Pengukuran efektivitas pelatihan selalu merupakan suatu tantangan, dimana dalam faktanya, ada hubungan antara usaha pelatihan dan hasilnya dalam pekerjaanan. Serta tidak ada yang dapat menyangkal bahwa pelatihan berperan dalam meningkatkan pengetahuan, keahlian, dan kinerja pegawai perusahaan, yang merupakan kinerja keseluruhan unjuk kerja suatu perusahaan.
Dalam pelatihan terdapat korelasi yang bagus dengan kinerja sehingga para pemilik perusahaan terbaik di seluruh dunia terus mencari cara yang lebih bagus dan sistematis untuk melakukan pelatihan karyawannya. Tanpa mengabaikan fakta bahwa ada hubungan langsung antara program pelatihan dan peningkatan kinerja karyawan yang melakukan pelatihan yang saat ini tidak terbantahkan lagi, pengumpulan umpan balik akan membantu untuk menyesuaikan usaha untuk semakin memajukan program pelatihan ini.
Dalam konteks ini, saya merekomendasikan tiga tingkatan proses untuk mengumpulkan umpan balik dari sebuah pelatihan. Tingkat pertama adalah segera setelah menyelesaikan program.
Tujuan utama dari umpan balik ini adalah untuk mengetahui seberapa bagus pengajar memberikan program itu, tingkat manfaat program dan efektivitas metodelogi yang ada. Tingkatan kedua adalah pengumpulan umpan balik setelah tiga puluh hari dari selesainya program.
Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa efektif program itu diingat, dan pertanyaan yang harus diberikan adalah: apakah apa yang dipelajari dari program tersebut masih diingat oleh para karyawan? Korelasi antara tujuan dari program dan apa yang diingat para karyawan adalah indikator yang bagus untuk mencari tahu seberapa besar manfaat program tersebut. Dan akhirnya, pada tahap ketiga adalah kita harus memberikan perhatian kepada penerapan dari program pelatihan ini dalam pekerjaan sehari-hari, apakah prosesnya ada kurang atau berlebihan.
Di sini dikumpulkan umpan balik dari karyawan itu sendiri dan juga supervisornya. Dan fokus kepada umpan balik juga mengenai atribut atau daerah yang dijangkau dalam pelatihan dan bagaimana penerapannya dalam pekerjaan setiap individu. Ketiga tahapan proses itu selain memberikan umpan balik untuk peningkatan upaya pelatihan, juga memberikan kontribusi pada pembentukan budaya belajar.
Metodologi Campuran:
Gaya belajar setiap individu adalah berbeda-beda. Untuk menjabarkan cara mengajar dan belajar suatu hal dapatlah berbeda-beda. Apa yang mungkin berhasil untuk pelatihan dalam subyek teknikal mungkin tidak akan dapat diterapkan untuk hal tingkah laku, demikian juga sebaliknya. Dengan memanfaatkan teknologi dan perkembangan dalam budaya belajar di internet, maka pelatihan tidaklah menggunakan cara pelatihan tradisional saja.
Setiap metodologi memiliki keunggulan dan kelemahan yang berbeda-beda. Sebuah metodologi dapat berjalan dengan baik dalam konteks tertentu dan belum tentu dalah konteks yang lain. Biayanya mungkin juga berbeda-beda dari setiap metodologi. Ini menjadi tanggung jawab petugas pelatihan untuk memilih metodologi yang paling sesuai dengan kontek organisasi, untuk subyek tertentu dan untuk peserta yang sesuai.
Daripada mencoba untuk mencari cara-cara yang terbaik, maka seseorang dapat memilih dua dari ketiga pilihan dengan obyektif yang sama, yaitu pelatihan dan peningkatan dalam hal kemampuan para pegawai.
Apa yang paling efektif dalam membantu penerapan semua factor-faktor yang disebutkan di atas:
1. Sistem manajemen pelatihan yang bagus dan menyeluruh. Beberapa system yang mencakup wilayah-wilayah yang disebutkan di atas dan melibatkan pihak-pihak yang berperan, seperti pegawai, manajer, HR/ fungsi pelatihan dan kepemimpinan
2. Pegawai yang terlatih dan khusus menangani pelatihan. Diharapkan untuk dapat memiliki tim yang khusus untuk dapat menangani proses pelatihan dalam sebuah perusahaan. Meskipun demikian, untuk ukuran perusahaan yang ada saat ini, beberapa perusahaan kecil mungkin tidak akan mampu untuk menugaskan pegawai yang khusus menangani masalah pelatihan, tanggung jawab mengenai hal ini harus dijabarkan dengan jelas dalam HR untuk perusahaan ini