satu lagi yang ingin saya sampaikan. Karena tingkat upah di Jepang dipelihara pada tingkat daya beli yang baik, maka dunia usaha Jepang tetap bisa survive dengan mengandalkan pasar domestik, walau mereka mengalami kesulitan di pasar export. Hal ini didukung juga oleh perilaku masyarakat (konsumen) Jepang, yang be-empati dan selalu mendukung dunia usaha dalam negeri mereka. Mereka sadar bahwa mereka harus mendukung dunia usaha dalam negeri, karena itulah lapangan kerja mereka. Bukan seperti di Indonesia, yang lebih bangga bila mampu membeli produk luar negeri.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Dan di Indonesia, mungkin ada aspirasi yang tidak menginginkan kesenjangan upah diturunkan, karena aspirasi yang menginginkan hidupnya harus jauh lebih “wah” terhadap orang lain, aspirasi itu adalah aspirasi dari paradigma feodalis, dan hal itu seyogyanya harus dfihilankgn.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify;"><strong><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Kedua.</span></strong></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Harga produksi dapat diturunkan dengan meningkatkan produktivitas. Contohnya sebagaimana tabel dibawah.</span></div><table border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" class="MsoNormalTable" style="height: 74px; width: 666px;"><tbody>
<tr style="height: 9.35pt;"> <td style="background-color: transparent; border-right: 1pt solid aqua; height: 9.35pt; padding: 0cm; width: 172pt;" width="229"> <div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><strong><span style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Tenaga Kerja 45 juta orang</span></strong></div></td> <td style="background-color: transparent; border-right: 1pt solid black; height: 9.35pt; padding: 0cm; width: 108pt;" width="144"> <div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><strong><span style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Tingkat Upah</span></strong></div></td> <td style="background-color: transparent; border-right: 1pt solid aqua; height: 9.35pt; padding: 0cm; width: 81pt;" width="108"> <div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><strong><span style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Produktivitas</span></strong></div></td> <td style="background-color: transparent; border-right: 1pt solid aqua; height: 9.35pt; padding: 0cm; width: 90pt;" valign="top" width="120"> <div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><strong><span style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Biaya per unit</span></strong></div></td> </tr>
<tr style="height: 7.55pt;"> <td style="background-color: transparent; border: 1pt solid aqua; height: 7.55pt; padding: 0cm; width: 172pt;" width="229"> <div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify;"><strong><span style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Kondisi I</span></strong></div></td> <td style="background-color: transparent; border-right: 1pt solid black; height: 7.55pt; padding: 0cm; width: 108pt;" width="144"> <div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><strong><span style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Rp. 800.000.-</span></strong></div></td> <td style="background-color: transparent; border: 1pt solid aqua; height: 7.55pt; padding: 0cm; width: 81pt;" width="108"> <div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><strong><span style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">100</span></strong></div></td> <td style="background-color: transparent; border-right: 1pt solid aqua; height: 7.55pt; padding: 0cm; width: 90pt;" valign="top" width="120"> <div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><strong><span style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Rp.<span> </span>8.000.-</span></strong></div></td> </tr>
<tr style="height: 9.55pt;"> <td style="background-color: transparent; border-right: 1pt solid aqua; height: 9.55pt; padding: 0cm; width: 172pt;" width="229"> <div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify;"><strong><span style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Kondisi II</span></strong></div></td> <td style="background-color: transparent; border: 1pt solid black; height: 9.55pt; padding: 0cm; width: 108pt;" width="144"> <div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><strong><span style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Rp. 1.000.000.-</span></strong></div></td> <td style="background-color: transparent; border-right: 1pt solid aqua; height: 9.55pt; padding: 0cm; width: 81pt;" width="108"> <div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><strong><span style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">130</span></strong></div></td> <td style="background-color: transparent; border-right: 1pt solid aqua; height: 9.55pt; padding: 0cm; width: 90pt;" valign="top" width="120"> <div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><strong><span style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Rp. 7.695.-</span></strong></div></td> </tr>
<tr style="height: 5.3pt;"> <td style="background-color: transparent; border: 1pt solid aqua; height: 5.3pt; padding: 0cm; width: 172pt;" width="229"> <div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify;"><strong><span style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Perbedaan</span></strong></div></td> <td style="background-color: transparent; border-right: 1pt solid black; height: 5.3pt; padding: 0cm; width: 108pt;" width="144"> <div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><strong><span style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">+ Rp. 200.000.-</span></strong></div></td> <td style="background-color: transparent; border: 1pt solid aqua; height: 5.3pt; padding: 0cm; width: 81pt;" width="108"> <div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><strong><span style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">+ 30</span></strong></div></td> <td style="background-color: transparent; border-right: 1pt solid aqua; height: 5.3pt; padding: 0cm; width: 90pt;" width="120"> <div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: center;"><strong><span style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">- Rp. 305.-</span></strong></div></td> </tr>
</tbody> </table><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Makna yang tersirat dari tabel diatas adalah, walaupun level upah dinaikkan dari Rp.800.000,- menjadi Rp.1.000.000,- tetapi dengan menaikkan produktivitas dari 100 unit per orang tenaga kerja menjadi 130 unit per orang tenaga kerja, harga produksi akan turun dari Rp, 8.000,- menjadi Rp. 7.695,-. Berarti bukan lebih mahal!!!.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Tambahan lagi, dengan menaikkan level upah sebesar Rp. 200.000.-/1 orang tenaga kerja per bulan untuk tenaga kerja yang berjumlah 45 juta jiwa, akan menaikkan daya beli pasar domestik sebesar Rp. 9 trilyun per bulan!!! Yang akan menjadi pertambahan pasar bagi dunia usaha.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Lalu bagaimana dengan kenaikan produktivitas? Bagaimana caranya agar berhasil menaikkan produktivitas?</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Hal itulah yang haru menjadi tanggung jawab dari fungsi HR Management. Dan hal itulah yang ingin kami dorong menjadi kesaragaman paradigma bersama. Sekedar gambaran saja, pada pengalaman saya, perusahaan Jepang yang baru buka dan baru beroperasi di Indonesia, pada umumnya, produktivitasnya sudah lebih baik dari perusahaan lokal yang sudah lama beroperasi. Namun demikian, mereka masih menetapkan bahwa paling lambat dalam waktu 5 tahun, produktivitas mereka harus naik minimal 30%. Memantapkan produktivitas peralatan, lay out dan sistim produksi, mudah buat mereka. Yang sulit adalah memantapkan produktivitas tenaga kerja. Dan itu adalah merupakan bagian dari tanggung jawab HR Management.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Mengapa harus HR Management yang bertanggung jawab? Karena HR Management yang menjangkau semua sektor / fungsi atau bagian di dalam perusahaan. Dan memang, kalau kita menelisik lebih mendalam mengenai konsep Strategic HR Management, yang menjadi target dari HR Management adalah “memberikan kontribusi optimal untuk mendukung pencapaian target perusahan, melalui pengelolaan SDM didalam perusahaan” Janganlah menyebut diri sebagai Strategi HR Manager kalau tidak mampu menyusun dan melaksanakan strategi untuk itu.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Maka, kami ingin menyampaikan pesan kepada dunia usaha, janganlah menganggap remeh terhadap fungsi strategis dari HR Management. Sudah banyak fakta yang membuktikan, bahwa perusahan yang mampu berkembang menjadi perusahaan besar, adalah perusahaan yang memiliki budaya HR Management yang baik. Bahkan saya dapat menegaskan, bahwa pertumbuhan dunia usaha Jepang menjadi perusahaan berkelas dunia adalah karena partisipasi dari tenaga kerjanya, yang loyalitasnya tumbuh sebagai hasil dari konsep HR Management yang “bersahabat”. Maka, janganlah menempatkan sembarang orang pada posisi HR Manager. HR Manager harus mampu menjadi penggagas dan koordinator peningkatan “leadership” dan “produktivitas” di dalam perusahaan, bukan sekedar mengurusi administrasi personalia. Administrasi personalia cukup menjadi tugas para staff di bagian HR.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 0cm 0cm 0pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="IN" style="color: white; font-family: "Century Gothic"; font-size: 10pt;">Konsep inilah yang ingin kami sosialisasikan di Indonesia, agar menjadi kesepahaman paradigma tentang HR Management. Dan bila hal ini berhasil, kami yakin bahwa Indonesia Incorporate<span> </span>yang tangguh akan tercipta. Bagaimana pendapat anda? </span></div>Human Capital - Strategic Partnerhttp://www.blogger.com/profile/04208779425234191268noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7285933679657958061.post-32264807890057860252011-07-15T00:07:00.000-07:002011-07-15T00:07:35.493-07:00Employee Engagement – Realistiskah?<div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Dewasa ini, kalangan praktisi HR Management semakin ramai membicarakan konsep Employee Engagement. Bahwa, dalam upaya meningkatkan “contribution value” tenaga kerja terhadap perusahaan, perusahaan harus mengupayakan agar karyawan “merasa engaged” bekerja pada perusahaan. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;"><img align="left" border="0" src="http://www.yosibara.com/images/stories/Ilustrasi/EE%20for%20Challenges.jpg" />Berdasarkan uraian pada berbagai literatur, yang dimaksud dengan engaged adalah suatu sikap yang terbangun dari perasaan terikat (menikah) pada pekerjaan dan perusahaan, Dan untuk mencapai kondisi tersebut, perusahaan harus melakukan proses employee engagement, yaitu proses yang membuat agar karyawan merasa puas dan bangga pada pekerjaan dan perusahaan, dan dengan demikian berkomitment untuk bekerja secara antusias dalam mendukung pencapaian target perusahaan.</span><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;"> </span></div><br />
<span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;"> Pertanyaan yang menggelitik hati saya adalah, apakah konsep yang ditawarkan pada pemikiran Employee Engagement tersebut, reaslistis atau tidak? Apalagi ada embel embel yang mengatakan bahwa, </span><strong><span style="text-decoration: underline;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">hasil employee engagement survey yang dilakukan oleh konsultan eksternal telah menjadi prasyarat</span></span></strong><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;"> untuk mendapatkan Malcolm Badridge Award.</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Sebagai key point yang terlebih dahulu harus dijawab oleh praktisi HR adalah, apa yang menjadi target perusahaan? Karyawan Engaged atau produktivitas (daya saing hasil produksi)? Sebab, apabila praktisi HR ingin menjadi mitra strategis perusahaan (strategic partner), maka yang menjadi fokus bagi praktisi HR tentu adalah kontribusi terhadap upaya dan proses pencapaian target bisnis tersebut. Maka pertanyaannya adalah, apakah kondisi karyawan engaged itu merupakan prasyarat awal (in put) atau hasil dari kondisi perusahaan sukses (out put)?. Apakah perusahaan akan mencapai keunggulan setelah karyawan merasa engagaed atau perusahaan harus unggul terlebih dahulu baru karyawan merasa engaged?</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Apabila dikatakan bahwa <strong><span style="text-decoration: underline;">hasil employee engagement survey yang dilakukan oleh konsultan eksternal telah menjadi prasyarat</span></strong> untuk mendapatkan Malcolm Baldridge, lalu, untuk apa program Malcolm Baldrige diadakan? dan untuk apa survey dilakukan? Untuk membuat masalah ini menjadi jelas, ada baiknya kita menelusuri latar belakang munculnya program Malcolm Baldrige Award tersebut, yang mulai digalakkan pada dekade tahun 80-an di Amerika Serikat oleh mantan Menteri Perdagangan AS, Malcolm Baldrige.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Masih segar dalam ingatan, bagaimana situasi di Amerika Serikat pada dekade 80an. Amerika Serikat “marah” setelah barang barang hasil produksi industri Jepang mulai “merampas” pangsa pasar hasil produksi Amerika Serikat, di dalam pasar domestik Amerika Serikat sendiri. Bila mobil Honda dengan merek Acura mulai merangsek pasar Kanada, maka Toyota merebut 40% pangsa pasar automotive di Amerika Serikat. Terlebih lagi setelah Toyota berhasil memproduksi dan memasarkan Lexus, segera saja merebut pangsa pasar mobil mewah hasil industri Barat, seperti <span> </span>BMW, Mercedes, dan Chrysler.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Demikian pula dengan pasar barang barang elektronic di Amerika, barang barang eletronik hasil industri Jepang semakin mendesak barang barang elektronik hasil produksi Amerika Serikat sendiri.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Situasi tersebut telah membuat industri Amerika harus menurunkan produksinya, dan akibatnya adalah, perusahaan Amerika Serikat terpaksa mengurangi karyawan, dan jumlah pengangguran di Amerika Serikat semakin bartambah. Kondisi ini telah membuat ekonomi Amerika mengalami kesulitan dan masyarakat Amerika menjadi marah. Timbul kerusuhan massa, khususnya di Detroit, pusat industri automitive Amerika Serikat, mobil mobil bermerek Jepang dirusak dan dibakar.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Situasi ini membuat pemerintah Amerika Serikat tersentak kaget dan mulai bertanya tanya, mengapa Jepang yang pada tahun 1974 mengalami keos akibat krisis minyak, ternyata hanya dalam waktu sekitar 6 tahun, mampu mengalahkan barang barang produksi Amerika di pasar Amerika Serikat sendiri?. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Pejabat ekonomi Amerika Serikat memanggil konsultan Amerika Serikat yang dulu mengajari Jepang, yaitu W Edward Deming dan Joseph M Juran, meminta informasi untuk mencari tahu, apa yang dilakukan oleh dunia industri Jepang, sehingga mampu mengalahkan industri Amerika Serikat, bahkan perusahaan Amerika yang skala usaha dan investasinya lebih besar dibanding perusahaan Jepang. