“Stres dalam pekerjaan bila tidak dapat diatasi akan menimbulkan gangguan, bahkan menyebabkan penyakit kronis,” demikian disampaikan Wilman Dahlan, pengajar dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, pada HR Expo yang berlangsung di Jakarta Convention Center (2/12).
Menurutnya, stres merupakan hal yang wajar dialami oleh manusia. Perbedaan pada derajat stres terjadi karena setiap orang punya cara yang berbeda dalam bereaksi terhadap situasi yang menimbulkan stres. Misalnya, ketika menghadapi pekerjaan yang menumpuk, reaksi yang ditampilkan setiap individu berbeda-beda. Ada yang meluapkannya dalam bentuk kemarahan, menampakkan wajah tegang, atau menyikapinya dengan santai.
“Padahal situasi yang dihadapi sama,” katanya.
Wilman mengungkapkan, sumber stres di lingkungan kerja dapat bersifat konkret seperti atasan, rekan kerja, kompensasi yang diterima, atau terlalu sering tugas ke luar kota. Di samping itu, ada pula sumber stres yang bersifat abstrak, misalnya, beban kerja yang tinggi, pekerjaan belum selesai sedangkan batas waktu semakin dekat, menyiapkan presentasi, perusahaan mengalami kemunduran, kemungkinan terkena PHK, dan perkembangan karier yang tidak jelas.
Dilihat dari definisinya, Wilman menyebutkan, stres merupakan keadaan yang tidak seimbang antara tuntutan dan sumber daya yang dimiliki seseorang. “Stres terjadi saat individu menghadapi tuntutan yang melampaui kemampuan dirinya, sebagai akibat tekanan yang berasal dari sumber stres atau disebut stresor,” paparnya.
Stres pada pekerjaan dapat menimbulkan berbagai penyakit berbahaya. Di kalangan pekerja Indonesia, penyakit akibat stres yang paling banyak muncul antara lain: jantung koroner, hipertensi, tukak lambung, keletihan, mudah pilek, gangguan tidur, sakit kepala, migren, nyeri kuduk dan pundak, gangguan menstruasi, gangguan pencernaan, mual-mual, dan alergi. Di samping itu, stres juga menimbulkan ketidakhadiran dan kecelakaan kerja yang cukup tinggi.
Wilman menilai, sejauh ini usaha yang dilakukan manajemen untuk meningkatkan produktivitas karyawan hanya yang berhubungan dengan keterampilan kerja, tanpa disertai keterampilan mengatasi stres. “Ini tidak akan memberikan hasil yang optimal, karena stres yang dialami seseorang akan menurunkan konsentrasi dalam bekerja,” ujarnya. Karena itu, agar produktivitas kerja mencapai hasil yang optimal, ia menyarankan, karyawan sebaiknya juga diberikan pelatihan manajemen stres.
Ia menjelaskan, manajemen stres adalah kegiatan untuk meningkatkan kemampuan individu dalam mengatasi stresor atau emosi negatif yang ditimbulkan oleh stresor. “Manajemen stres bertujuan untuk meningkatkan kemampuan individu dalam menangani stres yang dialami seseorang,” tuturnya. Kegiatan dalam manajemen stres, ungkap Wilman, berorientasi pada perubahan perilaku, bukan perubahan pada aspek kepribadian. Dengan begitu, individu diharapkan dapat melakukan monitoring terhadap perilaku yang ditampilkannya, lalu mengevaluasinya sendiri.
Akan tetapi, jika gangguan stres sudah demikian serius baik bagi kepribadian maupun kesehatan seseorang, Wilman menganjurkan untuk segera berkonsultasi pada tenaga profesional. Upaya lain yang dinilainya dapat mengurangi stres adalah melakukan kegiatan yang berhubungan erat dengan keagamaan disertai penyerahan diri kepada Tuhan, seperti sholat, zikir, tafakur, meditasi, atau membaca kitab suci. ■ Firdanianty