Untuk mengetahui kebutuhan human capital (HC) dalam 3-5 tahun ke depan, sejatinya perusahaan melakukan analisis yang dikaitkan dengan tuntutan sosial, politik, perubahan struktur organisasi, revisi proses bisnis, dan rencana jangka panjang/tahunan. Jika analisis seperti ini dilakukan secara rutin, perusahaan akan tahu kebutuhan orang untuk menjalankan bisnis ke depan. “Sayangnya, banyak perusahaan di Indonesia mengabaikan hal ini. Ketika bisnis makin berkembang, perusahaan kekurangan orang yang kompeten,” demikian disampaikan Octa Melia Jalal di sela-sela acara The 3rd Human Capital National Conference 2010 di PPM Manajemen, Jakarta, 14-15 Desember.
Dari pengalaman mengajar di PPM dan memberikan konsultansi di berbagai perusahaan, Mia – panggilan akrab Octa Melia Jalal – menilai, banyak perusahaan di Indonesia yang tidak memiliki perencanaan matang dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Akibatnya, perusahaan sulit mencari pemimpin yang dapat memenuhi kebutuhan organisasi di masa depan. “SDM yang ada tidak cukup qualified untuk mengerjakan pekerjaan saat ini. Atau, SDM yang ada sudah bagus tapi industrinya berubah. Jadi, tuntutannya semakin tinggi,” ungkapnya.
Mia menyampaikan, kurangnya perhatian perusahaan terhadap kebutuhan SDM terungkap dari hasil survei yang dilakukan PPM tahun ini (2010). Responden yang terlibat dalam survei ini berjumlah 59 perusahaan, berasal dari industri alat berat, consumer goods, telekomunikasi, ritel, rumah sakit, dan lembaga swadaya masyarakat. Menurutnya, tujuan dari survei ini untuk mengetahui praktik akusisi HC di perusahaan.
Dalam pandangan PPM Manajemen, akuisisi HC dimulai dari proses rekrutmen, seleksi, hingga penempatan orang. Dalam penerapannya, akuisisi juga berhubungan dengan hal lain seperti pengembangan SDM, engagement, dan retention. “Dengan mengetahui hal ini, perusahaan dapat merencanakan rekrutmen untuk memenuhi kebutuhan SDM di masa datang,” ujarnya.
Survei yang memotret perkiraan kebutuhan HC ini memperlihatkan bahwa 27,1% perusahaan sudah memiliki dan menjalankan rencana jangka panjang (RJP) dan rencana tahunan dengan baik; 47,5% perusahaan telah memiliki rencana jangka panjang (RJP) namun masih perlu disempurnakan; dan sisanya (25,4%) belum melakukan sama sekali. “Ini menunjukkan, mereka (karyawan) tidak tahu dalam jangka panjang perusahaan mau kemana?” kata Mia bertanya.
Di samping itu, dari survei diketahui pertimbangan yang mendasari perkiraan kesediaan HC di perusahaan. Di antara tiga parameter yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan HC – yaitu perencanaan suksesi, staffing table, dan audit HC – hanya staffing table yang menunjukkan angka cukup tinggi (44,1%). Menurut Mia, responden yang perencanaan suksesinya sudah berjalan baik hanya 16,9%; 47,5% masih perlu disempurnakan; dan 35,6% belum melakukan. Sementara itu, responden yang sudah menjalankan audit HC dengan baik angkanya lebih minim lagi, yaitu hanya 5,1%. Sebagian besar responden (64,4%) sudah melakukan namun tidak yakin benar; dan 30,5% belum melakukan.
“Sejauh ini yang mereka lakukan belum benar karena penghitungan suplai dan demannya tidak sesuai. Tak heran jika banyak perusahaan yang mengeluh belum bisa memenuhi kebutuhan SDM saat ini dan mendatang,” tutur Mia menandaskan. Jadi, apa yang harus dilakukan perusahaan? ”Pertama, perusahaan harus tahu, leaders seperti apa yang dibutuhkan organisasi dalam 3-5 tahun ke depan. Kemudian dihitung, berapa leaders yang ada dan berapa kekurangannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Yang tak kalah penting adalah, manajemen harus melibatkan praktisi human capital dalam membuat program jangka panjang dan rencana tahunan perusahaan,” katanya menyarankan. ■ Firdanianty