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Amerika Serikat lalu menuding Jepang bersikap pelit sehingga mampu menekan biaya produksi. Lalu, pemerintah Amerika Serikat menggugat Jepang agar lebih manusiawi terhadap karyawannya, memberi kesempatan berlibur yang lebih banyak bagi karyawan. Setelah itulah Jepang menerapkan Golden Week di Jepang, karyawan diliburkan selama 1 minggu setiap tahun. Dan sejak saat itulah turis Jepang mulai membanjiri pusat pusat wisata di seantero dunia, karena bagi orang Jepang pada saat itu, wisata ke luar negeri malah lebih murah dibandingkan dengan wsata di dalam negeri Jepang sendiri.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Saya tidak ingin mengatakan bahwa Amerika Serikat melakukan penyelidikan dan penelitian langsung ke Jepang, akan tetapi, Prof. Jeffrey Likers yang melakukan penelitian ke pabrik Toyota Motor yang kemudian menerbitkan buku THE TOYOTA WAY, dan baru baru ini menerbitkan lagi buku THE TOYOTA CULTURE, adalah bukti bahwa para pakar manajemen Amerika Serikat telah berupaya mempelajari metode dan teknik Jepang untuk meningkatkan produktivitas, yang menyasar pada Quality, Cost and Delivery (QCD), ditambah dengan konsep product development, sebagaimana terlihat pada kemunculan mobil Lexus hasil produksi Toyota.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Demikian pula David Hutchin, yang memperkenalkan konsep manajemen produksi Just in Time, dan berikutnya memperkenalkan konsep Hoshin Kanri (Strategi Manajemen) ke dunia luar Jepang, khususnya di Amerika Serikat.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Slogan yang muncul di ruang publik Amerika Serikat pada waktu itu, <strong><em>If Japan Can, Why Can’t We?</em></strong><span> adalah merupakan indikasi yang jelas tentang “kekesalan” dan “penasaran” Amerika Serikat terhadap keberhasilan Jepang. Dan keberhasilan Jepang tersebut telah menjadi fokus perhatian publik di Amerika Serikat.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Saya tidak juga ingin mengatakan bahwa Amerika Serikat “berguru balik” kepada Jepang yang sudah memiliki budaya perusahaan yang customer oriented, akan tetapi Amerika Serikat mulai menyadari bahwa mengandalkan keunggulan dalam aspek fungsional tertentu saja tidaklah cukup. Yang lebih penting lagi adalah bagaimana semua elemen bisnis secara bersama-sama memberi nilai kepada pelanggan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Berdasarkan kesadaran itu pula, pemerintah Amerika Serikat mulai melakukan upaya untuk mendorong dunia usaha Ameriak Serikat agar melakukan perbaikan pada elemen elemen penting di dalam perusahaan, yang lebih dikenal dengan sebutan 7 kriteria Baldrige, yaitu:<img align="right" border="0" src="http://www.yosibara.com/images/stories/Ilustrasi/EE%20Hand.jpg" /></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;"><span>1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Leadership</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;"><span>2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Strategi Planning</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;"><span>3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Customer and Market Focus</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;"><span>4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Measurement, analysis, and knowledge management.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><strong><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;"><span>5.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></strong><strong><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Human Resources Focus</span></strong></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;"><span>6.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Process Management.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;"><span>7.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Bussines / Organizational Performance Results.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Sebagai upaya untuk meng-encourage dunia usaha Amerika Serikat, maka pemerintah Amerika Serikat mulai mengadakan program pemberian penghargaan, yang sejak tahun 1987 diberi nama Malcolm Baldige National Award (MBNA), diberikan kepada perusahaan perusahaan yang memiliki keunggulan pada ketujuh kriteria diatas.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Berikaitan dengan program pemberian penghargaan tersebut, pemerintah Amerika Serikat meminta bantuan konsultan, antara lain Burke dan Gallup, untuk melakukan pengukuran keunggulan perusahaan pada ketujuh kriteria tersebut.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Satu hal yang menjadi perhatian saya, bila ketujuh kriteria Malcolm Baldrige disusun berdasarkan hasil pengamatan di Jepang, maka saya menganggap bahwa mereka melakukan kelalaian yang sama dengan kelalaian para pakar atau pengamat non Jepang terhadap budaya kerja dan manajemen Jepang. Mereka terkecoh dengan tampilan luar (tatemae) perilaku Jepang, dan tidak sampai menemukan hakekat yang sesungguhnya (honne) dari budaya kerja dan prinsip manajemen Jepang. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Salah satu yang mungkin keliru adalah kriteria pertama dari kriteria Malcolm Baldrige tersebut, yaitu Leadership. Bahwa leadership di Jepang tidaklah sama dengan pemahaman leadership yang diajarkan secara umum di luar Jepang, akan tetapi kepemimpinan Jepang lebih bernuansa sebagai hubungan antara “kakak” (senior/sempai) dengan “adik” (junior/kohai) dalam bagian dari budaya Corporate Culture Jepang. Bahwa yang terlihat sebagai kekuatan Leadership di Jepang, adalah merupakan tatanan etika dalam masyarakat Jepang, bahwa “sempai” harus membimbing dan bertanggung jawab terhadap karir dan kehidupan “kohai” . Sebaliknya, tatanan etika masyarakat Jepang mengharuskan “kohai” harus hormat dan menjunjung “sempai”. Seandainya pun “sempai” tidak memiliki kompetensei atau perilaku baik, “kohai” harus menutupi “kelemahan” sempai. Dan “kohai” yang berusaha menunjukkan atau menonjolkan dirinya lebih baik dari “sempai”, adalah perilaku yang tidak etis dalam masyarakat Jepang. Prinsip tersebut berlaku sejak masa sekolah, sampai memasuki dunia kerja, tidak hanya di dalam dunia manufaktur, akan tetapi di dalam lingkungan pemerintahan dan organisasi non profit pun, prinsip itu berlaku.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Kemudian, berbarengan dengan pemberian penghargaan Malcolm Baldrige yang selalu diawali dengan pelaksanaan pengukuran (survey) yang dilakukan oleh para konsultan dengan latar belakang psikologi industri dan organsasi, lalu, dalam hal yang berkaitan dengan fokus HR Management (kriteria 5), pada tahun 1993, muncullah konsep employee engagement dalam literatur akademi. Konsep tersebut mengatakan bahwa sikap karyawan yang sudah engaged akan membuat perusahaan menjadi unggul, </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Lagi lagi, saya tidak berani menyatakan bahwa pemikiran ini mungkin muncul sebagai suatu kesimpulan dari pengamatan atas budaya kerja orang Jepang. Akan tetapi, slogan yang marak dibicarakan di Amerika waktu itu, yang mengatakan <strong><em>If Japan Can, Why Can’t We?, </em></strong><span>serta gambaran yang diajukan sebagai gambaran dari karyawan engaged adalah gambaran dari sikap tenaga kerja Jepang sejak tahun 80-an, menimbulkan indikasi bahwa pemikiran yang muncul pada konsep employee engagement, ada kemungkinan merupakan suatu asumsi setelah melakukan pengamatan “mengapa Jepang bisa lebih unggul?”.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Dan</span><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">, bila survey atau penelitian tentang perilaku tenaga kerja dilakukan di Jepang setelah memasuki tahun 80-an, untuk mencari tahu bagaimana peran tenaga kerja yang membuat industri Jepang bisa lebih unggul, saya yakin bahwa mereka pasti mendapat gambaran yang salah pula.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Ada</span><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;"> dua hal yang menjadi pertanyaan krusial terhadap konsep employee engagement ini, yaitu:</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;"><span>1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Apakah sikap engaged merupakan prasyarat awal untuk membuat perusahaan menjadi unggul, atau perusahaan unggul dulu baru karyawan merasa engaged?</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;"><span>2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Apakah sikap engaged ini muncul hanya bila karyawan merasa puas terhadap pekerjaan dan perusahaan?</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Sikap dan perilaku tenaga kerja Jepang memasuki tahun 1980, justru sudah mulai berubah setelah keberhasilan industri Jepang, membuat tenaga kerja Jepang merasa bangga dan puas. Dengan kepuasan yang mereka mulai rasakan, tenaga kerja Jepang malah mulai manja, tidak mau lagi bekerja pada perusahaan yang kondisi kerjanya mengandung 3 K, yaitu Kitsui, Kitanai dan Kiken. Sejak itu, pabrik pabrik yang proses kerjanya kotor, sulit atau berbahaya, semakin sulit mendapatkan tenaga kerja. Fresh graduate Jepang pada waktu melamar pekerjaan, mulai memilih perusahaan yang memiliki cabang di luar negeri, agar mereka memiliki peluang yang lebih besar untuk bertugas di luar negeri Jepang.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Bahwa keberhasilan industri Jepang memasuki dekade 80-an, sebenarnya adalah hasil dari sikap kerja para tenaga kerja sebelum memasuk dekade 80-an. Maka, bila ingin melakukan penelitian terhadap faktor yang membuat keberhasilan industri Jepang setelah memasuki tahun 80-an, seharusnya penelitian dilakukan pada masa masa sebelum tahun 80-an.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Bahwa keberhasilan industri Jepang yang terlihat pada dekade 80-an, adalah merupakan hasil dari sikap tenaga kerja Jepang sebelum memasuki dekade 80-an, sedangkan sikap yang terlihat setelah memasuki dekade 80-an adalah sikap yang terbentuk setelah industri Jepang berhasil dan mampu bersaing dengan industri Barat, maka sesungguhnya, sikap engaged tenaga kerja Jepang pada era sebelum memasuki dekade 80-an, bukanlah karena kepuasan kerja, akan tetapi karena mereka memiliki harapan bersama (satu harapan) dan sikap saling percaya antara karyawan dengan majikan, sebagai hasil dari budaya hubungan kerja (industrial relation) yang lebih bersifat kekeluargaan (corporate family). Dan itulah yang merupakan hasil dari budaya kepemimpinan dan manejemen Jepang.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Memang, Amerika Serikat harus diakui kedigdayaannya dalam hal penemuan teknologi baru. Dan bisnis mereka pun berkembang pesat adalah karena pada masa awal teknologi baru tersebut diaplikasikan dalam bisnis, mereka belum menghadapi persaingan, bahkan cenderung memonopoli, </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Akan tetapi dalam hal kinerja manufaktur atau produktivitas tenaga kerja, Amerika Serikat ternyata masih harus belajar pada Jepang yang mampu unggul menghadapi persaingan yang sangat ketat. Jepang merebut “hati” pasar, bukan hanya fokus pada kompetisi harga, akan tetapi juga dalam hal kualitas serta layanan purna jual, yang telah diperlihatkan dengan program product liability.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="color: white; font-family: "Century Gothic","sans-serif"; font-size: 10.5pt;">Maka, bila kita memang ingin membuat agar karyawan di perusahaan merasa engaged, dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja bisnis, apakah kita akan belajar ke Amerika yang sesungguhnya malah belajar kepada Jepang?. Atau, bukankah lebih tepat bila kita belajar langsung dari konsep dan gaya Jepang?</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 15pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><br />
</div>Human Capital - Strategic Partnerhttp://www.blogger.com/profile/04208779425234191268noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7285933679657958061.post-90204245581516828292011-05-17T20:53:00.000-07:002011-05-17T20:53:36.932-07:00Indonesia Minim Jiwa KepemimpinanKurangnya jiwa kepemimpinan menyebabkan krisis ekonomi masih terasa di Indonesia. Selama enam tahun ini, Indonesia masih tertinggal dibandingkan Malaysia, Singapura, Thailand, Korea Selatan, dan negara lain di kawasan Asia. Negara-negara tersebut sudah mampu keluar dari krisis dan menata ekonominya untuk menyambut permainan globalisasi dan ASEAN Free Trade Area (AFTA). Penyebab kemajuan mereka, menurut Charlo Mamora, Managing Partner Transforma, karena adanya dukungan dari perusahaan-perusahaan yang dapat menyikapi krisis tersebut dengan arif. Demikian dilaporkan harian Media Indonesia.<span class=”fullpost”><br />
<br />
"Mereka melakukan penyelarasan pola pikir individu dan pembenahan kepemimpinan top team untuk organisasi. Kedua hal ini adalah yang paling menentukan dan membedakan suatu organisasi akan menjadi pemenang, biasa-biasa saja, atau bahkan punah," katanya di seminar Top Team Leadership di Jakarta baru-baru ini.<br />
<br />
Lebih lanjut Charlo mengungkapkan, Jepang berhasil mengejar ketertinggalannya dengan Barat melalui gerakan kualitas, dan Korea mampu bersaing di pasaran internasional dengan program survival atau kuantum. <br />
<br />
"Indonesia sebenarnya dapat mengikuti jejak kedua bangsa itu, mengejar ketertinggalan melalui gerakan penyelarasan mindset (mindset alignment movement). Tetapi, selama pejabat pemerintah melihat dirinya sebagai penguasa bukan pelayan masyarakat, selama itu pula perubahan berarti tidak akan terjadi. Selama mentalitas guru melihat dirinya sebagai pengajar, bukan sebagai pendidik, selama itu pula kualitas sumber daya manusia kita tidak akan mengalami perubahan besar," ucapnya.<br />
<br />
Begitu juga dalam dunia bisnis. Menurut Charlo, perusahaan sebagai pelaku utama harus meninjau pola pikir yang dianut. Perusahaan harus berani mengubah pola pikir yang merugikan. Untuk itu, ada lima hal yang harus diperhatikan. Pertama, adanya visi yang menantang secara bisnis dan memiliki daya pikat bagi karyawan melalui transformasi komunikasi dari pimpinan. Visi perusahaan tersebut harus melekat di semua jajaran karyawan. Kedua, adanya program kuantum, atau lompatan dari perusahaan untuk mencapai nilai ekonomis yang tinggi.<br />
<br />
Ketiga, adanya budaya dan praktik pengembangan talenta. Itu berarti, semua orang diberi kesempatan untuk mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuannya. Keempat, adanya proses plan-do-check-action (PDCA) yang berjalan pada setiap organ perusahaan dan terintegrasi secara keseluruhan. Kelima, adanya bahasa persatuan kerja dan interaksi dengan pelanggan atau pihak luar organisasi yang dijalani oleh keseluruhan orang dalam organisasi.<br />
<br />
Kelima hal itu menurut Charlo membutuhkan tenaga yang luar biasa, tidak cukup lagi hanya dengan seorang CEO yang kuat seperti masa lalu. </span>Human Capital - Strategic Partnerhttp://www.blogger.com/profile/04208779425234191268noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7285933679657958061.post-6411478895948261722011-04-14T18:19:00.000-07:002011-07-10T08:40:28.461-07:00human capital -> capital gain<span id="fullpost">Implementasi "human capital" sbg "capital gain".<br />
<br />
Human capital adalah penempatan sdm sebagai bagian dari capital perusahaan bukan sebagai objek saja atau pelengkap operacional perusahaan.<br />
<br />
Jadi perusahaan yang menggunakan istilah human capital adalah perusahaan yang sudah selangkah lebih maju dari yang sebelumnya yaitu hrd atau personalia..</span><br />
<span id="fullpost"><br />
Capital gain adalah perolehan perusahaan dari hasil pengelolaan sdm. Maksudnya adalah penghasilan perusahaan yang diperoleh dari kemampuan Management perusahaan dalam mengelola sdm sehingga memberikan hasil lebih.<br />
<br />
Implementasinya yaitu tingkatkan produktivitas melalui peningkatan motivasi, aplikasi lean, disiplin, pengontrolan yang perfect, konsistensi etc. </span>Human Capital - Strategic Partnerhttp://www.blogger.com/profile/04208779425234191268noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7285933679657958061.post-23343615228660879372011-04-06T01:21:00.001-07:002011-04-06T01:21:30.651-07:00Pay Structures / Salary Structures<div class="post-header"> </div><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;">Dalam sebuah organisasi/perusahaan, diperlukan Struktur Gaji karena beberapa faktor :<br />
- Ethics, konsisten & adil, dimana perlu ditetapkan kerangka yang bisa dibentuk secara logika<br />
- Pay for Position & Pay for Person<br />
- Dasar untuk managemen yang efektif<br />
- Pengawasan, membantu untuk memonitor dan mengontrol implementasinya<br />
- Komunikasi, membantu karyawan untuk mengetahui kesempatan yang tersedia dan memungkinkan untuk dicapai<br />
<br />
Dalam menentukan struktur gaji, perusahaan akan memperhatikan beberapa hal :<br />
Struktur gaji dibentuk dari tingkat pekerjaan, kelompok kerja yang berbeda-beda dengan mengacu pada :<br />
- Nilai-nilai internal yang dibentuk dari penilaian pekerjaan<br />
- Nilai-nilai eksternal melalui survey harga pasar<br />
- Berlaku umum, normatif, dan perundingan untuk pekerjaan<br />
<br />
Struktur gaji memiliki beberapa ciri :<br />
- Tingkat upah yang berbeda-beda untuk setiap pekerjaan<br />
- Tersedianya ruang lingkup Pay Progression melalui Kinerja, Kompetensi, Kontribusi, Keahlian atau Jasa<br />
- Adanya cakupan upah untuk sekumpulan pekerjaan dan dikelompokkan menjadi tingkatan-tingkatan (grade), individual job atau job families<br />
<br />
<br />
<b>Grade Structure</b><br />
Merupakan sebuah urut-urutan / deret yang berinterval dimana kedalamnya diintegrasikan sebuah pekerjaan. Setiap tingkatan mempunyai interval yang sudah ditentukan dan pada umumnya 20-50% diatas minimum.<b> </b></span></div><br />
<span style="font-size: x-small;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-8sMUwdG8-nE/TWAEhX8QZUI/AAAAAAAAAoA/aWKVDT4ZQsc/s1600/grade-745220.jpg"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5575461310093616450" src="http://4.bp.blogspot.com/-8sMUwdG8-nE/TWAEhX8QZUI/AAAAAAAAAoA/aWKVDT4ZQsc/s320/grade-745220.jpg" /></a></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><b>Broadbanding</b> </span><br />
<span style="font-size: x-small;">Serupa dengan Grade Structure, namun memiliki kisaran yang lebih luas dibaningkan dengan yang konvensional. Range maksimum dari group ini dapat mencapai 100% hingga lebih.<b> </b></span><br />
<br />
<span style="font-size: x-small;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-vKZNezbBWOw/TWAEhlfc7EI/AAAAAAAAAoI/NqivNptClwA/s1600/broadbanding-746458.jpg"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5575461313730899010" src="http://1.bp.blogspot.com/-vKZNezbBWOw/TWAEhlfc7EI/AAAAAAAAAoI/NqivNptClwA/s320/broadbanding-746458.jpg" /></a></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><b>Job Family Structure</b> </span><br />
<span style="font-size: x-small;">Didalam sebuah pekerjaan yang sifatnya sama memiliki perbedaan struktur tingkatan. Pekerjaan-pekerjaan tersebut dialokasikan ke dalam sebuah kumpulan pekerjaan yang berdasarkan aktivitas yang dilakukan, keahlian dan kompetensi seperti pekerjaan IT yang merupakan contoh sempurna untuk job family yang biasanya terdapat pemisahan struktur tingkatan. Banyak sekali type-type struktur gaji dan penggajian seperti pay spines, benefit structures, spot rates, fixed rate, time rate.<b> </b></span><br />
<br />
<span style="font-size: x-small;"><b>Pay Range</b><br />
Setiap tingkat/band pekerjaan memiliki upah yang memiliki range & interval dengan minimum & maksimum. Biasanya mengikuti sandard pasar. Rata-rata upah untuk sebuah pekerjaan di pasar industri dikonversikan menjadi Titik Tengah (Mid Point) ata dijadikan range yang maksimum dan bergantung pada Metode Progression Pay yang digunakan.</span><br />
<br />
<span style="font-size: x-small;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-eiRjRncm4XE/TWAEhzYBosI/AAAAAAAAAoQ/4li0HkkLI7w/s1600/pay%2Brange-747215.jpg"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5575461317457846978" src="http://3.bp.blogspot.com/-eiRjRncm4XE/TWAEhzYBosI/AAAAAAAAAoQ/4li0HkkLI7w/s320/pay%2Brange-747215.jpg" /></a></span><br />
<span style="font-size: x-small;">Dapatlah dilihat bahwa pada setiap posisi & sekumpulan gaji di dalam skala itu disebut dengan prosentase. Umumnya hal ini disebut dengan Perbandingan Komparatif / "Compa Ratio". konsep ini sudah digunakan secara luas di Manajemen Penggajian. Gaji dinyatakan sebagai persentase dari Reference Point / Titik Acuan. Oleh karena itu ketika akan menghitung sebuah posisi atau rata-rata untuk beberapa pekerjaan, maka akan terlihat seberapa jauh kita membayar sebuah pekerjaan terhadap karyawan / kandidat tersebut.<b> </b></span><br />
<br />
<span style="font-size: x-small;"><b>Pay Progression</b> </span><br />
<span style="font-size: x-small;">Biasanya angka 100 % itu digunakan sebagai Titik Acuan atau harga pasar rata-rata dari pekerjaan tersebut. Contohnya untuk kandidat yang memiliki kompetensi secara baik untuk seluruh aspek kerja diberikan upah sesuai dengan 100% Reference Point.</span><br />
<br />
<span style="font-size: x-small;">Secara umum, ada 2 kategori untuk melaksanakan hal ini :<b> </b></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><b>1. Fixed Incremental System</b><br />
Pada sistim ini selalu ada kenaikan tahunan dengan beberapa elemen untuk Performance Appraisal. Sehingga apabila karyawan memiliki performance baik akan mendapatkan kenaikan yang baik pula begitu juga dengan sebaliknya. Ketika seseorang mendapatkan 67% Compa Ratio jika tanpa memiliki pengalaman dan baru dalam pekerjaannya. Seseorang yang sudah memiliki pengalaman dapat diberlakukan seperti karyawan yang sudah ada dan sesuai dengan pengalaman & keahliannya. Juga apabila kandidat tersebut sudah memiliki kompetensinya dengan sempurna, dapat diberlakukan max rate.<b> </b></span><br />
<br />
<span style="font-size: x-small;"><b>2. Type Advance</b><br />
Pada prinsipnya sama seperti sebelumnya, namun ada penambahan kategori yaitu kandidat/karyawan memulai gaji pada level diatas 100% dari Titik Acuan misalnya 130% dari Point Factor.<br />
Range perbedaan ini disebabkan oleh adanya kompetensi yang melebihi dari biasanya serta adanya penambahan tanggung jawab, projek dan coaching karyawan. Beberapa Perusahaan ada yang melakukan peninjauan ulang gaji setiap tahunnya dan ada yang melakuannya secara 6 bulanan atau peninjauan setelah perekruitan dan promosi.</span><br />
<br />
<span style="font-size: x-small;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-3rHKmOEuhvo/TWAEiCkyieI/AAAAAAAAAoY/O3gJnIkpNoo/s1600/pay%2Bprogression-748150.jpg"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5575461321537915362" src="http://1.bp.blogspot.com/-3rHKmOEuhvo/TWAEiCkyieI/AAAAAAAAAoY/O3gJnIkpNoo/s320/pay%2Bprogression-748150.jpg" /></a></span>Human Capital - Strategic Partnerhttp://www.blogger.com/profile/04208779425234191268noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7285933679657958061.post-5008325389606078522011-04-06T01:18:00.001-07:002011-04-06T01:18:42.063-07:00<h3 class="post-title entry-title"> Performance Appraisal with Bell Curve Methods </h3><div class="post-header"> </div><div class="mobile-photo" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><span style="font-size: x-small;"></span></div><span style="font-size: x-small;">Performance Appraisal merupakan hal yang sudah lumrah dan dilakukan setiap tahunnya oleh perusahaan. Beberapa macam teknik mengenai Performance Appraisal sudah dibahas di beberapa text book maupun diskusi-diskusi di milis maupun dunia maya.</span><br />
<br />
<span style="font-size: x-small;">Namun seringkali ada sebuah metode yang digunakan oleh perusahaan yaitu dengan cara "memaksa" sekumpulan Performance Appraisal menjadi seperti kurva distribusi normal. Metode ini dikenal dengan nama Bell Curve Methods yang sesuai dengan namanya adalah kurva yang menyerupai gambar lonceng atau sering juga disebut dengan Forced Ranking Methods.</span><br />
<br />
<span style="font-size: x-small;">Metode ini mengharuskan (dari namanya saja sudah kelihatan memaksa) untuk seluruh Performance Appraisal terdiri dari beberapa kelompok yang sifatnya tetap dari sisi jumlah untuk seluruh karyawan. Metode ini akan sangat membantu apabila digunakan untuk perusahaan yang memiliki sejumlah besar karyawan.</span><br />
<br />
<a href="http://4.bp.blogspot.com/_aUz9dFmnrZk/TVE4CgimwII/AAAAAAAAAio/XzmsH5Ool24/s1600/Bell-Curved-JackWelch-794162.jpg"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5571295829779988610" src="http://4.bp.blogspot.com/_aUz9dFmnrZk/TVE4CgimwII/AAAAAAAAAio/XzmsH5Ool24/s320/Bell-Curved-JackWelch-794162.jpg" /></a><br />
<span style="font-size: x-small;">Jack Welch, mantan CEO dari General Electric seringkali mengkaitkan Performance Appraisal dengan distribusi 20-70-10, dimana 20% adalah Top Performance, 70% adalah rata-rata umumnya karyawan dan masih tersisa 10% nya untuk dilakukan pembinaan atau pembinasaan.</span><br />
<br />
<span style="font-size: x-small;">Meskipun para supervisor melakukan diskusi performance review, serngkali terjadi perdebatan di tingkat top managemen mengenai hasil pencapaian kinerja tersebut jika dibandingkan dengan pihak luar. Seringkali pula para High Performance ini tidak memiliki pengetahuan yang memadai mengenai hasil pencapaian mereka atau kuranngnya diskusi secara intens antara karyawan dengan atasannya atau bahkan atasannya sendiri yang kurang memiliki pengetahuan yang memadai untuk memberikan guideline bagaimana sebuah hasil yang luar biasa itu dapat dicapai. Seringkali pula secara individu mereka menjadi tergantung pada kemauan & keinginan supervisor/atasannya untuk memperjuangkan mereka.</span><br />
<br />
<span style="font-size: x-small;">Contoh yang sederhana adalah misalnya ada sebuah perusahaan yang memiliki 1.500 karyawan dimana pada assessment awal menghasilkan data performance karyawan :</span><br />
<span style="font-size: x-small;">- Outstanding = 10%</span><br />
<span style="font-size: x-small;">- Very Good = 13%</span><br />
<span style="font-size: x-small;">- Average = 25%</span><br />
<span style="font-size: x-small;">- Poor = 35%</span><br />
<span style="font-size: x-small;">- Fail = 17%</span><br />
<br />
<span style="font-size: x-small;">Management menghendaki agar menggunakan distribusi normal seperti Jack Welch namun dengan prosentase yang berbeda (Rekomendasi menjadi 5-10-70-10-5, dimana 5% adalah Outstanding & Fail Performance, 10% adalah Very Good & Poor Performance serta 70% untuk Average) seperti yang ditunjukkan pada tabel data karyawan dengan PA berikut :</span><br />
<br />
<span style="font-size: x-small;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/_aUz9dFmnrZk/TVE4C42YJ_I/AAAAAAAAAiw/saRq1VJV3G4/s1600/Tabel%2BData%2BKaryawan%2Bwith%2BPA-795188.jpg"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5571295836305369074" src="http://3.bp.blogspot.com/_aUz9dFmnrZk/TVE4C42YJ_I/AAAAAAAAAiw/saRq1VJV3G4/s320/Tabel%2BData%2BKaryawan%2Bwith%2BPA-795188.jpg" /></a></span><br />
<span style="font-size: x-small;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/_aUz9dFmnrZk/TVE4DNPR2MI/AAAAAAAAAi4/ChI4VHO1Lfg/s1600/PA%2Bwith%2BBell%2BCurve-796167.jpg"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5571295841778522306" src="http://1.bp.blogspot.com/_aUz9dFmnrZk/TVE4DNPR2MI/AAAAAAAAAi4/ChI4VHO1Lfg/s320/PA%2Bwith%2BBell%2BCurve-796167.jpg" /></a></span><br />
<span style="font-size: x-small;">Namun tentu saja hal ini masih sebatas angka belaka. Hal yang paling utama dalam melakukan development Performance Appraisal adalah melihat secara keseluruhan sampai dimana Gap yang dimiliki dari tiap karyawan (individual assessment) sehingga kita bisa merumuskan final result yang terbaik untuk perusahaan kita.</span><br />
<br />
<span style="font-size: x-small;">Beberapa Advantages & Disadvantages tentang Forced Ranking adalah :<b> </b></span><br />
<br />
<span style="font-size: x-small;"><b>Advantages</b> </span><br />
<span style="font-size: x-small;">1. Menerima adanya perbedaan pada tiap karyawan di dalam organisasi</span><br />
<span style="font-size: x-small;">2. Mewajibkan karyawan untuk berprestasi semaksimal mungkin</span><br />
<span style="font-size: x-small;">3. Organisasi dapat melihat talent dari masing-masing anggota dan belajar bagaimana membuat keputusan penting untuk karyawan yang potensial</span><br />
<span style="font-size: x-small;">4. Adanya verifikasi data untuk seluruh performance appraisal</span><br />
<span style="font-size: x-small;">5. Karyawan dihargai karena yang terbaik adalah yang berada di puncak</span><br />
<span style="font-size: x-small;">6. Seluruh pimpinan memberkan perhatian terhadap kinerja anak buahnya serta dirinya sendiri</span><br />
<span style="font-size: x-small;">7. Karyawan "low performance yang termotivasi" akan bergairah dan meningkatkan kinerjanya<b> </b></span><br />
<br />
<span style="font-size: x-small;"><b>Disadvantages</b> </span><br />
<span style="font-size: x-small;">1. Secara keseluruhan, moral karyawan akan turun (negatif)</span><br />
<span style="font-size: x-small;">2. Karyawan low performance akan terdemotivasi</span><br />
<span style="font-size: x-small;">3. Banyaknya keluhan maupun protes akan ketidaksetujuan terhadapa proses yang berlangsung</span><br />
<span style="font-size: x-small;">4. Timbul ketidaknyamanan bekerja</span><br />
<span style="font-size: x-small;">5. Karyawan "low performance yang tidak termotivasi" akan tersingkir</span><br />
<br />
<span style="font-size: x-small;">Tentu saja tidak ada sistem yang terbaik, namun yang ada adalah system yang paling baik dan tepat untuk digunakan pada perusahaan kita sesuai dengan kondisi yang ada.</span>Human Capital - Strategic Partnerhttp://www.blogger.com/profile/04208779425234191268noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7285933679657958061.post-90884575571236311202011-04-06T01:16:00.000-07:002011-04-06T01:16:04.972-07:00Upah Sundulan<div class="post-header"> </div><span style="font-family: Verdana,sans-serif; font-size: x-small;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-b5ANullIMEo/TWAsvGoXIuI/AAAAAAAAAog/rTDQRkSQMpQ/s1600/upah-sundulan-1-739989.jpg"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5575505526430048994" src="http://2.bp.blogspot.com/-b5ANullIMEo/TWAsvGoXIuI/AAAAAAAAAog/rTDQRkSQMpQ/s320/upah-sundulan-1-739989.jpg" /></a></span><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />
</div><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;">Setiap tahun Upah Minimum selalu bergerak dan bertambah. Kondisi ini seringkali menyebabkan kepanikan bagi pengusaha dalam menangani budget perusahaan. Karena tidak semua bisnis mengalami peningkatan, bahkan bisa terjadi bisnis menjadi semakin lesu sehingga menyebabkan para pengusaha akan kalang-kabut apabila diminta untuk menaikkan gaji karyawan. Meskipun demikian para pengusaha tidak punya pilihan lain kecuali mematuhi upah minimum yang berlaku tahun yang berjalan karena terikat dengan undang-undang.</span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />
<span style="font-size: x-small;">Pada prakteknya seringkali terjadi kendala pelaksanaan di lapangan karena kenaikan upah minimum tidak diimbangi secara berimbang dengan kenaikan gaji di perusahaan karena kenaikan gaji di perusahaan tentu saja mengikuti aturan internal dan kemampuan keuangan perusahaan.</span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />
<span style="font-size: x-small;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-S25fGLVjoxY/TWAsvFfHCQI/AAAAAAAAAoo/lP1DNPxXdMc/s1600/Compensation%2Bin%2BIndonesia-740572.jpg"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5575505526122809602" src="http://2.bp.blogspot.com/-S25fGLVjoxY/TWAsvFfHCQI/AAAAAAAAAoo/lP1DNPxXdMc/s320/Compensation%2Bin%2BIndonesia-740572.jpg" /></a></span><br />
<span style="font-size: x-small;">Sebagai contoh untuk DKI Jakarta pada tahun 2010 mempunya UMR = Rp. 1.118.009,- dan di tahun 2011 mengalami kenaikan menjadi UMR = Rp. 1.290.000,-. Kenaikan UMR dari tahun 2010 ke 2011 ini adalah +/- 15,4%. Apabila kenaikan gaji di perusahaan tidak mencapai 15,4% maka akan terjadi penyimpangan-penyimpangan seperti :</span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;">- Karyawan senior (masuk 2010) yang memiliki gaji UMR 2010 pada tahun 2011 tidak akan mencapai UMR 2011</span><br />
<span style="font-size: x-small;">- Karyawan baru/junior (masuk 2011) akan memliki gaji UMR 2011</span><br />
<span style="font-size: x-small;">- Karyawan baru bisa jadi memiliki gaji yang sama atau lebih besar dari karyawan senior</span><br />
<span style="font-size: x-small;">- Timbulnya ketidakpuasan karyawan senior</span><br />
<span style="font-size: x-small;">- Demotivasi karyawan dan yang paling fatal adalah terjadinya mogok kerja</span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />
<span style="font-size: x-small;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-_DucX2U1rVU/TWAsvZhbxnI/AAAAAAAAApA/_Ni9p-x-ygk/s1600/tidak-puas-741014.JPG"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5575505531501266546" src="http://3.bp.blogspot.com/-_DucX2U1rVU/TWAsvZhbxnI/AAAAAAAAApA/_Ni9p-x-ygk/s320/tidak-puas-741014.JPG" /></a></span><br />
<span style="font-size: x-small;">Lalu apa yang akan dilakukan ? Tentu saja pengusaha wajib melakukan estimasi dan simulasi sebelum menetapkan gaji bagi seluruh karyawan dengan melakukan kaidah normatif yang berkeseimbangan di struktur gaji yang paling bawah. Hal ini dikarenakan posisi yang mendapat perhatian khusus adalah posisi yang berdekatan dengan UMR. Maka hal-hal yang harus dilakukan adalah :</span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />
<span style="font-size: x-small;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-wF54rxVFLnc/TWAsv3uhCBI/AAAAAAAAApI/lUwxQRQ1Blg/s1600/upah-sundulan-grading-743732.jpg"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5575505539609200658" src="http://3.bp.blogspot.com/-wF54rxVFLnc/TWAsv3uhCBI/AAAAAAAAApI/lUwxQRQ1Blg/s320/upah-sundulan-grading-743732.jpg" /></a></span><br />
<span style="font-size: x-small;">1. Merumuskan & Menentukan Grading Awal. </span><span style="font-size: x-small;">Lakukan penentuan struktur gaji pada grading pertama pada tahun 2010 dan tahun 2011. Tentukan maksimum & minimumnya</span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />
<span style="font-size: x-small;">2. Tentukan batas limit minimal untuk gaji karyawan yang masuk tahun 2010 atau sebelumnya pada tahun 2011. Angka ini merupakan estimasi tersendiri dan sifatnya sangat subjective bagi masing-masing perusahaan. Tentu saja beda perusahaan, beda pula nilainya</span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />
<span style="font-size: x-small;">3. Rumuskan sebuah fungsi sederhana (gunakan hukum perbandingan pada tahun 2011 dengan tahun 2010). Rumusan ini tentunya hanya berinterval pada gaji minimum dan maksimum di grade awal tahun 2011. Secara matematis dapat digeneralisasikan seperti gambar dibawah ini :</span></div><div style="font-family: Verdana,sans-serif;"><br />
<span style="font-size: x-small;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-qxZ6Un0MdTA/TWAswm2_CtI/AAAAAAAAApo/78AG2pGzylc/s1600/upah-sundulan-fungsi-746196.jpg"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5575505552261188306" src="http://4.bp.blogspot.com/-qxZ6Un0MdTA/TWAswm2_CtI/AAAAAAAAApo/78AG2pGzylc/s320/upah-sundulan-fungsi-746196.jpg" /></a></span><br />
<span style="font-size: x-small;">4. Lakukan penetapan untuk seluruh karyawan pada grading awal yang terkena dampak upah sundulan tersebut. Mudah bukan ?</span></div>Human Capital - Strategic Partnerhttp://www.blogger.com/profile/04208779425234191268noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7285933679657958061.post-66887617984330613512011-03-29T18:18:00.000-07:002011-03-29T20:39:13.989-07:00Lowongan Kerja Assistant Sale / SPGDi Butuhkan Segera :<br />
<br />
<div class="MsoNormal"><span style="font-size: 20pt;"> Assistant sale / SPG</span></div> POLO RALPH LAUREN & MDS<br />
( Penempatan di Mall, Hotel, Airport Jakarta-Jawa -Bali ) <br />
Kriteria :<br />
• Wanita Usia 18 s/d 24 tahun.<br />
• Tinggi Min 159 cm<br />
• Pendidikan Min. SLTA<br />
• Penampilan menarik<br />
• Single ( Belum menikah )<br />
• Fresh Graduate / Berpengalaman.<br />
<br />
Benefit : Gaji Pokok + Insentif<br />
<br />
Datang Langsung / Bawa CV ke :<br />
Jl. Kali anyar I No. 15A Jembatan Besi Jakarta Barat 11310<br />
Telp : (021) 6317295, 6310515, 97000733<br />
Atau Email CV anda ke : syaiful_s@polobyralphlauren.co.idHuman Capital - Strategic Partnerhttp://www.blogger.com/profile/04208779425234191268noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7285933679657958061.post-16463846540005157482011-02-24T17:31:00.000-08:002011-02-24T17:31:00.505-08:00Sukses Mengelola SDM Perusahaan<div style="text-align: center;"><em>kinerja perusahaan yang baik<br />
dapat berawal dari pengelolaan<br />
SDM karyawannya. Gunakan free<br />
software untuk kebutuhan ini.</em></div><div style="text-align: center;"><br />
</div>Krisis ekonomi yang tengah melanda banyak sektor di seluruh dunia, berimbas pada banyaknya kejadian PHK massal di berbagai industri atau perusahaan besar di berbagai penjuru dunia termasuk di Indonesia. Lemahnya daya beli masyarakat, mahalnya harga kebutuhan pokok, masih tingginya suku bunga kredit yang ditawarkan perbankan, dapat menjadi beberapa contoh kasus yang dapat kita rasakan di Indonesia untuk saat ini. Namun dengan rasa optimis serta tetap bekerja keras, kita dapat berharap agar krisis ini dapat segera berlalu sehingga kesejahteraan untuk semua lapisan masyarakat dapat benar-benar terwujud di negara yang kita cintai ini. Sambil menunggu waktu yang tepat untuk meningkatkan kapasitas produksi di saat kondisi ekonomi kembali membaik, ada baiknya para Human Resource Manager perusahaan mulai membuat perencanaan yang baik untuk menambah kembali sejumlah pegawai yang akan direkrut. Tentu saja akan lebih baik jika proses rekruitmen pegawai baru serta pengembangan sumber daya manusia yang telah ada di perusahaan, dilakukan dalam sistem informasi yang mudah dibaca. Dari sistem informasi ini, level atas seperti direktur, manajer, atau kepala cabang, dapat dengan mudah mengambil keputusan yang dibutuhkan untuk perusahannya.<br />
<br />
Pertanyaannya, adakah sistem informasi Human Resource Management (HRM) yang murah dan mudah digunakan untuk hal ini? Karena tidak semua perusahaan, terutama perusahaan kecil dan menengah, mampu memiliki memperoleh software HRM karena lisensi aplikasi ini biasanya mahal. Jawabannya adalah ada. Aplikasi ini bahkan tersedia secara free dan memiliki kelengkapan modul yang cukup lengkap serta dapat menandingi sistem HRM komersial sejenis yang berharga ratusan hingga ribuan dollar. Nama aplikasi tersebut adalah OrangeHRM. OrangeHRM adalah sebuah solusi HRM berbasis open source yang ditujukan bagi kalangan usaha kecil dan menengah (UKM) dengan menyediakan sistem HRM yang luwes, mudah digunakan, murah biaya, dan berbasis web.<br />
<br />
<br />
<strong>SEKILAS ORANGEHRM</strong><br />
Proyek pembuatan OrangeHRM dimulai pada musim gugur tahun 2005, dan rilis versi beta pertama dilakukan pada Januari 2006. Hari ini para pengguna OrangeHRM di seluruh dunia dapat menikmati solusi HRM secara bebas, stabil, dan sangat bermanfaat. Saat ini OrangeHRM telah memasuki rilis versi 2.6.1 dan masih akan ditambah dengan modul-modul pelengkap lainnya seperti Performance Appraisal dan Training Module. Sistem OrangeHRM telah didukung oleh layanan yang profesional sejalan dengan pesatnya pertumbuhan dan popularitasnya yang dikenal luas oleh komunitas open source sedunia. Melalui pengembangan dan peran serta dari komunitas pengguna, para developer dan mitra, manfaat dan fungsi OrangeHRM masih terus disempurnakan. Dari waktu ke waktu, OrangeHRM terus mengalami penyempurnaan dan pengayaan fitur.<br />
<br />
<strong>FITUR ORANGEHRM<br />
</strong><br />
OrangeHRM memberikan solusi lengkap yang sangat membantu Human Resource Manager dalam menjalankan kegiatan Human Resource Management di kantor. Berikut sejumlah fitur yang dimiliki oleh OrangeHRM<br />
<ol><li><strong>Informasi Perusahaan</strong>. Dalam fitur ini, OrangeHRM memberikan kemudahan untuk mengisi data perusahaan (namaperusahaan, alamat, lokasi kantor cabang).</li>
<li><strong>Struktur Organisasi</strong>, Jabatan, Uraian Jabatan, dan Skala Gaji. OrangeHRM memiliki fasilitas untuk membuat struktur organisasi di mana masing-masing karyawan melekat pada satu pekerjaan atau jabatan tertentu, termasuk di dalamnya skala gaji untuk masing-masing jabatan.</li>
<li><strong>Administrasi Data Karyawan</strong>. OrangeHRM dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan informasi data karyawan meliputi data pribadi (nama, alamat, telepon, kontak, tanggungan dan lain-lain), foto karyawan, riwayat karir karyawan, keterampilan, riwayat pelatihan serta sertifikasi yang dimiliki karyawan, pendidikan, serta berbagai informasi tambahan yang dapat dilampirkan pada masing-masing file karyawan.</li>
<li><strong>Absensi Karyawan</strong>. Di dalamnya, OrangeHRM mempunyai fasilitas absensi karyawan termasuk pembuatan jadwal kerja karyawan yang dapat dimonitor oleh atasannya.</li>
<li><strong>Pengelolaan Cuti</strong>. OrangeHRM juga mempunyai fasilitas untuk mengelola cuti karyawan, termasuk di dalamnya<br />
rencana pengajuan cuti, pengambilan cuti, sisa cuti ataupun pembatalan cuti dan penghitungan sisa cuti.</li>
<li><strong>Jaminan Sosial</strong>. OrangeHRM dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan manfaat bagi karyawan seperti skema Jamsostek atau bentuk-bentuk benefit bagi karyawan lainnya yang dapat dikonfigurasi sendiri sesuai dengan kebutuhan perusahaan.</li>
<li><strong>Rekruitmen</strong>. Fitur ini adalah fasilitas untuk membuka iklan lowongan kerja di internet. Kelebihan yang dimiliki dibanding sistem lainnya, bila terdapat pelamar yang mengajukan lamaran, maka manajer yang membuka lowongan akan langsung menerima pemberitahuan e-mail dari sistem dan dapat segera menentukan jadwal wawancara atau tahapan seleksi berikutnya. Informasi tersebut juga akan disampaikan langsung oleh sistem kepada pelamar. Segala proses seleksi tersebut akan tercatat oleh sistem.</li>
<li><strong>Pembuatan laporan dan pencarian data</strong>. Di dalam OrangeHRM disediakan fitur untuk membuat laporan karyawan sesuai dengan field data yang dikehendaki (customized) sesuai keperluan. Selain itu, disediakan fitur untuk mencari data karyawan dengan cepat melalui berbagai kriteria yang tersedia, misalnya berdasarkan ID kar- yawan, nama karyawan, jabatan dan lain sebagainya.</li>
<li><strong>Entri data oleh semua orang dengan otorisasi terkendali</strong>. OrangeHRM memungkinan 3 jenis rang yang dapat mengisikan data dan melihat data di OrangeHRM sesuai dengan batas-batas wewenang yang diberikan kepadanya, yang diantaranya: <ul><li>Administrator System (HR Admin User): Otoritas tertinggi yang dapat mengubah semua data dari sistem.</li>
<li>Admin User Group: Misalnya Supervisor Personalia yang dapat mengubah modul-modul terbatas dari OrangeHRM atau pun manajer yang mempunyai akses untuk mengontrol absen, cuti dan kegiatan anak buahnya.</li>
</ul><ul><li>Employee Self Service: Fasilitas ini memungkinkan karyawan mengisi sendiri data-data kepersonaliaan sebatas wewenang yang diberikan, juga dapat mengisi pengajuan cuti, pembuatan jadwal kerja mingguan, dan lain sebagainya.</li>
</ul><br />
</li>
</ol><strong>MODUL-MODUL ORANGEHRM</strong><br />
OrangeHRM dibuat berdasarkan arsitektur modular yang terdiri dari modul-modul berikut:<br />
<ol><li>Modul Admin.</li>
<li>Modul PIM.</li>
<li>Modul ESS (Employee Self Service).</li>
<li>Modul Cuti (Leave Module).</li>
<li>Modul Waktu Kerja (Time Module).</li>
<li>Modul Laporan (Report Module).</li>
<li>Modul Pelacak BUG (Bug Tracking Module).</li>
<li>Modul Rekrutmen (Recruitment Module).</li>
</ol><div style="text-align: center;"> Gmb.1. <em><strong>Proses Instalasi di Xampp</strong></em><br />
<img alt="1297049467868200589" class="size-full wp-image-87790 aligncenter" height="405" src="http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2011/02/1297049467868200589.png" title="1297049467868200589" width="574" /></div><a href="http://www.orangehrm.com/download.php">Download OrangeHRM</a><br />
<div style="text-align: left;"><br />
</div>Human Capital - Strategic Partnerhttp://www.blogger.com/profile/04208779425234191268noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7285933679657958061.post-25512171157797947882011-02-09T17:10:00.000-08:002011-02-09T17:10:28.573-08:00Mungkinkah HR MenjadiDi era knowledge economy, manusia merupakan modal utama setiap organisasi sehingga melahirkan istilah human capital (seperti nama majalah kita ini, red). Pada saat kita berbicara tentang manusia, maka seyogyanya peran bagian HR (human resource) akan tampak menonjol dan signifikan dalam setiap organisasi. Seharusnya inilah era bagi Direktur, Manajer atau Kepala Bagian HR untuk tampil ke depan berdiri sejajar – kalau tidak mendominasi – dengan direktur bidang lainnya.<br />
<br />
Kenyataannya tidaklah begitu. Sebagian besar orang-orang HR tertinggal di belakang, dan dalam beberapa kasus mengalami pengkerdilan dalam arti yang sebenamya. Penyebabnya sangat beragam, mulai dari CEO yang kurang memahami atau menganggap penting aspek human capital bagi kesuksesan organisasi hingga kesalahan orang-orang HR sendiri yang tidak pernah berusaha menjadi mitra bisnis sejajar.<br />
Dalam kasus pertama, CEO atau direksi lain beranggapan bagian HR cukup mengurusi aspek administrasi personel saja, seperti gaji, lembur, absensi, melakukan PHK, dan sejenisnya. Sebagian besar aktivitas itu kini bisa dilakukan dengan menggunakan sistem teknologi informasi (TI) sumber daya manusia yang disediakan oleh berbagai pengembang piranti lunak berskala kecil hingga berskala besar macam Oracle, People Soft, SAP, dan sebagainya. Maka, begitu otomatisasi administrasi HR itu dinilai lebih efisien dan akurat, fungsi pengadministrasian itu diambil-alih oleh TI (dalam hal ini biasanya dikelola oleh bagian TI).<br />
Pengambilalihan ini semakin membuat orang HR kehilanganp peran dan eksistensinya. Konsekuensinya, jumlah bagian HR berkurang drastis. Tak jarang, akhirnya, orang-orang HR kemudian digabungkan ke dalam bagian TI dengan kepemimpinan berada di tangan orang TI – bukan di tangan orang HR. Mereka pun dipaksa untuk belajar teknologi ketimbang menjalankan peran HR yang lebih dibutuhkan.<br />
Keputusan manajemen perusahaan “mengkerdilkan” bagian HR -seperti di atas jelas sebuah kekeliruan besar. Nyawa manajemen HR tidak akan bisa dijalankan oleh mesin atau oleh orang TI. Teknologi dibuat oleh orang-orang TI dengan memahami proses bisnis bagian HR, bukan sebaliknya. Oleh sebab itu, seperti ditegaskan Regional Sales Leader Mercer Consulting Greg Lipper, teknologi hanya buseess enabler dalam bidang HR – alat bantu dalam menjalankan pekerjaan. “TI tidak bisa menggantikan peran HR secara menyeluruh,” tegasnya kepada Human Capital. Lagipula, fungsi bagian HR delam era knowledge economy tidak lagi sebatas proses pengadministrasian tetapi jauh lebih strategis dari hal itu.<br />
Sejatinya, orang-orang TI pun mengakui bahwa dalam manajemen HR, jauh lebih baik menyerahkannya kepada orang HR yang mengerti teknologi ketimbang orang TI yang mengerti mengenai HR. "Manajemen HR jauh lebih rumit daripada manajemen teknologi. Pengetahuan dasarnya justru berada di tangan orang HR,” tukas Gunawan Lukito, Direktur Pemasaran Oracle.<br />
Ancaman lain yang berdampak pengkerdilan terhadap bagian HR adalah derasnya praktik outsourcing HR. Sekitar 2002, misalnya, perusahaan migas Maxus Indonesia membabat habis orang HR dengan hanya menyisakan 2 orang saja (VP HR dan satu sekretaris merangkap stafnya). Pembabatan ini dimungkinkan karena sebagian besar proses manajemen HR dialihdayakan kepada perusahaan lain. Begitu mudahnya bagian HR dipreteli.<br />
<br />
Kasus Maxus di atas merupakan kasus ekstrim, namun gelombang outsourcing (alih daya) bidang HR dalam skala lebih kecil berlangsung cepat di dunia dalam beberapa tahun terakhir. Sebuah survei global terhadap perusahaan besar oleh Hewitt Associates tahun ini mendapatkan fakta 94% telah mengalihdayakan setidaknya 1 (satu) aktivitas di bidang HR. Sebelum 2008, menurut survei yang sama, perusahaan tersebut telah menyusun rencana untuk memperluas praktik outsourcing ke berbagai aktivitas HR, termasuk fungsi pembelajaran dan pengembangan, penggajian, rekrutmen, kesehatan dan kesejahteraan, dan mobilitas global.<br />
Berbagai tren pengkerdilan di atas benar-benar akan mengkerdilkan bagian HR sehingga menjadi pukulan mematikan bagi orang-orang yang ingin berkarir di bagian HR bila mereka membiarkannya terjadi. Transformasi fungsi dan cara berpikir orang HR menjadi jawaban kuncinya.<br />
“Mereka harus menjalankan peran yang lebih strategik dalam konteks keberhasilan organisasi,” ujar Dr. AS Ruki, konsultan SDM senior di Indonesia.<br />
Transformasi tersebut enak untuk diucapkan, tetapi tidak mudah dalam pelaksanaannya. Kebutuhan untuk melakukan transformasi sejalan dengan semakin berkembangnya bisnis. Menurut pandangan guru manajemen HR terkemuka dari University of Michigan Dave Ulrich dalam bukunya Human Resources Champion, ada 4 tahapan peran yang dijalankan bagian HR di dalam setiap perusahaan.<br />
<br />
Tahap pertama adalah HR tradisional atau tahap administrasi, di mana bagian HR hanya menjalankan fungsi administrasi saja, seperti membayar gaji, menghitung absensi, lembur, dan seterusnya. Perkembangan berikutnya melahirkan tahap kedua, yaitu bagian HR harus menyesuaikan peraturan perusahaan dengan peraturan pemerintah (government accountability), misalnya hubungan industrial – di luar pekerjaan administratif tadi. Kita mengenal pula istilah hubungan karyawan (employee relationship).<br />
Tahap ketiga, bagian HR berperan dalam aspek yang lebih strategik, yaitu pengembangan SDM (HR Development) – di luar peran pengadministrasian dan mengelola HR sesuai aturan pemerintah. Tahap keempat, bagian HR sudah berperan sebagai mitra bisnis (business partner) perusahaan. HR bukan hanya memainkan peran dasarnya sebagai bagian dari manajemen, tetapi berperan penting dalam menentukan kesuksesan bisnis perusahaan. Peran HR pada tahapan terakhir ini merupakan tuntutan dari era human capital.<br />
<br />
Pada tahapan mana bagian HR perusahaan berperan, menurut Dosen & Assistant Director CBM & EDP Prasetya Mulya Matakhir Derita, sangat ditentukan sejauh mana perkembangan perusahaan. “Jika masih baru, tentu masih dalam tahap administrasi. Perusahaan yang sudah matang atau mapan tentu mengharuskan bagian HR sebagai mitra strategik perusahaan,” ungkapnya.<br />
Dave Ulrich juga menjelaskan 4 fungsi yang bisa dijalankan bagian HR sebagai mitra bisnis strategik. Pertama, sebagai mitra strategik bagi eksekutif puncak dalam melakukan formulasi dan implementasi strategi bisnis. Bagian HR bukan hanya berperan dalam menyusun dan melaksanakan strategi bisnis perusahaan, tetapi seperti dikatakan Direktur bii Sukatmo Padmosukarso juga mewarnai strategi dan implementasinya. Kedua, sebagai agen perubahan. Mereka mampu mendesain, mempelopori, dan mengubah sikap dan perilaku SDM perusahaan sesuai dengan budaya yang dibutuhkan.<br />
Ketiga, berperan dalam meningkatkan kinerja dan kontribusi karyawan terhadap keberhasilan perusahaan sehingga bisa menjadi champion bagi perusahaan. Fungsi terakhir, keempat, bagian HR harus ahli dalam menjalankan administrasi bidang SDM: rekrutmen, training dan pengembangan, peningkatan kinerja, sistem remunemerasi, dan seterusnya.<br />
<br />
“Fungsi keempat ini harus beres dulu, karena itu merupakan fungsi dasar dari bagian HR. Kalau belum beres, bagaimana bisa bagian HR bicara strategi?” tambah Matakhir dengan nada bertanya.<br />
Menggunakan pemikiran Dave Ulrich, kebanyakan bagian HR perusahaan di Indonesia masih berada pada tahap pertama dan tahap kedua. Sebagian kecil sudah masuk ke tahap ketiga, dan nyaris sedikit sekali organisasi di mana bagian HR-nya bisa disebut sebagai mitra bisnis strategik perusahaan. Lukman Kristanto, Direktur HR Mulia Group, setuju dengan kesimpulan tersebut. “Mereka masih sibuk dan tenggelam dengan masalah administrasi. Cuma dia lupa tidak mengaitkannya dengan aspek bisnis perusahaan.”<br />
Lucky Suardi, Konsultan dari Mercer HR Consulting, sering mendapatkan keluhan dari manajemen puncak perusahaan tentang kurangnya pemahaman bagian HR terhadap visi, misi, dan strategi bisnis perusahaan. “Itu konsisten kami temui di sejumlah perusahaan khususnya perusahaan yang sedang bertransformasi, ” akunya. Sementara di perusahaan yang sudah mapan, lanjutnya, secara umum mereka telah menempatkan HR di posisi yang tepat.<br />
<br />
Lukman tidak setuju jika HR sebagai mitra strategik hanya untuk perusahaan yang sudah mapan ataupun sedang melakukan transformasi fungsi. Seharusnya di setiap perusahaan, paparnya, bagian HR menjadi mitra strategik, dan hal ini sangat tergantung kepada orang yang memimpin bagian HR itu sendiri. “Kalau dia old fashion, susah juga,” katanya.<br />
<br />
Unilever Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang memiliki bagian HR dengan fungsi mitra bisnis strategik. Implementasi sistem Balanced Scorecard di perusahaan produk konsumen terkemuka ini semakin mengukuhkan peran vital bagian HR terhadap pencapaian bisnis perusahaan, karena mereka bertanggung jawab dalam perspektif learning & growth dengan ukuran-ukuran kinerja (Key Performance Indicator/KPI) yang jelas. Bukan hanya pasif menunggu kebijakan bisnis perusahaan, tetapi juga proaktif memberikan masukan dalam formulasi dan implementasi strategi bisnis.<br />
Strategi manajemen sangat menentukan lahimya bagian HR yang paham tentang bisnis dan bagaimana berkontribusi dalam pencapaian target bisnis perusahaan. Menurut Josef Bataona, Direktur HR Unilever Indonesia, setiap hari seluruh karyawan Unilever dibiasakan melihat pencapaian bisnis Unilever (realisasi vs target bisnis hingga hari itu secara kuantitatif) di layar TV yang ada di pojok setiap lantai Graha Unilever. Jika kinerja setiap kategori bisnis belum memuaskan, karyawan dari setiap bagian akan berpikir apa yang bisa mereka lakukan untuk meningkatkan kinerja tersebut. “Semuanya kami coba kuantitatifkan dalam bentuk bottom line. Toh, ujung-ujungnya kita berbicara pencapaian finansial,” tuturnya mantap.<br />
Dengan cara ini, seluruh bagian perusahaan – termasuk bagian HR- akan terbiasa dan selalu berpikir dalam konteks bisnis. Bahasa komunikasinya pun jadi sama: bahasa bisnis. Orang HR otomatis tahu apa makna dari tidak tercapainya sebuah target bisnis dalam perspektif manajemen HR: pengembangan kompetensi, manajemen talenta, perbaikan sistem promosi dan insentif, dan seterusnya.<br />
<br />
<strong>Bagaimana caranya?</strong><br />
Pada dasamya menjadi mitra bisnis strategik mengharuskan orang-orang HR paham tentang visi, misi, dan strategi bisnis perusahaan. Pemahaman tersebut menjadi dasar bagi bagian HR menjalankan transformasi bagian HR melalui dua jalur : menyelaraskan strategi manajemen HR dengan strategi perusahaan, dan memberikan layanan HR secara efektif dan efisien.<br />
<br />
Pertanyaannya, seberapa banyak orang HR yang mengerti visi, misi, dan strategi bisnis perusahaannya bekerja? Ada banyak cara bagi bagian HR untuk memahami visi, misi, dan strategi bisnis perusahaannya, antara lain, menghadiri setiap rapat eksekutif, mendengarkan ceramah/pengarahan eksekutif lainnya, membaca buku laporan tahunan, bertanya kepada CEO, membaca selebaran informasi internal perusahaan, berita pers, dan analisis industri.<br />
Sejatinya, strategi bisnis setiap perusahaan sangat beragam: mempertahankan posisi pemimpin pasar, meningkatkan pangsa pasar, menjadi perusahaan terbesar, menjadi perusahaan paling menguntungkan, meningkatkan kepuasan pelanggan, paling cepat meluncurkan produk/layanan baru, fokus pada segmen bisnis yang paling menguntungkan, dan seterusnya. Setiap strategi bisnis tersebut membutuhkan manajemen HR yang berbeda-beda: mulai dari profil kompetensi orang yang dibutuhkan hingga program training dan remunerasinya.<br />
Namun, di sinilah seringkali orang HR kedodoran. Studi di negara Anerika menunjukkan, manajer HR kurang memiliki minat di bidang hisnis atau diperlengkapi dengan pengetahuan tentang bisnis. Sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap karyawan potensial (talent) yang akan menentukan masa depan perusahaan, kenyataan ini sangat memprihatinkan.<br />
Studi lain oleh Society for Human Resource Management (SHRM), sangat sedikit orang HR yang memiliki gelar di luar S-1 (bachelor degree). Kondisi ini lebih buruk dari kondisi tahun 1990. Studi yang sama memberikan data menarik: ditanya tentang berbagai kursus akademik yang paling bernilai untuk kesuksesan karir di bidang HR, mereka menjawab keahlian berkomunikasi interpersonal dinilai paling penting (83%). Pengetahuan tentang UU Ketenagakerjaan dan Etika berada di urutan berikutnya, masing-masing 71% dan 66%. Kemampuan manajemen perubahan hanya 35%, dan manajemen strategik hanya 32%. Lalu, pengetahuan tentang keuangan? Hanya 2%.<br />
<br />
Masalah lain, kalaupun manajer atau eksekutif HR cukup memahami aspek bisnis, Dave Ulrich menyampaikan kritiknya bahwa mereka lebih mementingkan aktivitas di bidang HR daripada hasilnya. Dia memberi contoh pemberian training berdasarkan ukuran jam training setahun tanpa diketahui sampai sejauh mana efektivitas training tersebut. Idealnya setiap aktivitas training juga mengukur ROI (Return on Investment). “Anda akan dinilai efektif bila memberikan nilai tambah,” sambil menegaskan, “Anda dinilai bukan pada apa yang dikerjakan, tetapi pada apa yang dihasilkan.”<br />
Menurut Dave Ulrich dalam buku The HR Value Proposition, HR harus menciptakan nilai bagi perusahaan. Caranya banyak: mendorong pengembangan kompetensi dan komitmen bagi seluruh karyawan, mengembangkan kemampuan bagi manajer untuk menerapkan strategi, membantu membangun hubungan dengan pe-langgan, dan menciptakan kepercayaan terhadap investor terhadap nilai masa depan dari perusahaan.<br />
Bagi profesional HR, berbagai matriks manajemen HR sudah menjadi makanan sehari-hari. Sayangnya, sangat sedikit yang menghubungkannya dengan kinerja bisnis. Sebagai institusi pencipta kekayaan (wealth creation), pada akhirnya seluruh aktivitas yang dilakukan perusahaan – termasuk manajemen HR – berujung pada imbal-hasil finansial (financial return). Itu sebabnya, gagasan agar pucuk pimpinan tertinggi HR menjadi CPO (Chief Performance Officer) kini bergaung keras.<br />
Kalau kritik terhadap peran strategik HR di Amerika masih sebegitu besamya, bisa dibayangkan betapa kondisi empirisnya di Indonesia jauh lebih buruk dari hal tersebut. Dewasa ini, menurut Mercer, sekitar 50% bagian HR perusahaan Amerika sedang mentransformasikan perannya menuju mitra strategik, sementara di Asia angkanya mencapai 75% ke atas.<br />
<br />
Repotnya, strategi bisnis perusahaan bisa berubah setiap tahun. Ini ikut menyulitkan orang HR untuk memahami strategi bisnis perusahaan dan menyelaraskan manajemen HR dengan strategi tersebut. Cepatnya dinamika perubahan bisnis diakui Corporate Services Director Indosat S. Wimbo S. Hardjito seringkali membuat bingung bagian HR. Setiap perubahan menuntut orang dengan kompetensi berbeda. Ia memberi contoh, dulu Rumah Sakit (RS) membutuhkan dokter yang bagus, tetapi sekarang selain bagus juga harus ramah dalam melayani. Selain itu, dulu manajemen RS menganggap orang yang datang ke RS, namun sekarang RS harus dipromosikan kepada konsumen. “Makanya, RS pun butuh orang pemasaran,” tuturnya.<br />
Contoh lain adalah IBM. Dulu perusahaan raksasa ini menganggap dirinya sebagai perusahaan komputer sehingga membutuhkan orang yang pintar. Belakangan IBM mengklaim dirinya sebagai perusahaan jasa. Yang dibutuhkan jelas orang yang ramah dalam melayani. Sering terjadi, bagian HR terlambat melakukan antisipasi maupun penyesuaian terhadap kompetensi orang yang dibutuhkan.<br />
Dalam persepsi Sukatmo Padmosukarso, Direktur bii, orang-orang HR tidak perlu memahami bisnis terlalu detil karena itu aka menyedot waktu dan konsentrasi sehingga mengganggu pekerjaannya sebagai orang HR.<br />
“Memahami proses bisnis secara umum pun sudah cukup, namun harus memiliki kompetensi sebagai orang HR mumi," tegasnya. Untuk menjadikannya sebagai mitra strategis, bagian HR bii diikutkan dalam proses formulasi strategi bisnis dan berbagai forum bisnis lainnya. “Selain berpartisipasi, mereka juga mewamai strategi bisnis tersebut,” katanya. Dalam setahun terakhir, bahkan, bagian HRdi serahkan untuk mendidik line manager – tidak seperti yang terjadi di banyak perusahaan di mana peran line manager sedemikian sentralnya sehingga mengkerdilkan peran HR.<br />
<br />
Bagi Julianto Sidarto, Country Manager Accenture, tidak semua bagian HR harus menjadi mitra bisnis strategik, tergantung pada bagaimana manajemen perusahaan menempatkan posisi HR, strategis apa tidak. Selama bukan bagian dari manajemen, maka bagian HR hanya menjalankan fungsi administrasi saja. “Hal seperti ini banyak terjadi di Indonesia,” ujamya. Hal tersebut jelas tidak terjadi di� Accenture. “Karena aset utama kami adalah manusia.” Di sini. HR merupakan bagian dari manajemen sehingga mendapat perhatiari sama dengan bagian pemasaran dan keuangan. Kalau bagian HR tidak jalan, lanjutnya, sebagai perusahaan penjual jasa manusia, maka tidak ada yang bisa dijual oleh Accenture.<br />
<strong>Sulitnya Mencari Orang HR Berkualitas</strong><br />
Persoalannya, pasokan tenaga profesional di bidang HR di Indonesia sangat terbatas. Sumber pasokan utama profesional HR biasanya adalah lulusan psikologi dan hukum. Di bangku kuliah, mereka memang tidak diajarkan tentang berbagai aspek bisnis perusahaan yang sebetulnya terkait dengan tugas mereka sebagai orang HR Akibatnya, pemahaman orang HR terhadap bisnis perusahaan sangat rendah. Sulit sekali mendapatkan orang HR yang benar-benar profesional, seperti diakui Richard McHowat, CEO HSBC Indonesia.<br />
“Saya kira sistem pendidikan HR di Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan kalangan bisnis,” tukasnya. Baginya maupun bagi HSBC, bagian HR memiliki fungsi strategik untuk pencapaian target bisnis perusahaan. “CEO dan eksekutif HR harus jalan bersama-sama. Tidak bisa jalan sendiri-sendiri,” katanya mengilustrasikan pentingnya bagian HR. Secara singkat Richard mengatakan, bila manusia menjadi faktor pembeda bisnis perusahaan dengan pesaing maka berbagai aspek manajemen HR mulai dari rekrutmen hingga sistem reward harus dibuat secara terpadu.<br />
<br />
Konsekuensi dari terbatasnya jumlah profesional HR di Indonesia – yang memiliki pemahaman tentang bisnis – menyebabkan banyak perusahaan terpaksa mengambil orang bisnis untuk memimpin bagian HR. Faktanya, sebagian besar eksekutif HR perusahaan di Irdonesia berasal dari kalangan bisnis, bukan orang-orang HR tulen. Endiy PR Abdurrahman, Direktur HR HSBC Indonesia, misalnya, berasal dari kalangan bisnis. S. Wimbo S. Hardjito, sebelum menjadi Direktur HR, adalah orang bisnis (CEO Satelindo). Juga Sukatmo Padmosukarso (bii), Nimrod Sitorus (Bank Mandiri), Muliadi Raharja (Bank Danamon), Kemal Ranadireksa (Bank BNI), dan banyak lagi.<br />
Tetapi, pilihan terhadap orang bisnis ini tidak selalu manjur. Sukatmo menceritakan pengalamannya saat diminta memimpin bagian HR bii ketika bergabung dengan bank itu 2002. Sebagai eksekutif yang berasal dari bisnis jelas pengetahuannya tentang HR tidaklah lengkap. Ketika ia mengajak Kepala Divisi HR dan jajarannya mendiskusikan sistem manajemen HR bii dan berbagai teori HR, semuanya malah tidak mengerti. Rupanya sebagian besar orang HR berasal dari bisnis, yang besar di era kepemimpinan keluarga Eka Tjipta Widjaja dan tidak dibekali kemampuan mengelola orang yang baik. Wajar saja jika kemudian seringkali terjadi demonstrasi karyawan yang merasa tidak puas terhadap manajemen bii pada periode 1999-2001.<br />
Richard McHowat sebetulnya lebih senang bila yang memimpin HR benar-benar praktisi HR sehingga perusahaan tidak perlu sering mengirimkannya ke berbagai program training, konferensi, dan seminar HR. “Sebab, untuk bisa bekerja profesional, orang bisnis harus dibekali dulu ilmu dan teori HR yang memadai,” lanjutnya.<br />
Kelangkaan tenaga profesional HR ini menyebabkan pasar profesional HR mengalami booming. “Sulit sekali mencari profesional HR berkualitas,” aku beberapa eksekutif perusahaan executive search / head hunter kepada Human Capital.<br />
Bagaimana seorang CEO menempatkan fungsi HR memang sangat menentukan strategik atau tidaknya bagian HR. Seperti Richard, CEO Telkomsel Kiskenda Suriamihardja, juga menempatkan bagian HR pada posisi yang sangat strategis. Itu sebabnya, ia memegang langsung manajemen HR bersama-sama dengan Direktur HR, VP HR, dan Kepala Divisi HR. "Soal manajemen HR saya tidak mau main-main. Maju atau tidaknya organisasi sangat ditentukan keberhasilan dalam mengelola HR,” tegasnya serius.<br />
Sebagai orang Telkom, sikap dan keyakinan Kiskenda itu telah menjadi ciri khas orang Telkom, warisan nyata dari mantan CEO Telkom Cacuk Sudarijanto (alm.). Lain lagi dengan Robby Djohan. Di setiap perusahaan yang dia pimpin tidak ada jabatan Direktur HR karena menurutnya manajemen HR harus langsung dipegangnya sebagai CEO. “Bagian lain tidak perlu saya urus, tetapi manajemen HR itu harus ditangani langsung oleh CEO,” begitu ia menjelaskan prinsipnya.<br />
<br />
Beruntunglah orang HK bila memiliki CEO dengan pemikiran di atas. Bagi yang tidak beruntung, untuk menjadi dan dianggap mitra bisnis strategik memang butuh upaya ekstra. Ia tidak datang dengan sendirinya. Henurut para penulis buku The Essentials of Negotiation, hasil kerjasama Harvard Business School dengan SHRM, praktisi HR harus meningkatkan kemampuan dirinya dalam bernegosiasi untuk mendapatkan dukungan dari bos, kolega, dan para bawahan (baca: “Strategi Menjadi Mitra Bisnis Strategik”).<br />
<br />
Sekarang terpulang kepada para praktisi HR: ingin menjadi mitra strategik atau tidak?Human Capital - Strategic Partnerhttp://www.blogger.com/profile/04208779425234191268noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7285933679657958061.post-62876927488306159642011-02-09T17:07:00.001-08:002011-02-09T17:07:31.236-08:00Transformasi SDM : Suatu Pendekatan Kajian AwalDalam banyak paparan baik yang tertulis maupun dalam seminar-seminar, upaya untuk meningkatkan peran SDM di berbagai organisasi perusahaan semakin sering kita dengar. Dimulai dari hal-hal yang bersifat mendasar, penyebutan nama unit organisasi SDM misalnya, dan penggunaan nama personalia menjadi Sumber Daya Manusia. Akhir-akhir ini bahkan mulai banyak kita dengar penggunaan nama <em>Human Capital.</em><br />
Sesuai dengan namanya, peran manajemen SDM pun telah banyak melalui proses transformasi. Dari peran dan fokus pada kegiatan administrasi personalia semata-mata, menjadi mitra bisnis dari jajaran manajemen ini. Manifestasi peran strategis ini salah satunya dapat terlihat dari keterlibatan langsung para pimpinan puncak perusahaan dalam pengambilan keputusan-keputusan strategis SDM; keberadaan anggota direksi yang khusus mengelola aspek perencanaan dan pengembangan SDM.<br />
Sebagaimana dikatakan oleh David Ulrich, seorang pakar dan penulis di bidang SDM : <em>HR should not be defined by what it does but by what it delivers to the organization's customers, investors and employees.</em> Peran dan fokus tidak lagi pada aspek <em>standard staffing</em> dan� penyelesaian isu-isu kompensasi misalnya, tetapi lebih pada aspek-aspek yang berorientasi pada <em>outcomes</em>.<br />
Dan berbagai survey dan pengamatan, isu-isu strategis SDM belakangan ini semakin sering kita dengar; semakin banyak menjadi topik bahasan menarik dalam forum-forum eksekutif. Pengembangan kepemimpinan, transformasi organisasi dan budaya perusahaan, identifikasi dan pengelolaan talenta, peningkatan produktivitas dan pembelajaran, perencanaan dan penyelenggaraan program-program pelatihan telah menjadi fokus perhatian para jajaran pimpinan perusahaan. Fenomena ini merupakan gambaran yang amat menggembirakan bagi kita para profesional SDM. Isu SDM tidak lagi semata-mata menjadi isu SDM, tetapi telah menjadi isu strategis para eksekutif pengelola bisnis dan organisasi.<br />
Sekalipun banyak perusahaan yang telah melalui proses transformasi SDM sebagaimana disebutkan di atas, masih banyak perusahaan yang masih mencoba mengidentifikasi di mana sesungguhnya letak permasalahan yang dihadapi, khususnya yang terkait dengan aspek manajemen SDM. Keluhan-keluhan para jajaran eksekutif yang banyak kita dengar antara lain, bahwa manajemen SDM perusahaan tidak dapat merespon cepat kebutuhan-kebutuhan bisnis perusahaan seperti misalnya menurunnya kepuasan pelanggan, pertumbuhan <em>revenue</em>, dll.<br />
Di sisi lain, data dan informasi SDM yang tersedia seringkali sulit dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan-keputusan strategis SDM perusahaan. Kebijakan dan prosedur pengelolaan SDM tidak jelas, tidak konsisten penerapannya. Mengapa kita tidak dapat menarik, mempertahankan tenaga profesional yang handal. <br />
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, assessment / kajian terhadap kondisi <em>current state</em> dari manajemen SDM akan sangat membantu. Sebagian perusahaan menggunakan istilah HR Audit; ada yang menggunakan istilah HR <em>Diagnostic Review</em> atau HR <em>Organizational Assessment</em>. Pada intinya semua adalah sama, yaitu mengukur efektivitas pengelolaan SDM perusahaan dalam memenuhi kebutuhan bisnis dan organisasi.<br />
Sebagai suatu perangkat diagnostik awal, berikut kami sajikan suatu kerangka pendekatan yang dapat digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang merasa perlu melaksanakan <em>assessment</em> sebagaimana dijabarkan di atas. Pertama-tama, analisa dan tetapkan fokus / alasan utama mengapa <em>assessment</em> perlu dilakukan. Kelompokkan kemudian informasi / pertanyaan ke dalam sejumlah topik :<br />
•��� <em>�HR mission and vision, objectives and strategy</em><br />
<br />
Adakah keterkaitan antara strategi bisnis dan strategi SDM (misal, di saat fokus bisnis perusahaan adalah pada aspek-aspek pertumbuhan <em>revenue</em>, kepuasan pelanggan, perbaikan kualitas, sejauh mana strategi SDM turut mempertimbangkan program-program seperti pengembangan kepemimpinan, transformasi budaya perusahaan, organisasi dll). Apa yang penting menjadi sasaran utama keberadaan organisasi SDM? Peran SDM?<br />
•��� �<em>HR organizational structure</em><br />
<br />
Berdasarkan sasaran dan strategi yang telah ditetapkan, sejauh mana pengelompokan fungsi-fungsi organisasi SDM menunjang pencapaian sasaran dan strategi? Apakah pengelolaan SDM akan menjadi lebih efisien bila sebagian kegiatan dilakukan di-<em>shared service center / outsource</em>? Berapa jumlah staf yang ada? Profil kompetensi? Sejauh mana profil kompetensi yang ada menunjang pencapaian sasaran dan strategi SDM? Apa yang diharapkan menjadi ukuran kinerja SDM?<br />
•��� �<em>HR policies and practices</em><br />
<br />
Sejauh mana kebijakan-kebijakan SDM yang ada menunjang sasaran dan strategi SDM? Sejauh mana keterkaitan terapan kebijakan dan praktek-praktek SDM dengan hasil (HR <em>outcomes)</em>? Apakah kinerja karyawan meningkat? <em>Absentism</em> menurun? Orientasi karyawan pada pelanggan meningkat? Pendelegasian wewenang pengambilan keputusan berjalan efektif?<br />
•��� �<em>HR Information Technology.</em><br />
<br />
Sejauh mana teknologi mendukung efektivitas dan efisiensi pengelolaan SDM?<br />
•��� �<em>HR client / customer focus</em><br />
<br />
Siapa yang menjadi <em>client / customer</em> (pelanggan) dari SDM? Sejauh mana kepuasan pelanggan SDM diukur? Sejauh mana ukuran kinerja SDM terutama yang terkait dengan aspek kepuasan pelanggan dirumuskan secara jelas? Sejauh mana isu-isu kepuasan pelanggan dikelola? Sejauh mana teknologi menunjang kelangsungan proses SDM dengan HR client ?<br />
Mudah-mudahan pertanyaan-pertanyaan diatas dapat bermanfaat dalam menganalisa sejauh mana langkah-langkah untuk meningkatkan lebih jauh efektivitas manajemen SDM perusahaan diperlukan. Sebagaimana disampaikan oleh Ulrich, <em>HR can deliver excellence in four ways: becoming a Partner in Strategy Execution; becoming an Administrative Expert; becoming an Employee Champion; and, becoming a Change Agent.</em><br />
Kesadaran, kesediaan para eksekutif perusahaan untuk melakukan investasi di SDM sebagaimana halnya investasi di bidang bisnis, ditunjang dengan apresiasi lebih terhadap nilai dan kapabilitas profesional SDM, memungkinkan suatu organisasi merealisasikan potensi dari karyawan yang dimiliki secara lebih optimal.Human Capital - Strategic Partnerhttp://www.blogger.com/profile/04208779425234191268noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7285933679657958061.post-55570463885415918372011-02-09T16:43:00.000-08:002011-02-09T16:43:24.502-08:00Menyelaraskan SDM dengan Strategi Bisnis<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjDbW0Purq2_In3_D4L3kM-N6Fhq2t-3ODJWJ_55mszyZgxJfcKs_acaQJFvflahzms8kjPbL9cIP37IQYhOt_30NGlzu1uuZET8r5cl9whnGxBwCKpt4guomzaJwzCboHLty5Jr4-YoVQ/s1600/manajemen.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjDbW0Purq2_In3_D4L3kM-N6Fhq2t-3ODJWJ_55mszyZgxJfcKs_acaQJFvflahzms8kjPbL9cIP37IQYhOt_30NGlzu1uuZET8r5cl9whnGxBwCKpt4guomzaJwzCboHLty5Jr4-YoVQ/s1600/manajemen.jpg" /></a>Apa yang sebenarnya diperlukan dalam upaya penyelarasan sumber daya manusia dengan strategi bisnis? <br />
<div style="text-align: justify;">Idealnya: transformasi sumber daya angkatan kerja. Istilah kerennya, HR Workforce Transformation: mentransformasi SDM menjadi profesional berkeahlian tinggi sehingga selaras dengan kebutuhan manajemen. Sebab, dengan hal tersebut, perusahaan dapat melakukan hal-hal berikut: pertama, meningkatkan dampak strategis SDM dalam mengembangkan kemampuan organisasi sekaligus mengurangi biaya yang berhubungan dengan tenaga kerja. Kedua, mengurangi biaya SDM melalui proses transaksi yang lebih efisien, memanfaatkan teknologi yang bersifat swalayan, dan memiliki pendukung yang bersifat sentral.</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ini bukan isapan jempol. Sejumlah bukti menunjukkan bahwa transformasi SDM dapat memberi manfaat, antara lain: menurunkan biaya pengelolaan SDM sebesar 29%, menurunkan biaya rata-rata per transaksi SDM sebesar 60%, dan menurunkan biaya administrasi sebesar 20-25% melalui jasa swalayan pegawai dan manajer. Namun, yang perlu diperhatikan dalam transformasi SDM adalah memahami bahwa setiap karyawan memberi kontribusi berbeda untuk kinerja organisasi Di sini, proses kerja, perangkat teknologi dan program kerja yang sesuai akan membantu memaksimalisasi kontribusi mereka terhadap terciptanya kinerja tinggi.</div><div style="text-align: justify;">Bagan di bawah ini menggambarkan proses dalam mentransformasi SDM. Pertama, Manajemen K, mencakup kompensasi dan penghargaan, nilai dan pengukuran kinerja, evaluasi kerja dan bimbingan. Kedua, Pengembangan Kinerja, yang berkaitan dengan keahlian serta kerangka kompetensi, manajemen pembelajaran dan manajemen pengetahuan. Berikutnya, Manajemen Alur Kerja untuk merekrut dan menyeleksi angkatan kerja, pengembangan karier dan perencanaan peremajaan (suksesi), dan perencanaan penempatan. Semua itu akan dapat berjalan bila organisasi menerapkan strategi SDM yang menganut prinsip: (1) menarik minat SDM berbakat; (2) mengembangkan keahlian utama; (3) secara berkelanjutan meningkatkan kinerja; dan (4) mempertahankan sumber daya berkinerja tinggi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><em><strong>Lantas, bagaimana implementasi seluruh unsur di atas?</strong></em></div><div style="text-align: justify;">Berikut adalah contoh implementasi transformasi SDM di sebuah industri pertambangan di Indonesia dalam upaya menyeraskan karyawannya dengan strategi bisnis perusahaan.</div><div style="text-align: justify;"><strong><em>Tantangan Bisnis yang Dihadapi</em></strong></div><div style="text-align: justify;">Dalam era yang selalu diwarnai peningkatan harga sumber daya mineral, banyak perusahaan pertambangan yang ingin meningkatkan produktivitas operasional dan menurunkan biaya operasional. Sebuah perusahaan pertambangan skala global yang beroperasi di Indonesia menginginkan bantuan Accenture untuk menganalisis bagaimana menurunkan biaya operasional, terutama yang berkaitan dengan SDM. Tepatnya, melihat kesempatan menempatkan posisi angkatan kerja ke tingkat optimal dan menyelaraskan hubungan antara hal yang imperatif (alur kerja bisnis) dan permintaan SDM.</div><div style="text-align: justify;">Salah satu elemen kunci dari usaha ini adalah melakukan studi optimalisasi sumber daya untuk mengidentifikasi sekaligus menyelaraskan kebutuhan sumber daya dengan strategi bisnis. Optimalisasi tersebut akan mengembangkan model SDM yang memperhitungkan jumlah pekerja yang tepat diperlukan dan melakukan benchmark dengan perusahaan tambang lainnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><strong><em>Program Apa yang Dilakukan?</em></strong></div><div style="text-align: justify;">Sebuah model SDM untuk implementasi dalam jangka lima tahun diadopsi perusahaan tambang tersebut. Model ini melihat pada operasional (di permukaan, bawah tanah dan proses produksi), jasa teknis (konstruksi, teknik, manajemen tailing), dan pendukung usaha (pengelolaan SDM, TI, rantai persediaan, keuangan dan akuntansi, hubungan eksternal, keselamatan, lingkungan dan kesehatan, serta keamanan), dan sekaligus menyiapkan peta perjalanan untuk mencapai tingkat angkatan kerja yang dibutuhkan.</div><div style="text-align: justify;">Adapun penilaian yang dilakukan adalah untuk: (1) menentukan dampak strategi bisnis dan operasional perusahaan terhadap penempatan tenaga kerja, (2) bekerja sama dengan para eksekutif senior untuk menyetujui peta perjalanan tingkat tinggi untuk mendapatkan angkatan kerja yang optimal, (3) menciptakan gambaran pekerja di lapangan, dan (4) mengevaluasi dampak finansial dalam pendekatan gambaran angkatan kerja</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><em>Note</em> : <em>Dikutip dari Majalah SWA, edisi Kamis 28 Juni 2007, sebagai sumber inspirasi bisnis saya.</em></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div>Human Capital - Strategic Partnerhttp://www.blogger.com/profile/04208779425234191268noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7285933679657958061.post-65598799992829104802011-02-08T17:21:00.001-08:002011-02-08T17:21:10.789-08:00Peran HR Semakin DihargaiTalent management telah menjadi isu di tingkat CEO, dan bukan sekedar "kerjaan orang HR". Semakin banyak CEO dan anggota dewan perusahaan lainnya yang memperhatikan masalah-masalah rekrutmen, retensi dan mengikat talent sebagai tantangan terbesar bisnis yang mereka hadapi saat ini. HR pun makin dihargai. <br />
<br />
Demikian benang merah hasil studi Vurv Technology, perusahaan global penyedia teknologi HR, bekerja sama dengan lembaga think tank, pendidikan dan asosiasi profesional Human Capital Institute di AS. Studi bertajuk "The Role of HR in the Age of Talent" yang melibatkan hampir 800 profesional HR dan non-HR tersebut menemukan, HR semakin dilihat oleh dewan perusahaan sebagai bagian penting dan strategis dari keseluruhan kinerja bisnis. <br />
<br />
Lebih jauh, studi tersebut menguji, ketika talent management telah menjadi isu perusahaan, apakah HR mampu menaikkan reputasinya dan mendapatkan respek serta tanggung jawab yang sama dengan fungsi-fungsi bisnis yang penting lainnya. Dan, menurut responden, HR telah memberikan hasil. Sebanyak 66% mengatakan bahwa HR telah dihargai atau sangat dihargai, dan secara berkala atau sering dimintai pendapatnya mengenai strategi perusahaan. <br />
<br />
Survei juga menyoroti soal penggunaan teknologi-teknologi dalam talent management. Recruitment, Performance Management dan Learning Systems merupakan tiga teknologi HR utama yang paling diprioritaskan. Sementara, Succession Planning dan Performance Management adalah dua aplikasi yang disebut-sebut akan diimplementasikan berikutnya. Responden juga mengakui, sedikit-banyak mengambil manfaat dari teknologi web 2.0 seperti situs-situs jaringan sosial, blog dan wiki. <br />
<br />
"Kami gembira melihat organisasi semakin memanfaatkan teknologi-teknologi talent management, dan berencana untuk mengimplementasikan lebih banyak lagi pada tahun-tahun mendatang untuk menjawab tantangan-tantangan yang mereka hadapi," ujar VP HR pada Vurv Sam Hanson. <br />
<br />
“Profesi HR perlu meredifinisi peran HR sebagai upaya untuk memberikan langkah-langkah yang dibutuhkan organisasi guna menghadapi kompleksitas dalam membangun dan menjaga lingkungan kerja yang mampu menjawab tantangan," tambah dia. <br />
<br />
Menurut laporan penelitian tersebut, lambat tapi pasti profesi HR sedang bertransformasi. Para pemimpin mulai dan semakin menyadari bahwa HR tidak akan bisa mengembangkan talent management jika masih dibebani dengan pekerjaan administratif sehari-hari. Dikatakan, di zaman talent sekarang ini, HR harus dikelola dengan keahlian yang benar.<br />
<br />
<br />
<br />
"Laporan hasil penelitian ’The Role of HR in the Age of Talent’ memperlihatkan bahwa organisasi yang sukses adalah yang menempatkan talent management sebagai prioritas bagi setiap pemimpin, manajer dan supervisor," ujar Direktur Eksekutif Human Capital Institute Allen Schweyer. <br />
<br />
"Di era ketika talent langka serta retensi dan mengikat karyawan merupakan tantangan besar, senang melihat kaum eksekutif perusahaan semakin menghargai (peran) HR dan teknologi talent management untuk mendukung inisiatif-inisiatif penting dalam bisnis."Human Capital - Strategic Partnerhttp://www.blogger.com/profile/04208779425234191268noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7285933679657958061.post-83707147401934101612011-02-08T17:19:00.002-08:002011-02-08T17:19:41.254-08:00Perusahaan Sulit Mendapatkan Future LeaderUntuk mengetahui kebutuhan human capital (HC) dalam 3-5 tahun ke depan, sejatinya perusahaan melakukan analisis yang dikaitkan dengan tuntutan sosial, politik, perubahan struktur organisasi, revisi proses bisnis, dan rencana jangka panjang/tahunan. Jika analisis seperti ini dilakukan secara rutin, perusahaan akan tahu kebutuhan orang untuk menjalankan bisnis ke depan. “Sayangnya, banyak perusahaan di Indonesia mengabaikan hal ini. Ketika bisnis makin berkembang, perusahaan kekurangan orang yang kompeten,” demikian disampaikan Octa Melia Jalal di sela-sela acara The 3rd Human Capital National Conference 2010 di PPM Manajemen, Jakarta, 14-15 Desember. <br />
<br />
Dari pengalaman mengajar di PPM dan memberikan konsultansi di berbagai perusahaan, Mia – panggilan akrab Octa Melia Jalal – menilai, banyak perusahaan di Indonesia yang tidak memiliki perencanaan matang dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Akibatnya, perusahaan sulit mencari pemimpin yang dapat memenuhi kebutuhan organisasi di masa depan. “SDM yang ada tidak cukup qualified untuk mengerjakan pekerjaan saat ini. Atau, SDM yang ada sudah bagus tapi industrinya berubah. Jadi, tuntutannya semakin tinggi,” ungkapnya. <br />
<br />
Mia menyampaikan, kurangnya perhatian perusahaan terhadap kebutuhan SDM terungkap dari hasil survei yang dilakukan PPM tahun ini (2010). Responden yang terlibat dalam survei ini berjumlah 59 perusahaan, berasal dari industri alat berat, consumer goods, telekomunikasi, ritel, rumah sakit, dan lembaga swadaya masyarakat. Menurutnya, tujuan dari survei ini untuk mengetahui praktik akusisi HC di perusahaan. <br />
<br />
Dalam pandangan PPM Manajemen, akuisisi HC dimulai dari proses rekrutmen, seleksi, hingga penempatan orang. Dalam penerapannya, akuisisi juga berhubungan dengan hal lain seperti pengembangan SDM, engagement, dan retention. “Dengan mengetahui hal ini, perusahaan dapat merencanakan rekrutmen untuk memenuhi kebutuhan SDM di masa datang,” ujarnya.<br />
<br />
Survei yang memotret perkiraan kebutuhan HC ini memperlihatkan bahwa 27,1% perusahaan sudah memiliki dan menjalankan rencana jangka panjang (RJP) dan rencana tahunan dengan baik; 47,5% perusahaan telah memiliki rencana jangka panjang (RJP) namun masih perlu disempurnakan; dan sisanya (25,4%) belum melakukan sama sekali. “Ini menunjukkan, mereka (karyawan) tidak tahu dalam jangka panjang perusahaan mau kemana?” kata Mia bertanya.<br />
<br />
Di samping itu, dari survei diketahui pertimbangan yang mendasari perkiraan kesediaan HC di perusahaan. Di antara tiga parameter yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan HC – yaitu perencanaan suksesi, staffing table, dan audit HC – hanya staffing table yang menunjukkan angka cukup tinggi (44,1%). Menurut Mia, responden yang perencanaan suksesinya sudah berjalan baik hanya 16,9%; 47,5% masih perlu disempurnakan; dan 35,6% belum melakukan. Sementara itu, responden yang sudah menjalankan audit HC dengan baik angkanya lebih minim lagi, yaitu hanya 5,1%. Sebagian besar responden (64,4%) sudah melakukan namun tidak yakin benar; dan 30,5% belum melakukan.<br />
<br />
“Sejauh ini yang mereka lakukan belum benar karena penghitungan suplai dan demannya tidak sesuai. Tak heran jika banyak perusahaan yang mengeluh belum bisa memenuhi kebutuhan SDM saat ini dan mendatang,” tutur Mia menandaskan. Jadi, apa yang harus dilakukan perusahaan? ”Pertama, perusahaan harus tahu, leaders seperti apa yang dibutuhkan organisasi dalam 3-5 tahun ke depan. Kemudian dihitung, berapa leaders yang ada dan berapa kekurangannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Yang tak kalah penting adalah, manajemen harus melibatkan praktisi human capital dalam membuat program jangka panjang dan rencana tahunan perusahaan,” katanya menyarankan. ■ FirdaniantyHuman Capital - Strategic Partnerhttp://www.blogger.com/profile/04208779425234191268noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7285933679657958061.post-62370708739600189132011-02-08T17:19:00.000-08:002011-02-08T17:19:04.409-08:00Perusahaan Sulit Mendapatkan Future LeaderUntuk mengetahui kebutuhan human capital (HC) dalam 3-5 tahun ke depan, sejatinya perusahaan melakukan analisis yang dikaitkan dengan tuntutan sosial, politik, perubahan struktur organisasi, revisi proses bisnis, dan rencana jangka panjang/tahunan. Jika analisis seperti ini dilakukan secara rutin, perusahaan akan tahu kebutuhan orang untuk menjalankan bisnis ke depan. “Sayangnya, banyak perusahaan di Indonesia mengabaikan hal ini. Ketika bisnis makin berkembang, perusahaan kekurangan orang yang kompeten,” demikian disampaikan Octa Melia Jalal di sela-sela acara The 3rd Human Capital National Conference 2010 di PPM Manajemen, Jakarta, 14-15 Desember. <br />
<br />
Dari pengalaman mengajar di PPM dan memberikan konsultansi di berbagai perusahaan, Mia – panggilan akrab Octa Melia Jalal – menilai, banyak perusahaan di Indonesia yang tidak memiliki perencanaan matang dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Akibatnya, perusahaan sulit mencari pemimpin yang dapat memenuhi kebutuhan organisasi di masa depan. “SDM yang ada tidak cukup qualified untuk mengerjakan pekerjaan saat ini. Atau, SDM yang ada sudah bagus tapi industrinya berubah. Jadi, tuntutannya semakin tinggi,” ungkapnya. <br />
<br />
Mia menyampaikan, kurangnya perhatian perusahaan terhadap kebutuhan SDM terungkap dari hasil survei yang dilakukan PPM tahun ini (2010). Responden yang terlibat dalam survei ini berjumlah 59 perusahaan, berasal dari industri alat berat, consumer goods, telekomunikasi, ritel, rumah sakit, dan lembaga swadaya masyarakat. Menurutnya, tujuan dari survei ini untuk mengetahui praktik akusisi HC di perusahaan. <br />
<br />
Dalam pandangan PPM Manajemen, akuisisi HC dimulai dari proses rekrutmen, seleksi, hingga penempatan orang. Dalam penerapannya, akuisisi juga berhubungan dengan hal lain seperti pengembangan SDM, engagement, dan retention. “Dengan mengetahui hal ini, perusahaan dapat merencanakan rekrutmen untuk memenuhi kebutuhan SDM di masa datang,” ujarnya.<br />
<br />
Survei yang memotret perkiraan kebutuhan HC ini memperlihatkan bahwa 27,1% perusahaan sudah memiliki dan menjalankan rencana jangka panjang (RJP) dan rencana tahunan dengan baik; 47,5% perusahaan telah memiliki rencana jangka panjang (RJP) namun masih perlu disempurnakan; dan sisanya (25,4%) belum melakukan sama sekali. “Ini menunjukkan, mereka (karyawan) tidak tahu dalam jangka panjang perusahaan mau kemana?” kata Mia bertanya.<br />
<br />
Di samping itu, dari survei diketahui pertimbangan yang mendasari perkiraan kesediaan HC di perusahaan. Di antara tiga parameter yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan HC – yaitu perencanaan suksesi, staffing table, dan audit HC – hanya staffing table yang menunjukkan angka cukup tinggi (44,1%). Menurut Mia, responden yang perencanaan suksesinya sudah berjalan baik hanya 16,9%; 47,5% masih perlu disempurnakan; dan 35,6% belum melakukan. Sementara itu, responden yang sudah menjalankan audit HC dengan baik angkanya lebih minim lagi, yaitu hanya 5,1%. Sebagian besar responden (64,4%) sudah melakukan namun tidak yakin benar; dan 30,5% belum melakukan.<br />
<br />
“Sejauh ini yang mereka lakukan belum benar karena penghitungan suplai dan demannya tidak sesuai. Tak heran jika banyak perusahaan yang mengeluh belum bisa memenuhi kebutuhan SDM saat ini dan mendatang,” tutur Mia menandaskan. Jadi, apa yang harus dilakukan perusahaan? ”Pertama, perusahaan harus tahu, leaders seperti apa yang dibutuhkan organisasi dalam 3-5 tahun ke depan. Kemudian dihitung, berapa leaders yang ada dan berapa kekurangannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Yang tak kalah penting adalah, manajemen harus melibatkan praktisi human capital dalam membuat program jangka panjang dan rencana tahunan perusahaan,” katanya menyarankan. ■ FirdaniantyHuman Capital - Strategic Partnerhttp://www.blogger.com/profile/04208779425234191268noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7285933679657958061.post-12781682586333320042011-02-08T17:18:00.000-08:002011-02-08T17:18:11.264-08:00Keuangan Karyawan Menentukan Produktivitas KerjaKaryawan yang mampu mengelola keuangannya dengan baik memiliki tingkat motivasi dan produktivitas kerja yang tinggi. Hal ini dikemukakan oleh praktisi investasi Eko P. Pratomo dalam workshop Cerdas Finansial yang diselenggarakan di Universitas Paramadina, Jakarta beberapa waktu lalu.<br />
<br />
Eko menjelaskan, masalah keuangan menduduki porsi besar dalam keluarga. Implikasinya, ketika seseorang tidak bisa menuntaskan masalah keuangannya di rumah, otomatis akan terbawa ke pekerjaannya. Hal ini selanjutnya akan memengaruhi produktivitas kerjanya di kantor. <br />
<br />
“Apalagi jika masalah keuangannya berat, seperti tidak bisa membayar utang kartu kredit atau adanya kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi,” ujar dia.<br />
<br />
Dalam pandangan Eko, masalah keuangan tidak melulu berkaitan dengan minimnya gaji seseorang. ”Sekalipun gajinya sudah dinaikkan, tapi jika orang yang bersangkutan memiliki banyak keinginan, maka gaji berapa pun tidak akan pernah cukup,” kata dia.<br />
<br />
Di sisi lain Eko melihat, banyak orang yang tidak memahami cara mengelola keuangan yang benar. “Di sekolah kita belajar ilmu pengetahuan yang di kemudian hari bermanfaat untuk menghasilkan uang. Tapi, kita tidak diajarkan cara mengelolanya agar uang tersebut bermanfaat,” tutur dia.<br />
<br />
<b>Perusahaan Berkepentingan</b><br />
<br />
Eko menilai, perusahaan berkepentingan untuk mengalokasikan sebagian dana untuk mengadakan pelatihan mengenai pengelolaan keuangan keluarga. <br />
<br />
“Saya berharap para praktisi HR juga memandang penting masalah keuangan karyawan. Selama ini pelatihan untuk karyawan biasanya melulu dikaitkan dengan peningkatan kompetensi atau <i>skill</i> karyawan yang berhubungan dengan pekerjaan, dan manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh perusahaan,” ujar dia.<br />
<br />
Eko memperkirakan, karyawan yang keuangan pribadinya bermasalah, setidaknya akan membuang 50% energinya untuk memikirkan masalah tersebut. Jika masalah yang menyita kapasitas karyawan ini dapat dihilangkan, Eko optimistis, karyawan dapat bekerja lebih fokus dan amanah dalam menjalankan tugas-tugasnya. <br />
<br />
Karena itu, Eko menghimbau kepada praktisi HR di perusahaan agar tidak menganggap remeh masalah ini. “Dengan mengikuti pelatihan cara mengelola keuangan yang cerdas, saya berharap setiap orang dapat terbebas dari masalah keuangan, sehingga dapat bekerja lebih produktif,” tutur dia. ■ FirdaniantyHuman Capital - Strategic Partnerhttp://www.blogger.com/profile/04208779425234191268noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7285933679657958061.post-53188655403455718702011-02-08T17:17:00.000-08:002011-02-08T17:17:20.117-08:00Menangani Stres dalam Pekerjaan“Stres dalam pekerjaan bila tidak dapat diatasi akan menimbulkan gangguan, bahkan menyebabkan penyakit kronis,” demikian disampaikan Wilman Dahlan, pengajar dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, pada HR Expo yang berlangsung di Jakarta Convention Center (2/12). <br />
<br />
Menurutnya, stres merupakan hal yang wajar dialami oleh manusia. Perbedaan pada derajat stres terjadi karena setiap orang punya cara yang berbeda dalam bereaksi terhadap situasi yang menimbulkan stres. Misalnya, ketika menghadapi pekerjaan yang menumpuk, reaksi yang ditampilkan setiap individu berbeda-beda. Ada yang meluapkannya dalam bentuk kemarahan, menampakkan wajah tegang, atau menyikapinya dengan santai. <br />
<br />
“Padahal situasi yang dihadapi sama,” katanya.<br />
<br />
Wilman mengungkapkan, sumber stres di lingkungan kerja dapat bersifat konkret seperti atasan, rekan kerja, kompensasi yang diterima, atau terlalu sering tugas ke luar kota. Di samping itu, ada pula sumber stres yang bersifat abstrak, misalnya, beban kerja yang tinggi, pekerjaan belum selesai sedangkan batas waktu semakin dekat, menyiapkan presentasi, perusahaan mengalami kemunduran, kemungkinan terkena PHK, dan perkembangan karier yang tidak jelas.<br />
<br />
Dilihat dari definisinya, Wilman menyebutkan, stres merupakan keadaan yang tidak seimbang antara tuntutan dan sumber daya yang dimiliki seseorang. “Stres terjadi saat individu menghadapi tuntutan yang melampaui kemampuan dirinya, sebagai akibat tekanan yang berasal dari sumber stres atau disebut stresor,” paparnya. <br />
<br />
Stres pada pekerjaan dapat menimbulkan berbagai penyakit berbahaya. Di kalangan pekerja Indonesia, penyakit akibat stres yang paling banyak muncul antara lain: jantung koroner, hipertensi, tukak lambung, keletihan, mudah pilek, gangguan tidur, sakit kepala, migren, nyeri kuduk dan pundak, gangguan menstruasi, gangguan pencernaan, mual-mual, dan alergi. Di samping itu, stres juga menimbulkan ketidakhadiran dan kecelakaan kerja yang cukup tinggi.<br />
<br />
Wilman menilai, sejauh ini usaha yang dilakukan manajemen untuk meningkatkan produktivitas karyawan hanya yang berhubungan dengan keterampilan kerja, tanpa disertai keterampilan mengatasi stres. “Ini tidak akan memberikan hasil yang optimal, karena stres yang dialami seseorang akan menurunkan konsentrasi dalam bekerja,” ujarnya. Karena itu, agar produktivitas kerja mencapai hasil yang optimal, ia menyarankan, karyawan sebaiknya juga diberikan pelatihan manajemen stres.<br />
<br />
Ia menjelaskan, manajemen stres adalah kegiatan untuk meningkatkan kemampuan individu dalam mengatasi stresor atau emosi negatif yang ditimbulkan oleh stresor. “Manajemen stres bertujuan untuk meningkatkan kemampuan individu dalam menangani stres yang dialami seseorang,” tuturnya. Kegiatan dalam manajemen stres, ungkap Wilman, berorientasi pada perubahan perilaku, bukan perubahan pada aspek kepribadian. Dengan begitu, individu diharapkan dapat melakukan monitoring terhadap perilaku yang ditampilkannya, lalu mengevaluasinya sendiri. <br />
<br />
Akan tetapi, jika gangguan stres sudah demikian serius baik bagi kepribadian maupun kesehatan seseorang, Wilman menganjurkan untuk segera berkonsultasi pada tenaga profesional. Upaya lain yang dinilainya dapat mengurangi stres adalah melakukan kegiatan yang berhubungan erat dengan keagamaan disertai penyerahan diri kepada Tuhan, seperti sholat, zikir, tafakur, meditasi, atau membaca kitab suci. ■ FirdaniantyHuman Capital - Strategic Partnerhttp://www.blogger.com/profile/04208779425234191268noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7285933679657958061.post-32384289217647938912011-02-08T17:16:00.000-08:002011-02-08T17:16:17.911-08:0010 Alasan HRD Harus Berpartisipasi di Media SosialPertumbuhan situs-situs jejaring sosial yang sangat pesat di Indonesia membuat para profesional HR (Human Resource) tidak mungkin lagi mengabaikannya. <br />
<br />
Hari ini jumlah pengguna Facebook di Indonesia diperkirakan telah mencapai 25 juta dan menjadi negara nomor dua setelah Amerika Serikat. Sementara pengguna Twitter di Indonesia 5 juta orang dan menjadi yang terbesar di Asia. Dengan statistik seperti ini, rasanya kita akan tertinggal apabila tidak ikut berpartisipasi dalam situs-situs jejaring sosial tersebut.<br />
<br />
Berpartisipasi di situs jejaring sosial adalah salah satu cara penting bagi siapa saja untuk memperluas wawasan dan jejaringnya. Dengan semakin marak pertumbuhannya, maka situs-situs ini pun diperkirakan akan memainkan peran yang semakin besar dalam peningkatan karir dan keberhasilan profesional seseorang.<br />
<br />
Bila Anda masih belum yakin dan merasa buang-buang waktu saja bermain di media sosial, situs About.com memberikan 10 alasan mengapa rekan-rekan HR sebaiknya berpartisipasi di media sosial.<br />
<br />
• <strong>Tetap terhubung/mengikuti perkembangan teman-teman dan rekan sekerja.</strong> Dengan jumlah pengguna situs jejaring sosial yang demikian besar, maka besar kemungkinan Anda dapat menemukan teman Anda, atau mantan rekan sekerja yang telah kehilangan kontak. <br />
<br />
• <strong>Membantu teman/rekan sekerja mencari Anda</strong>. Sebaliknya, Anda pun dapat ditemukan oleh teman-teman/rekan sekerja lama yang siapa tahu selama ini mencari-cari Anda.<br />
<br />
• <strong>Mencari kandidat untuk pekerjaan</strong>. Anda bisa menyebarkan informasi lowongan melalui jejaring online Anda dan meminta referensi kandidat. Banyak perusahaan sudah mendapatkan kandidat-kandidat terbaik mereka melalui situs seperti LinkedIn dan Facebook. <br />
<br />
• <strong>Mencari pekerjaan baru</strong>. Sebaliknya Anda juga bisa memanfaatkan situs-situs ini untuk menemukan pekerjaan di bidang HR bila Anda berkeinginan untuk pindah dari pekerjaan sekarang.<br />
<br />
• <strong>Membangun brand personal Anda di ranah online.</strong> Informasi yang Anda sebarkan di situs-situs jejaring sosial akan membentuk citra/persepsi tentang Anda. Disadari atau tidak, Anda sedang membangun brand personal Anda di ranah online. Jangan sampai ketika calon bos mencari tentang Anda di Google atau mesin pencari yang lain, dia tidak menemukan apa-apa, atau menemukan informasi-informasi yang negatif tentang Anda. Jagalah brand personal Anda tersebut dengan baik.<br />
<br />
• <strong>Bergabung dengan kelompok-kelompok yang memiliki minat dan profesi yang sama.</strong> Kita bisa bergabung dengan grup-grup sesuai dengan minat dan profesi, misalnya saja di Facebook banyak orang membuat grup sesuai dengan minat/profesi/komunitas tertentu. Mengikuti grup-grup seperti ini membantu kita tetap terhubung dan terus mendapatkan informasi terbaru sesuai dengan bidang kita. <br />
<br />
• <strong>Membangun koneksi sosial dari waktu ke waktu.</strong> Keberadaan di situs jejaring sosial meliputi berbagai usia, dan seringkali setelah memasuki situs-situs ini Anda seperti membangun sebuah keberadaan yang harus dijaga sepanjang waktu. Dari waktu ke waktu Anda akan menemukan koneksi sosial Anda terus bertumbuh dan dari berbagai usia.<br />
<br />
• <strong>Memberikan wadah kepada user untuk berinteraksi dengan Anda</strong>. Siapakah user Anda? Apakah para manager dan karyawan? Semua konsumen ingin didengarkan kebutuhan dan keinginan mereka. Mereka ingin memberi masukan bagaimana Anda bisa melayani mereka dengan lebih baik. Situs-situs jejaring sosial adalah alat yang sangat baik untuk hal ini. <br />
<br />
• <strong>Membangun komunitas untuk mendukung produk atau layanan perusahaan.</strong> Apakah karyawan yang menjadi “wajah” perusahaan sudah cukup tampil, terlihat menyenangkan, berwawasan, dan mudah didekati di media sosial? Anda perlu menumbuhkan karyawan-karyawan seperti ini. Lebih dari iklan yang berbayar, dunia online mencari para duta produk atau perusahaan yang dapat membangun komunitas yang setia. Karyawan dapat menjadi duta brand/perusahaan yang sangat baik.<br />
<br />
• <strong>Perusahaan tempat Anda bekerja pun perlu membangun keberadaan di media sosial. </strong>Cepat atau lambat, pasti perusahaan atau brand Anda akan tampil/eksis di media sosial. Pengetahuan dan kepiawaian Anda berkomunikasi di media ini akan sangat berguna untuk karier Anda.Human Capital - Strategic Partnerhttp://www.blogger.com/profile/04208779425234191268noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7285933679657958061.post-42335101986928843962011-02-08T17:13:00.000-08:002011-02-08T17:13:23.491-08:00Upah Minimun Propinsi 2011 : <br />
Upah Minimum 33 Propinsi di Indonesia tahun 2011 dibandingkan dengan 2010 :<br />
<br />
Propinsi UMP 2010 UMP 2011 <br />
Aceh 1.300.000 1.350.000<br />
Sumatera Utara 965.000 1.035.500<br />
Sumatera Barat 940.000 1.055.000<br />
Riau 1.016.000 1.120.000<br />
Kepulauan Riau 925.000 975.000<br />
Jambi 900.000 1.028.000<br />
Sumatera Selatan 927.825 1.048.440<br />
Bangka Belitung 910.000 1.024.000<br />
Bengkulu 780.000 815.000<br />
Lampung 767.500 855.000<br />
Jawa Barat 671.500 732.000<br />
DKI Jakarta 1.118.009 1.290.000<br />
Banten 955.300 1.000.000<br />
Jawa Tengah 660.000 675.000<br />
Yogyakarta 745.694 808.000<br />
Jawa Timur 630.000 705.000<br />
Bali 829.316 890.000<br />
NTB 890.775 950.000<br />
NNT 800.000 850.000<br />
KalBar 741.000 802.500<br />
Kalsel 1.024.000 1.126.000<br />
KalTeng 986.590 1.134.580<br />
KalTim 1.002.000 1.084.000<br />
Maluku 840.000 900.000<br />
Maluku Utara 847.000 belum diputuskan<br />
Gorontalo 710.000 762.500<br />
Sulawesi Utara 1.000.000 1.080.000<br />
Sulawesi Tenggara 860.000 930.000<br />
Sulawesi Tengah 777.500 827.500<br />
Sulawesi Selatan 1.000.000 1.100.000<br />
Sulawesi Barat 944.200 1.006.000<br />
Papua 1.316.500 1.403.000<br />
Papua Barat 1.210.000 1.410.000Human Capital - Strategic Partnerhttp://www.blogger.com/profile/04208779425234191268noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7285933679657958061.post-32784051014109505812011-02-07T17:11:00.000-08:002011-02-07T17:11:13.656-08:00Coaching Skills - Membina Karyawan yang BermasalahTahapan dalam melakukan sesi coaching and counseling diawali dengan fase pendahuluan. Kalau Anda yang meminta pertemuan ini, sampaikan maksud pertemuan dengan jelas. Sampaikan juga tujuan pertemuan yang ingin dicapai.<br />
<br />
Tahapan berikutnya adalah menjelaskan masalah. Pada tahap ini, jelaskan mengenai masalah kinerja yang akhir-akhir ini terjadi. Jelaskan dengan spesifik disertai dengan contoh-contoh atau bukti perilaku yang konkrit; dan kemudian juga uraiakan dampak masalah terhadap kinerja rekan-rekannya dan juga kinerja unit secara keseluruhan.<br />
<br />
Dalam fase beriktunya, yakni fase untuk menggali masalah, berikan kesempatan kepada karyawan untuk memberikan komentarnya atas penjelasan yang telah Anda berikan. Kemudian, diskusikan penyebab masalah kinerja dengannya. Ajukan sejumlah pertanyaan untuk menggali akar penyebab masalah kinerja. <br />
Selanjutnya kita perlu melakukan fase keempat yakni mengenai tindakan koreksi. Dalam fase ini, sampaikan : <br />
• Standar kinerja yang Anda harapkan, dan selama ini ternyata belum dapat tercapai dengan memuaskan<br />
• Menggali gagasan atau melakukan tukar pikiran guna mencari solusi. Tentukan solusi yang SMART (Spesific, Measurable, Agreeable, Realistic, and Time-bound)<br />
<br />
• Dapatkan ide solusi dari karyawan Anda<br />
Setelah fase diatas, maka dilanjutkan dengan menyusun rencana tindakan perbaikan untuk mengatasi masalah yang ada. Dalam konteks ini, penting sekali untuk memberikan komitmen dan dukungan kita dalam implementasi rencana tindakan perbaikan. Kemudian sesi ditutup dengan meringkaskan inti dari pembicaraan, khususnya rencana tindakan yang disetujui. Lalu tutuplah pertemuan dengan nada positif. <br />
Tunjukkan kepercayaan Anda bahwa karyawan Anda akan bisa melakukan peningkatan kinerja. Yang paling penting adalah kita kemudian mesti juga menindaklanjuti pertemuan dengan memantau pelaksanaan rencana tindakan perbaikan.Human Capital - Strategic Partnerhttp://www.blogger.com/profile/04208779425234191268noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7285933679657958061.post-9879716149729394342011-02-07T17:10:00.000-08:002011-02-07T17:10:26.429-08:00Communication Skills - Ketrampilan Komunikasi secara EfektifTerdapat pola komunikasi yang negatif dan pola komunikasi yang positif. Pola komunikasi yang negatif berujud pada sikap deflecting, dimana kita cenderung mengedepankan pengalaman kita sendiri (dan kemudian menerocos panjang lebar tentang berbagai hal yang pernah dialaminya), serta meminta orang lain untuk menjadi pendengar. <br />
Pola komunikasi ini bukan hal yang aneh, dan kita mungkin sering menjumpainya dalam kehidupan sehari-hari. Setiap orang cenderung lebih suka menceritakan dan berbicara tentang beragam hal yang pernah dilihat atau dialaminya; daripada mendengar dengan penuh perhatian.<br />
Dalam sebuah penelitian mengenai kata apa yang paling sering disebut dalam sebuah percakapan telpon, maka terungkap bahwa kata yang paling sering muncul adalah kata “saya…..”. Fakta ini menunjukkan bahwa setiap orang cenderung ingin lebih mengedepankan pengalaman dirinya dibanding mendengarkan secara serius.<br />
<br />
Dengan pola deflecting semacam ini, maka orang yang tadinya ingin menyampaikan sesuatu, kini malah berbalik menjadi pendengar dari ceramah panjang lebar yang kita berikan. Dalam proses semacam ini, maka komunikasi dua arah yang produktif tidak akan terjadi.<br />
Pola komunikasi negatif lainnya yang ada adalah pola advising, atau pola dimana kita cenderung untuk menggurui, atau memaksakan pendapat; tanpa membuka kesempatan untuk terjadinya sebuah dialog yang sehat.<br />
<br />
Sementara itu, pola komunikasi yang positif adalah pola probing, dimana kita mengekspresikan rasa perhatian kita atas apa yang kita dengar melalui pertanyaan lebih lanjut. Proses semacam ini mendorong orang lain akan merasa dihargai dan membuka peluang bagi upaya komunikasi yang positif. Pola lainnya adalah pola refecting, dimana kita mengekspresikan empati kita dengan cara memahami situasi pembicara. <br />
Agar kita mampu memerankan diri sebagai karyawan yang efektif, maka mestinya kita lebih banyak menggunakan pola komunikasi probing atau reflecting; dan bukan pola komunikasi deflecting atau directing. Sebab dengan demikian, kita akan bisa membangun proses komunikasi yang lebih produktif dengan sesama rekan kerja kita.<br />
<br />
Ada tujuh prinsip komunikasi yang suportif. Tujuh prinsip ini adalah sebagai berikut:<br />
• Berorientasi pada masalah, bukan pada pribadi.<br />
• Ada kesesuaian antara apa yang dikatakan dengan yang dirasakan.<br />
• Bersifat deskriptif, bukan evaluatif.<br />
• Menghargai orang yang diajak bicara.<br />
• Bersifat spesifik, bukannya global.<br />
• Bersifat dua arah, tidak menyela, tidak mendominasi.<br />
• Bertanggung jawab atas apa yang dikatakan.Human Capital - Strategic Partnerhttp://www.blogger.com/profile/04208779425234191268noreply@blogger.com